Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pidana untuk Advokat Gadungan

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Jerat Pidana untuk Advokat Gadungan

Jerat Pidana untuk Advokat Gadungan
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Pidana untuk Advokat Gadungan

PERTANYAAN

Bagaimana jika ada orang yang pura-pura jadi advokat, punya kartu keanggotaan PERADI palsu, dan telah menerima uang dari orang yang telah menjadi kliennya karena sudah berkonsultasi. Sepengetahuan saya, perbuatan advokat gadungan termasuk tindak pidana pemalsuan surat dan penipuan dalam KUHP. Namun, UU Advokat juga mengatur sanksi untuk advokat palsu. Hukum mana yang dipakai?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, untuk menjerat orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, maka sanksi yang digunakan dapat mengacu pada ketentuan KUHP atau UU 1/2023 tentang tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana penipuan.

    Lalu, secara historis, perihal sanksi untuk orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, diatur di Pasal 31 UU Advokat. Namun dalam perkembangannya, Pasal 31 UU Advokat telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004. Lantas, apa ketentuan hukum yang dapat menjerat advokat gadungan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 25 Juli 2019.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Dapatkah Advokat Melamar Jadi PNS?

    Dapatkah Advokat Melamar Jadi PNS?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Memalsukan Kartu Advokat

    Berdasarkan pertanyaan Anda, kartu PERADI yang Anda maksud kami asumsikan sebagai Kartu Tanda Pengenal Advokat (“KTPA”). Pada dasarnya, seseorang yang membuat KTPA/ kartu advokat palsu berpotensi dipidana berdasarkan tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    Pasal 263 KUHPPasal 391 UU 1/2023
    1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
    2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
    1. Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[2]
    2. Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana sama dengan ayat (1).

    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Surat yang dipalsukan itu di antaranya harus surat yang dapat menerbitkan suatu hak.

    Sebagaimana kami sarikan, R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 196) juga menjelaskan unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat sebagai berikut:

    1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
    2. Penggunaannya itu harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup, yang diartikan dengan “kerugian” di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya.
    3. Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja “memalsukan” surat, tetapi juga “sengaja mempergunakan” surat palsu. “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu.
    4. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.

    Unsur-unsur Pasal 263 KUHP dan Pasal 391 UU 1/2023 serta penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.

    Baca juga: Tahapan Menjadi Advokat di Indonesia 

    Menipu Orang dengan Cara Berpura-pura sebagai Advokat

    Adapun orang yang berpura-pura sebagai advokat pun bisa saja dipidana karena penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP atau Pasal 492 UU 1/2023 sebagai berikut:

    Pasal 378 KUHPPasal 492 UU 1/2023
    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[3]

    Dari bunyi pasal penipuan di atas, menurut R. Sugandhi dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya (hal. 396-397), unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah

    1. tindakan seseorang dengan tipu muslihat;
    2. rangkaian kebohongan;
    3. nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.

    Menurut hemat kami, unsur-unsur terkait tindak pidana penipuan terpenuhi, karena orang tersebut dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, dengan cara berpura-pura menjadi advokat untuk menggerakan orang lain (kliennya) untuk menyerahkan uangnya kepada orang yang berpura-pura sebagai advokat tersebut.

    Penjelasan selengkapnya mengenai pasal penipuan dapat Anda simak di Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

    Lex Specialis Derogat Legi Generalis

    Perlu diketahui, bahwa benar pada dasarnya orang yang berpura-pura sebagai advokat tersebut memenuhi unsur-unsur pidana yang disebutkan di atas berdasarkan KUHP atau UU 1/2023.

    Namun, perlu dilihat bahwa terdapat aturan yang lebih khusus yaitu UU Advokat, sehingga dalam kasus ini berlaku asas lex specialis derogat legi generalis, yang artinya hukum khusus menyampingkan hukum umum.[4]

    Hal ini didasarkan pada Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023, yang berbunyi:

    Pasal 63 ayat (2) KUHPPasal 125 ayat (2) UU 1/2023
    Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain,

    Baca juga: 3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta Contohnya

    Secara historis, perihal sanksi untuk orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, diatur di Pasal 31 UU Advokat sebagai berikut: 

    Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.

    Namun dalam perkembangannya, Pasal 31 UU Advokat telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, sehingga ketentuan tersebut sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Untuk mempermudah pemahaman Anda, berikut kami uraikan pertimbangan putusan tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Memang Boleh?

    1. Pasal 31 UU Advokat bukan hanya mengakibatkan tidak memungkinkan lagi berperannya lembaga-lembaga sejenis Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum di lingkungan kampus yang memberikan bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Ketentuan dalam Pasal 31 UU Advokat juga dapat mengancam setiap orang yang hanya bermaksud memberikan penjelasan mengenai suatu persoalan hukum. Sehingga, jika seseorang yang memberi penjelasan hukum menerima pemberian yang tidak dimaksudkan sebagai honorarium oleh pihak yang memberi, dapat dituduh telah melakukan perbuatan “bertindak seolah-olah sebagai advokat” dan karenanya diancam dengan pidana yang sedemikian berat (hal. 16);
    2. Menurut Pasal 28F UUD 1945, memilih sumber informasi yang dipandang tepat dan terpercaya adalah hak semua orang. Di lain sisi, Pasal 31 UU Advokat jo. Pasal 1 angka 1 UU Advokat membatasi kebebasan seseorang untuk memilih sumber informasi, karena seseorang yang melakukan konsultasi hukum di luar pengadilan hanya dibenarkan apabila sumber informasi tersebut adalah seorang advokat. Sehingga, jika seseorang bukan advokat memberikan informasi hukum, ia berpotensi diancam pidana berdasarkan Pasal 31 UU Advokat (hal. 16);
    3. Sebagai undang-undang yang mengatur profesi, seharusnya UU Advokat tidak boleh dimaksudkan sebagai sarana legalisasi dan legitimasi bahwa yang boleh tampil di depan pengadilan hanya advokat, karena hal tersebut harus diatur dalam hukum acara, padahal hukum acara yang berlaku saat ini tidak atau belum mewajibkan pihak-pihak yang berperkara untuk tampil dengan menggunakan pengacara (verplichte procureurstelling). Oleh karena tidak atau belum adanya kewajiban demikian menurut hukum acara, maka pihak lain di luar advokat tidak boleh dilarang untuk tampil mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan (hal. 16).

    Karena telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, maka yang dapat digunakan adalah sanksi di KUHP atau UU 1/2023. Terhadap advokat gadungan bisa dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 KUHP atau Pasal 391 UU 1/2023, atau dengan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP atau 492 UU 1/2023.

    Sebagai informasi tambahan, pada praktiknya penegak hukum khususnya penuntut umum dapat memberikan lebih dari satu dakwaan. Sehingga hal ini memungkinkan juga beberapa rumusan pidana yang telah kami jelaskan di atas diajukan secara bersamaan dalam satu surat dakwaan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    2. Undang-Undang Dasar 1945;
    3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004.

    Referensi:

    1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
    2. R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. 1980;
    3. Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [4] Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015, hal. 504

     

    Tags

    advokat
    penipuan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!