Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Perpajakan Bagi Perusahaan Server

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Ketentuan Perpajakan Bagi Perusahaan Server

Ketentuan Perpajakan Bagi Perusahaan <i>Server</i>
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Perpajakan Bagi Perusahaan <i>Server</i>

PERTANYAAN

Mohon informasinya mengenai perpajakan server, untuk pembukuannya apakah boleh ditempatkan di luar negeri atau tidak? Apakah hal ini diatur dalam Undang-undang PT atau sejenisnya yah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Perusahaan server di sini kami asumsikan adalah perusahaan yang melakukan usaha di bidang penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program di Indonesia.
     
    Perusahaan server sebagai wajib pajak badan, dapat dikenai pajak di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”), Penjualan atas Barang Mewah (“PnBM”) dan dikenakan pajak Pajak Penghasilan (“PPh”) dengan tarif sebesar 25 persen. Selain itu juga ada pemotongan PPh berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebesar 2%.
     
    Apa dasar hukum yang mengatur demikian? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Perusahaan server di sini kami asumsikan adalah perusahaan yang melakukan usaha di bidang penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program di Indonesia.
     
    Perusahaan server sebagai wajib pajak badan, dapat dikenai pajak di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”), Penjualan atas Barang Mewah (“PnBM”) dan dikenakan pajak Pajak Penghasilan (“PPh”) dengan tarif sebesar 25 persen. Selain itu juga ada pemotongan PPh berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebesar 2%.
     
    Apa dasar hukum yang mengatur demikian? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan asumsikan hal-hal berikut untuk menyederhanakan jawaban:
    1. Perpajakan server yang Anda maksud adalah pajak yang dapat dikenakan pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa penyediaan server yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dan merupakan wajib pajak badan di Indonesia; dan
    2. Pembukuan yang Anda maksud adalah pembukuan pajak perusahaan.
     
    Definsi Server
    Menurut situs IDwebhost sebuah penyedia layanan hosting di Indonesia, server adalah sebuah sistem komputer yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu dalam sebuah jaringan komputer. Server didukung dengan prosesor yang bersifat scalable dan Random Access Memory (“RAM”) yang besar, juga dilengkapi dengan sistem operasi khusus, yang disebut sebagai sistem operasi jaringan (network operating system). Server juga menjalankan perangkat lunak administratif yang mengontrol akses terhadap jaringan dan sumber daya yang terdapat di dalamnya, seperti halnya berkas atau alat pencetak (printer), dan memberikan akses kepada workstation anggota jaringan.
     
    Selain itu, server dalam bahasa Indonesia disebut juga sebagai “peladen”. Menutur Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan RI, peladen salah satunya didefinisikan sebagai berikut:
     
    Komputer dalam jejaring yang berfungsi sebagai penyedia layanan ke komputer lain.
     
    Masih dari sumber IDwebhost, terdapat berbagai macam jenis server yang ada dengan fungsi yang berbeda-beda, misalnya saja web server yang digunakan untuk menyimpan data dalam sebuah web, FTP server yang menangani perpindahan file (transfer file), mail server yang melayani urusan email para klien, database server untuk menyimpan berbagai macam data atau file dan lain sebagainya.
     
    Tugas utama server adalah melayani komputer client, dan dibagi menjadi beberapa fungsi sesuai dengan jenis server, berikut penjelasannya:
    1. Server Aplikasi
    Server yang digunakan untuk menyimpan berbagai macam aplikasi yang dapat diakses oleh client.
    1. Server Data
    Server jenis ini di gunakan untuk menyimpan berbagai data, baik data yang belum diolah ataupun data yang sudah diolah menjadi informasi. Data ini dapat di akses oleh client dengan bantuan aplikasi yang ada di server.
    1. Server Proxy
    Sedangkan server proxy berfungsi untuk mengatur lalu lintas di jaringan melalui pengaturan proxy. Orang awam lebih mengenal proxy server untuk mengkoneksikan komputer client ke Internet.
     
    Jadi dapat disimpulkan bahwa server itu adalah sebuah sistem komputer yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu dalam sebuah jaringan komputer seperti penyimpanan berbagai aplikasi, penyimpanan data, penyimpanan data yang sudah diolah menjadi informasi, serta penyaluran data dan/atau informasi.
     
    Pajak Bagi Perusahaan Server
    Perusahaan server di sini kami asumsikan adalah perusahaan yang melakukan usaha di bidang penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program/aplikasi.
     
    Perlu diketahui bahwa secara umum sebuah perusahaan itu dapat dikenakan berbagai jenis pajak, di antaranya Pajak Penghasilan (“PPh”), Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (“PPnBM”).
     
    Untuk PPh, pengaturannya dapat Anda lihat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 7/1983”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (“UU 7/1991”) kemudian diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (“UU 10/1994”) yang kemudian diubah kembali oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 17/2000”) serta terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”).
     
    Sedangkan kewajiban perusahaan untuk membayar PPN dan PPnBM atas usaha yang dilakukannya diatur dalam Pasal 3A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah kemudian kedua kalinya diubah oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan terakhir kali diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
     
    Untuk menyederhakan jawaban, kami hanya akan membahas lebih rinci mengenai PPh saja.
     
    Pasal 1 UU 10/1994 mengatur bahwa PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
     
    Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.[1]
     
    Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU 36/2008 yang dimaksud dengan subjek pajak adalah:
    1. orang pribadi; dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
    2. badan; dan
    3. bentuk usaha tetap.
     
    Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan (hal. 171), dalam ketentuan mengenai PPh yang berlaku saat ini, beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final. Lebih lanjut Mardiasmo menjelaskan, pelunasan pajak tahun berjalan meliputi:
    1. Pembayaran sendiri oleh wajib pajak (PPh Pasal 25) untuk setiap masa pajak;
    2. Pembayaran pajak melalui pemotongan/pemungutan pihak ketiga (orang pribadi atau badan, baik swasta maupun pemerintah) berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang selama tahun pajak, yaitu:
      1. Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh Pasal 21 UU 36/2008);
      2. Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, pembayaran atas penyerahan barang kepada badan pemerintah (PPh Pasal 22 UU 36/2008);
      3. Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh orang lain, jasa, hadiah, dan penghargaan (PPh Pasal 23 UU 36/2008);
      4. Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri (PPh 24 UU 36/2008);
      5. Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas wajib pajak luar negeri (PPh Pasal 26 UU 36/2008);
      6. Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungab-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya (PPh Pasal 4 ayat (2) UU 36/2008).
     
    Khusus untuk jenis usaha perusahaan server jika diasumsikan usahanya adalah penggunaan server (menyewakan pada orang/badan), maka atas penambahan penghasilannya ia dapat dikenakan PPh atas keseluruhan penghasilan atas jasa (kategori jasa lainnya) server-nya dengan tarif sebesar 25 persen,[2] atau selain itu ia juga dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 2 persen.[3]
     
    Khusus mengenai bidang usaha perusahaan server yang menyediakan layanan (service) tertentu dalam sebuah jaringan komputer seperti penyimpanan berbagai aplikasi, penyimpanan data, penyimpanan data yang sudah diolah menjadi informasi, serta penyaluran data dan/atau informasi, maka menurut hemat kami usaha ini tergolong pada usaha jasa lain dalam Pasal 23 UU 36/2008.
     
    Pasal 23 ayat (1) huruf c UU 36/2008 mengatur sebagai berikut:
     
    Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
    1. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
     
     
    Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
     
    Untuk jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program masuk pada kategori jenis jasa lain.[4]
     
    Perlu diketahui bahwa dikecualikan dari pemotongan PPh sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1) PMK 141/2015 tersebut dalam hal imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.[5]
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, perusahaan server sebagai wajib pajak badan, dapat dikenai pajak di antaranya PPN, PPnBM dan dikenakan pajak PPh dengan tarif 25%. Selain itu perlu diketahui juga bahwa ada pemotongan PPh atas jasa lain (usaha layanan penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau programnya) berdasarkan Pasal 23 sebesar 2%.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Ichwan Sukardi, Managing Partner Tax RSM Indonesia, ia menjelaskan bahwa untuk menjawab pertanyaan pajak apa yang dikenakan terhadap perusahaan server, maka harus dilihat dulu konteks usahanya seperti apa dan di mana server ini berada. Dengan asumsi yang menjadi penghasilan adalah dari penggunaan server, maka penghasilan dapat dikategorikan ke dalam sewa. Perlakuan pajak dapat dibedakan (i) apakah server ada di Indonesia, atau (ii) di luar Indonesia.
     
    Lebih lanjut Ichwan Sukardi menjelaskan jika server berada di Indonesia, maka penghasilan dari sewa tersebut akan terkena Pajak Penghasilan dengan tarif 25%, sementara itu akan ada pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% yang dapat dikreditkan dan PPN atas invoice yang ditagihkan. Tetapi jika server ada di luar negeri, maka perusahaan Indonesia yang menggunakan server tersebut akan melakukan pemotongan PPh Pasal 26 (penghasilan yang terutang atas wajib pajak luar negeri) dan juga PPN yang harus dibayarkan sendiri atas PPN Jasa Kena Pajak Luar Negeri. Perlu diingat juga bahwa PPh Pasal 26 ini dapat dibebaskan apabila penerima penghasilan adalah penduduk negara yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia dan tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
     
    Pembukuan Pajak
    Kemudian menjawab pertanyaan Anda tentang apakah pembukuan perusahaan server tersebut boleh ditempatkan di luar negeri atau tidak?
     
    Menurut Pasal 1 angka 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 6/1983”) sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“Perppu 5/2008”) yang sudah diberlakukan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
     
    Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia (termasuk perusaahaan server) wajib menyelenggarakan pembukuan.[6] Pembukuan tersebut harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.[7]
     
    Jadi berdasarkan penjelasan tersebut perusahaan server yang merupakan wajib pajak badan di Indonesia tidak dapat melakukan pembukuan di luar negeri, melainkan harus dilakukan di Indonesia.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sudah diberlakukan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
     
    Referensi:
    1. IDwebhost, diakses pada Jumat, 15 Maret 2019, pukul 13.20 WIB;
    2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Senin, 18 Maret 2019, pukul 12.01 WIB.
    3. Mardiasmo. 2018. Perpajakan. Yogyakarta: CV Andi Offset.
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara dengan Ichwan Sukardi, Managing Partner Tax RSM Indonesia via telepon pada 15 Maret 2019 pukul 15.33 WIB.

    [1] Penjelasan Pasal 1 UU 36/2008
    [2] Pasal 17 ayat (2a) 1 UU 36/2008
    [3] Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU 36/2008 jo Pasal 1 ayat (1), (2) (6) huruf x Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 Tahun 2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
    [4] Pasal 1 ayat (6) huruf x PMK 141/2015
    [5] Pasal 1 ayat (2) PMK 141/2015
    [6] Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”)
    [7] Pasal 28 ayat (4) UU 28/2007

    Tags

    barang mewah
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!