Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Larangan Hakim Berkomentar di Medsos tentang Pilihan Politiknya

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Larangan Hakim Berkomentar di Medsos tentang Pilihan Politiknya

Larangan Hakim Berkomentar di Medsos tentang Pilihan Politiknya
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Larangan Hakim Berkomentar di Medsos tentang Pilihan Politiknya

PERTANYAAN

Bolehkah seorang hakim memberikan comment atau like di Facebook terkait status seseorang yang menyatakan keberpihakan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden atau calon legislatif?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Hakim dilarang memberikan comment, like, atau sejenisnya di sosial media (termasuk Facebook) yang menunjukkan keberpihakan politiknya karena hakim harus menjaga netralitasnya baik sikap, perkataan, maupun perbuatannya sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Larangan Hakim Berpolitik dan Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 Tahun 2012 tentang tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Hakim dilarang memberikan comment, like, atau sejenisnya di sosial media (termasuk Facebook) yang menunjukkan keberpihakan politiknya karena hakim harus menjaga netralitasnya baik sikap, perkataan, maupun perbuatannya sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Larangan Hakim Berpolitik dan Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 Tahun 2012 tentang tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Status Hakim
    Hakim merupakan pejabat negara sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 122 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) yang selengkapnya berbunyi:
     
    Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:
    1. …;
    2. …;
    3. …;
    4. …;
    5. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
    6. …;
    7. dsb.
     
    Sementara, Pasal 121 UU ASN yang dimaksud berbunyi:
     
    Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara
     
    Pegawai Aparatur Sipil Negara (“Pegawai ASN”) adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.[1]
     
    Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, hakim adalah pejabat negara yang berstatus pegawai ASN.
     
    Bolehkah Hakim Berkomentar di Facebook tentang Pilihan Politiknya?
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, bolehkah seorang hakim memberikan comment atau like di Facebook terkait status seseorang yang menyatakan keberpihakan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden atau calon legislatif? Berikut penjelasannya:
     
    Pasal 2 huruf f UU ASN mengatur bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN salah satu asas yang dianut adalah asas netralitas. Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.[2]
     
    Itu artinya hakim sebagai pegawai ASN harus bersikap netral.
     
    Selain itu dalam menjalankan tugas dan kehidupan sehari-harinya seorang hakim dituntut untuk berpedoman pada kode etik. Dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“Panduan Penegakan KEPPH”), diatur bahwa hakim itu harus bersikap arif dan bijaksana. Berperilaku arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar, dan santun.
     
    Dalam penerapan perilaku arif dan bijaksana, hakim dilarang untuk:[3]
    • Secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik;
    • Terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa hakim mendukung salah satu partai politik.
     
    Lalu bagaimana dengan komentar hakim di media sosial orang lain yang menyatakan keberpihakan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu?
     
    Lebih lanjut mengenai hal ini, dikeluarkanlah Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Larangan Hakim Berpolitik (“SE Badilum MA 2/2019”) yang menyatakan bahwa status hakim sebagai pejabat negara yang mempunyai kewenangan yudisial, termasuk di dalamnya memutuskan perkara-perkara pidana yang timbul terkait pelaksanaan pemilu serta memperhatikan meningkatnya suhu politik dalam pelaksanaan kampanye Pemilihan Legislatif tahun 2019 dan Pemilihan Peresiden dan Wakil Presiden tahun 2019, maka setiap hakim wajib menjaga netralitas baik sikap, perkataan maupun perbuatannya.
     
    Hal ini bertujuan untuk menjaga marwah hakim dan juga Mahkamah Agung beserta pengadilan di bawahnya. Untuk itu SE Badilum MA 2/2019 mengimbau hakim untuk:
    1. Hakim harus imparsial dan independen;
    2. Hakim dilarang melakukan perbuatan yang mengarah ada keberpihakan salah satu calon;
    3. Hakim dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon, visi-misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukan keberpihakan salah satu calon;
    4. Hakim dilarang berfoto dengan bakal calon.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan peraturan perundang-undangan, kode etik hakim yang diatur dalam Panduan Penegakan KEPPH, dan SE Badilum MA 2/2019, hakim harus bersikap netral dan tidak boleh secara terbuka menyatakan dukungan politiknya, dalam bentuk konkretnya hakim dilarang untuk comment atau like dan sejenisnya di sosial media (Facebook) dan menyatakan keberpihakan pada salah satu calon Presiden dan Wakil Presiden atau calon legislatif sebagaimana yang Anda sebutkan.
     
    Maka dari itu, hakim harus menjaga netralitasnya hal ini guna menunjukan integritas, independen, dan profesionalitas hakim kepada masyarakat, dalam penegakkan hukum yang bersih dan akuntabel.
     
    Hal sama juga disampaikan oleh Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro dalam artikel Hakim Dilarang Komentar dan Like Status Sosmed Caleg, Begini Edaran Badilum MA, bahwa dikeluarkannya SE Badilum MA 2/2019 adalah untuk menjaga para hakim dilingkungan Badan Peradilan Umum agar tidak ada keberpihakan (imparsial), hakim tetap independen dan tidak terseret pada politik praktis. Andi menyampaikan bahwa isi dari SE Badilum MA 2/2019 antara lain mengatur hakim harus imparsial dan independen; hakim dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon; hakim dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar atau foto bakal calon, visi-misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukkan keberpihakan salah satu calon. Andi menjelaskan langkah ini dilakukan Ditjen Badilum untuk menjaga marwah hakim dan Mahkamah Agung beserta lingkungan peradilan di bawahnya agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi dan mencederai marwah hakim.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
     

    [1] Pasal 1 angka 2 UU ASN
    [2] Penjelasan Pasal 2 huruf f UU ASN
    [3] Pasal 7 ayat (3) huruf j dan k Panduan Penegakan KEPPH

    Tags

    hukumonline
    medsos

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!