KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?

Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?

PERTANYAAN

Saya menikah dengan istri saya secara Islam baru 1 bulan, waktu malam pertama dia bilang pada saya kalau dia sudah tidak perawan lagi. Padahal sebelum nikah saya tahunya dia perawan dan belum hamil. Masuk bulan ke 2 ternyata benar cek ke dokter, usia kandungan sudah 4 bulan. Saya kaget dan kecewa banget. Sakit hati ini, saya merasa ditipu. Kalau saya mau mengajukan pisah bisakah? Itu masuknya perceraian atau pembatalan nikah ya? Apakah boleh menceraikan istri saat hamil? Jadi harus cerai atau pembatalan perkawinan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sebelum memutuskan untuk mengakhiri pernikahan, baik dengan perceraian atau pembatalan perkawinan, kami menyarankan Anda untuk memastikan kembali hal ini kepada Istri Anda dan bicara dari hati ke hati.

    Terhadap kondisi ini Anda sebagai suami yang merasa kecewa dengan kondisi istri yang sudah tidak perawan dan hamil sedangkan sebelumnya Anda mengetahui bahwa ia masih perawan dan tidak hamil, Anda lebih tepat untuk mengajukan pembatalan nikah sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) KHI.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pembatalan Nikah dan Perceraian yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 19 Juli 2019.

    KLINIK TERKAIT

    Cara Mengesahkan Perkawinan Campuran Secara Agama Islam

    Cara Mengesahkan Perkawinan Campuran Secara Agama Islam

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Aturan Perceraian Islam

    Menjawab pertanyaan Anda, kami sampaikan bahwa khusus yang beragama Islam, proses perceraian mengacu pada ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU 7/1989.

    Adapun aturan mengenai proses perceraian tersebut mengatur hal berikut.[1]

    1. pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua pihak;
    2. dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu;
    3. apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi;
    4. selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

    Kemudian, apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai.[2]

    Terkait kehadiran suami istri dalam sidang perceraian lebih lanjut, pada saat proses mediasi/perdamaian mungkin saja hakim membutuhkan kehadiran suami atau istri secara langsung tanpa diwakili kuasanya sehingga memerintahkannya untuk hadir.[3]

    Perlu diketahui bahwa perceraian yang sah hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.[4]

    Kemudian, untuk dapat melakukan perceraian, suami istri tersebut harus mempunyai alasan bahwa mereka tidak dapat hidup rukun lagi.[5] Adapun perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:[6]

    1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
    2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
    3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
    4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
    5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
    6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
    7. Suami melanggar taklik talak;
    8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

     

    Hukum Menceraikan Istri saat Hamil

    Menjawab pertanyaan Anda, apakah boleh menceraikan istri saat hamil, perlu diketahui bahwa baik UU Perkawinan, PP 9/1975, KHI, maupun hadits, tidak ada yang mengatur mengenai larangan menceraikan istri saat sedang hamil. Dengan demikian, suami bisa menceraikan istri dalam keadaan hamil.

     

    Pembatalan Perkawinan

    Mengenai pembatalan kawin, Pasal 27 UU Perkawinan jo. Pasal 72 KHI menerangkan ketentuan berikut.

    1. Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
    2. Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri
    3. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaanya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak dapat menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

    Lebih lanjut, berdasarkan keterangan Anda yang merasa kecewa dengan kondisi istri yang sudah tidak perawan dan hamil, sedangkan sebelumnya Anda mengetahui bahwa ia masih perawan dan tidak hamil, Anda dapat mengajukan pembatalan perkawinan atau pembatalan nikah. Namun, penting untuk diketahui bahwa pembatalan perkawinan atau pembatalan nikah ini hanya berlaku hingga jangka 6 bulan setelah Anda menikah. Apabila lewat dari 6 bulan, Anda dapat melakukan upaya pisah dengan perceraian.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait pembatalan nikah dan bolehkah menceraikan istri saat hamil sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    [1] Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 7/1989”)

    [2] Pasal 83 UU 7/1989

    [3] Pasal 142 ayat (2) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [4] Pasal 115 KHI

    [5] Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [6] Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 116 KHI

    Tags

    keluarga dan perkawinan
    perceraian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!