Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran

Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran

PERTANYAAN

Apakah perjanjian kawin harus selalu dicatatkan di Indonesia dan luar negeri sekaligus jika menikah dengan WNA?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Suatu perjanjian kawin dapat dikatakan sah apabila disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Perjanjian kawin dalam perkawinan campuran tidak selalu harus didaftarkan pada kedua negara. Perlu dicermati lagi mengenai harta yang dimuat dalam perjanjian kawin pasangan campuran tersebut, apakah harta yang dimuat dalam perjanjian kawin adalah harta yang berada di Indonesia dan di negara asal Warga Negara Asing tersebut.
     
    Dengan berpedoman lagi pada hakikat hukum benda mengikuti subjek yang memilikinya, maka jika dalam perjanjian perkawinan, harta yang dimasukkan dalam perjanjian hanya harta yang ada di Indonesia saja, berarti perjanjian tersebut didaftarkan di Indonesia, tidak perlu didaftarkan di luar negeri. Lain halnya jika harta yang diperjanjikan dalam perjanjian kawin juga ada harta yang berada di luar negeri.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Perjanjian Kawin
    Ketentuan mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).
     
    Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK 69/2015”):
     
    Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
     
    Putusan MK 69/2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement), tetapi juga bisa dibuat selama ikatan perkawinan (postnuptial agreement).
     
    Penjelasan selengkapnya mengenai perjanjian kawin dapat Anda simak dalam artikel Keberlakuan Putusan MK tentang Perjanjian Kawin Terhadap Perkawinan WNI.
     
    Pencatatan Perjanjian Kawin
    Berdasarkan hal tersebut, mengenai pencatatan perjanjian kawin dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan, dapat diketahui bahwa jika perjanjian kawin ingin mengikat/berlaku juga bagi pihak ketiga, maka harus disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris.
     
    Perjanjian kawin harus didaftarkan, untuk memenuhi unsur publisitas dari perjanjian kawin dimaksud. Supaya pihak ketiga (di luar pasangan suami atau istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan dalam perjanjian kawin yang telah dibuat oleh pasangan tersebut. Jika tidak didaftarkan, maka perjanjian kawin hanya mengikat/berlaku bagi para pihak yang membuatnya, yakni suami dan istri yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1313, 1314 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), di mana perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya.
     
    Sejak UU Perkawinan tersebut berlaku, maka pendaftaran/pengesahan/pencatatan perjanjian kawin tidak lagi dilakukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
     
    Jadi suatu perjanjian kawin dapat dikatakan sah apabila disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris.
     
    Untuk pasangan yang beragama Islam, pencatatannya dilakukan berdasarkan Surat Direktur  Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor: B. 2674/DJ.III/KW.00/9/2017. Surat Kementerian Agama 2017 mengatur bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung yang disahkan dengan akta notaris dapat dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (“PPN”). Perjanjian perkawinan itu dicatatkan pada kolom catatan pada akta nikah dan di kolom catatan status perkawinan dalam kutipan akta nikah. Terhadap perkawinan yang dicatat oleh negara lain, akan tetapi perjanjian perkawinan atau perubahan/pencabutan dibuat di Indonesia, maka pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan dimaksud, dibuat dalam bentuk surat keterangan oleh Kantor Urusan Agama (“KUA”) kecamatan.
     
    Sedangkan untuk yang non muslim, pencatatan perjanjian kawin dilakukan berdasarkan Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan (“Surat Dirjen 472.2/2017”), perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung dengan akta notaris dan dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Instansi Pelaksana. Terhadap pelaporan perjanjian perkawinan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPT Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan. Khusus untuk akta perkawinan atau nama lain yang diterbitkan oleh negara lain, tetapi perjanjian perkawinan atau perubahan dan pencabutannya dibuat di Indonesia, pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan dibuat dalam bentuk surat keterangan sebagaimana format pada Lampiran IIIA dan IIIB Surat Dirjen 472.2/2017
     
    Apakah Perjanjian Kawin Harus Selalu Dicatatkan di Indonesia dan Luar Negeri?
    Berdasarkan pertanyaan Anda kami asumsikan bahwa perjanjian kawin yang Anda maksud adalah perjanjian kawin antara Warga Negara Indonesia (“WNI”) dan Warga Negara Asing (“WNA”) yang perkawinannya dilakukan dan perjanjian kawinnya dibuat di Indonesia.
     
    Pada dasarnya, perjanjian kawin itu mengatur segala hal tentang harta kekayaan tetapi juga dapat mengatur mengenai hal-hal di luar itu yang disepakati oleh para pihak asal tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama, dan kepatutan atau kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”):
     
    Para calon suami istri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum.
     
    Menjawab pertayaaan Anda mengenai apakah perjanjian kawin harus selalu dicatatkan di Indonesia dan luar negeri, menurut hemat kami tidak selalu, perlu dicermati lagi mengenai harta yang dimuat dalam perjanjian kawin pasangan campuran tersebut. Apakah harta yang dimuat dalam perjanjian kawin adalah harta yang berada di Indonesia dan di negara asal WNA tersebut.
     
    Jika kita melihat pada ciri hukum benda bahwa benda itu mengikuti pemilik benda. Sebagaimana dijelaskan oleh Frieda Husni Hasbullah dalam bukunya Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan, (hal. 52) salah satu ciri hak kebendaan adalah droit de suite atau zaaksgevolg yaitu suatu hak yang terus mengukuti pemilik benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun.
     
    Berdasarkan hal tersebut, kami berpendapat bahwa jika dalam perjanjian perkawinan harta yang dimasukkan dalam perjanjian hanya harta yang ada di Indonesia saja berarti perjanjian tersebut harusnya didaftarkan di Indonesia tidak perlu didaftarkan di luar negeri. Namun, jika harta yang diperjanjikan dalam perjanjian kawin juga ada harta yang berada di luar negeri, maka seharusnya juga didaftarkan di luar negeri.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Praktisi Hukum, Irma Devita Purnamasari yang didapatkan dari acara Talkshow Kartini Day Kartini Zaman Now Paham Perjanjian Nikah (Pre & Post Marriage) dan Gono Gini, menurut Irma untuk menentukan perlu atau tidak mendaftarkan perjanjian kawin yang dibuat di Indonesia oleh pasangan campuran di luar negeri tempat asal WNA perlu melihat dan berpedoman lagi pada hakikat hukum benda mengikuti subjek yang memilikinya. Jika dalam perjanjian perkawinan harta yang dimasukkan dalam perjanjian hanya harta yang ada di Indonesia saja, berarti perjanjian tersebut harusnya didaftarkan di Indonesia tidak perlu didaftarkan di luar negeri kecuali jika harta yang diperjanjikan dalam perjanjian kawin juga ada harta yang berada di luar negeri.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.
     
    Referensi:
    Frieda Husni Hasbullah. 2005. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan. Jakarta: Ind-Hill-Co.
     
    Catatan:
    Pendapat Praktisi Hukum, Irma Devita Purnamasari, didapatkan dari Talkshow Kartini Day “Kartini Zaman Now Paham Perjanjian Nikah (Pre &Post Marriage) dan Gono Gini” pada Jumat, 12 April 2019.
     
     
     

    Tags

    kawin
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!