Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Setuju Bekerja Dieksploitasi Majikan, Tetap Disebut Korban TPPO?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Setuju Bekerja Dieksploitasi Majikan, Tetap Disebut Korban TPPO?

Setuju Bekerja Dieksploitasi Majikan, Tetap Disebut Korban TPPO?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Setuju Bekerja Dieksploitasi Majikan, Tetap Disebut Korban TPPO?

PERTANYAAN

Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, apakah seseorang bisa tidak diklasifikasikan sebagai korban karena ia setuju untuk ditempatkan ke majikan yang mengeksploitasinya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pelaku tetap dapat dituntut pidana atas perbuatan eksploitasi yang dilakukan walaupun telah mendapatkan persetujuan dari korban. Dengan kata lain, meskipun orang yang dieksploitasi setuju, tetap saja orang tersebut dikatakan sebagai korban, dengan catatan ia mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial karena Tindak Pidana Perdagangan Orang (“TPPO”).
     
    Hal ini ditegaskan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan TPPO.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     
    Tindak Pidana Perdagangan Orang
    Definisi Perdagangan Orang di Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (“UU 21/2007”) adalah sebagai berikut:
     
    Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
     
    Selanjutnya, eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.[1]
     
    Yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.[2]
     
    Kemudian, perlu dipahami bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (“TPPO”) adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam UU 21/2007.[3] Salah satu contoh dari TPPO dapat dilihat dalam Pasal 2 UU 21/2007 sebagai berikut:
     
    1. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
    2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
    Misalnya adalah perekrutan untuk mengeksploitasi orang, yaitu tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.[4]
     
    Sepakat Bekerja dan Dieksploitasi?
    Dalam pertanyaan, Anda menjelaskan bahwa seseorang sepakat untuk ditempatkan ke majikan yang mengeksploitasi. Perlu dipahami bahwa sepakat yang dimaksud berarti telah terjadi perjanjian, dan harus memenuhi empat syarat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), ialah:
    1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. suatu pokok persoalan tertentu;
    4. suatu sebab yang tidak terlarang
     
    Kesepakatan memang menjadi salah satu syarat perjanjian. Akan tetapi perlu dilihat bahwa suatu sebab yang diperjanjikan harus sesuai hukum atau tidak terlarang. Dalam Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
     
    Dan berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian tersebut batal demi hukum, selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
     
    Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
     
    Oleh karena itu, kesepakatan atau perjanjian antara seseorang yang bekerja dan dieksploitasi oleh majikannya dikatakan batal demi hukum. Terlepas dari tidak sahnya perjanjian, kita lihat kembali definisi eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban. Dapat diketahui bahwa tindakan semacam ini termasuk ke dalam TPPO.
     
    Hal ini kembali ditegaskan dalam Pasal 26 UU 21/2007 sebagai berikut:
     
    Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang.
     
    Jadi, pelaku tetap dapat dituntut pidana atas perbuatan eksploitasi yang dilakukan walaupun telah mendapatkan persetujuan dari korban. Dengan kata lain, meskipun orang yang dieksploitasi setuju, tetap saja orang tersebut dikatakan sebagai korban, dengan catatan mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial karena TPPO.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    [1] Pasal 1 angka 7 UU 21/2007
    [2] Pasal 1 angka 3 UU 21/2007
    [3] Pasal 1 angka 2 UU 21/2007
    [4] Pasal 1 angka 9 UU 21/2007

    Tags

    hukumonline
    tindak pidana perdagangan orang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!