Terima kasih atas pertanyaan Anda.
setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
transaksi keuangan lainnya
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 23 UU Mata Uang kemudian mengatur larangan untuk menolak Rupiah sebagai alat pembayaran, sebagai berikut:
- Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat berujung pada sanksi berupa pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
[1] Tri Jata Ayu
kemudian menyimpulkan bahwa pengecualian penolakan Rupiah hanya berlaku dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang Rupiah. Di luar pengecualian itu, setiap orang dilarang menolak, termasuk dalam bentuk receh sekalipun.
Namun demikian, adanya sistem yang mewajibkan pembayaran secara elektronik tak dapat serta merta disamakan sebagai bentuk penolakan terhadap Rupiah.
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan
nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.
PBI 20/2018 memperkenalkan berbagai jenis pengelompokan Uang Elektronik. Berdasarkan
lingkup penyelenggaraannya, Uang Elektronik dapat dibedakan menjadi:
[3]closed loop, yaitu uang elektronik yang hanya dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang merupakan penerbit Uang Elektronik tersebut; dan
open loop, yaitu Uang Elektronik yang dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang bukan merupakan penerbit Uang Elektronik tersebut.
Selain itu, Uang Elektronik juga dapat dibedakan berdasarkan
media penyimpanannya yang berupa:
[4]server based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpan berupa server; dan
chip based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpan berupa chip.
Uang Elektronik juga dapat dibedakan berdasarkan
pencatatan data identitas penggunanya, berupa:
[5]unregistered, yaitu Uang Elektronik yang data identitas penggunanya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit; dan
registered, yaitu Uang Elektronik yang data identitas penggunanya terdaftar dan tercatat pada penerbit.
Setiap Uang Elektronik diisi dengan nilai Uang Elektronik tertentu. Nilai Uang Elektronik menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan BI 20/2018 adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana.
Sekalipun tidak berbentuk fisik, namun penyelenggaraan Uang Elektronik tetap wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi pembayaran yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[6] Selain itu,
Uang Elektronik yang diterbitkan di Indonesia wajib menggunakan satuan uang Rupiah. Pun demikian dengan transaksi yang menggunakan Uang Elektronik dan dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang juga diwajibkan untuk menggunakan Rupiah.
[7]
Dengan demikian, menurut hemat kami yang sesungguhnya terjadi bukanlah penolakan pembayaran menggunakan Rupiah, melainkan dorongan untuk mengonversi Rupiah ke dalam bentuk elektronik. Isi uang elektronik tetap dianggap sebagai Rupiah.
Dorongan konversi ini didasari atas sejumlah keunggulan yang dimiliki oleh Uang Elektronik.
Ahmad Hidayat, et.al., sebagaimana dikutip
Rachmadi Usman dalam tulisannya di
Jurnal Yuridika - Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 32 No. 1 berjudul
Karakteristik Uang Elektronik dalam Sistem Pembayaran (hal. 136) menyatakan bahwa kemunculan uang elektronik merupakan jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah, karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses secara cepat secara
off-line, aman dan murah.
Dengan demikian, penggunaan Uang Elektronik ditujukan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi dalam transaksi pembayaran.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 33 ayat (2) UU Mata Uang
[2] Pasal 1 angka 3 PBI 20/2018
[3] Pasal 3 ayat (1) PBI 20/2018
[4] Pasal 3 ayat (2) huruf a PBI 20/2018
[5] Pasal 3 ayat (2) huruf b PBI 20/2018
[6] Pasal 44 huruf a PBI 20/2018