Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Jika Tergugat Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Langkah Jika Tergugat Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan

Langkah Jika Tergugat Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan
Eko Ardiansyah Pandiangan, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Langkah Jika Tergugat Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan

PERTANYAAN

PT. A telah menggunakan tanah masyarakat namun belum mengganti biaya ganti rugi dari nilai tanah masyarakat tersebut, lalu perkara dibawa ke pengadilan dan pengadilan melalui putusannya menyatakan bahwa PT. A tersebut bersalah dan harus mengganti biaya ganti rugi dari nilai tanah masyarakat tersebut sebesar 10 miliar. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar masyarakat dapat memohonkan 10 miliar ini untuk diganti oleh PT. A? Apakah gedung kantornya, ataukah aset-asetnya? Atau hal apa saja yang dapat dimohonkan untuk dilakukan penyitaan atau ganti rugi terhadap uang ganti rugi tanah masyarakat tersebut sebesar 10 miliar? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Dalam hal pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan secara sukarela, maka dapat dilakukan eksekusi paksa melalui pengadilan tingkat pertama dengan prosedur sebagai berikut:
    • Pihak yang menang mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan tingkat pertama agar putusan itu dilaksanakan;
    • Ketua Pengadilan tingkat pertama memanggil untuk dilakukan teguran (aanmaning);
    • Dalam hal termohon eksekusi tetap tidak mau menjalankan putusan, ketua pengadilan tingkat pertama mengeluarkan penetapan berisi perintah kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan milik termohon eksekusi;
    • Lelang terhadap harta milik termohon eksekusi dan diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi sesuai dengan angka yang tercantum dalam amar putusan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Dalam hal pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan secara sukarela, maka dapat dilakukan eksekusi paksa melalui pengadilan tingkat pertama dengan prosedur sebagai berikut:
    • Pihak yang menang mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan tingkat pertama agar putusan itu dilaksanakan;
    • Ketua Pengadilan tingkat pertama memanggil untuk dilakukan teguran (aanmaning);
    • Dalam hal termohon eksekusi tetap tidak mau menjalankan putusan, ketua pengadilan tingkat pertama mengeluarkan penetapan berisi perintah kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan milik termohon eksekusi;
    • Lelang terhadap harta milik termohon eksekusi dan diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi sesuai dengan angka yang tercantum dalam amar putusan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Berdasarkan pertanyaan Anda, dapat kami asumsikan bahwa perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht). Dalam perkara perdata, putusan yang berkekuatan hukum tetap yaitu putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau putusan Mahkamah Agung yang telah diterima oleh kedua belah pihak. Simak artikel dengan judul Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap?.
     
    Sesuai dengan ketentuan Pasal 196 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Pasal 207 Rechtreglement voor de Buitengewesten (“RBg”), ada dua cara menyelesaikan pelaksanaan putusan, yaitu dengan cara sukarela (dalam hal pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan) tersebut, dan dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh Pengadilan. M. Yahya Harahap dalam bukunya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (hal. 11) menyatakan pada prinsipnya eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah (tergugat) tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela, tindakan eksekusi harus disingkirkan. Oleh karena itu, harus dibedakan antara menjalankan putusan secara sukarela dan menjalankan putusan secara eksekusi. Dalam hal ini kami mengasumsikan jika PT A tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela, sehingga pelaksanaan putusan harus dilakukan secara paksa.
     
    Lalu, bagaimana proses eksekusinya? Perlu dipahami bahwa sesuai dengan Pasal 195 ayat (1) HIR, kewenangan eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama dan dalam praktik peradilan dikenal dua macam eksekusi yaitu:
    1. Eksekusi riil atau nyata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 200 ayat (1) HIR, Pasal 218 ayat (2) Rbg, dan Pasal 1033 Reglement of de Rechtsvordering (“Rv”) yang meliputi penyerahan, pengosongan, pembongkaran, pembagian, dan melakukan sesuatu;
    2. Eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui lelang atau executorial verkoop sebagaimana tersebut dalam Pasal 200 HIR, dan Pasal 215 Rbg. Eksekusi ini dilakukan dengan menjual lelang barang-barang debitur.
     
    Oleh karena pertanyaan Anda tekait dengan hukuman PT A untuk membayar ganti rugi sebesar 10 miliar, maka dapat dimohonkan eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui pengadilan tingkat pertama melalui prosedur sebagai berikut:
    1. Pemohon eksekusi (Pihak yang menang dalam perkara) mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan tingkat pertama agar putusan itu dijalankan/dilaksanakan;
    2. Atas dasar permohonan itu Ketua Pengadilan tingkat pertama memanggil pihak yang kalah untuk dilakukan teguran (aanmaning) agar termohon eksekusi melaksanakan isi putusan dalam waktu 8 (delapan) hari sesuai pada Pasal 196 HIR/207 Rbg;
    3. Jika termohon eksekusi tetap tidak mau menjalankan putusan, maka Ketua Pengadilan tingkat pertama mengeluarkan Penetapan berisi perintah kepada panitera/jurusit/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan jika sebelumnya tidak diletakkan sita jaminan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg;
    4. Adanya perintah penjualan lelang, dilanjutkan dengan penjualan lelang setelah terlebih dahulu dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan pelelangan. Lalu diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam putusan.
     
    Dengan demikian, jika tidak ada itikad baik dari PT A untuk melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela, Anda dapat mengajukan permohonan eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui pengadilan tingkat pertama sesuai dengan tata cara/prosedur di atas. Adapun benda yang disita oleh pengadilan untuk dilelang meliputi seluruh harta kekayaan milik Permohon eksekusi senilai jumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemohon eksekusi.
     
    Simak juga artikel Penggantian Eksekusi Riil dalam Putusan Hakim dengan Sejumlah Uang.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Herzien Inlandsch Reglement;
    2. Rechtreglement voor de Buitengewesten;
    3. Reglement of de Rechtsvordering.
     
    Referensi:
    M. Yahya Harahap. 2014. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

    Tags

    acara peradilan
    gugatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!