Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mengganti Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan Perusahaan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Mengganti Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan Perusahaan

Mengganti Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan Perusahaan
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Mengganti Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan Perusahaan

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya jika sebuah perusahaan membuat peraturan perusahaan (PP), sementara pada perusahaan tersebut sudah ada perjanjian kerja bersama (PKB) yang sudah disahkan dan sedang berjalan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penggantian perjanjian kerja Bersama (“PKB”) dengan peraturan perusahaan (“PP”) hanya dapat dilakukan dengan dua syarat. Pertama, di dalam perusahaan tidak lagi terdapat serikat pekerja/serikat buruh; dan kedua, ketentuan di dalam PP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan di dalam PKB.
     
    Selain itu, pembentukan PP sebagai pengganti PKB pun tetap tunduk pada tata cara pembentukan PP di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan turunannya. Pembuatan PP pengganti PKB tidak boleh dilakukan sepihak oleh pengusaha tanpa mendengar masukan dari pekerja/buruh.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami akan mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”).
     
    Menurut UU 13/2003, yang dimaksud sebagai peraturan perusahaan (“PP”) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.[1] Sementara perjanjian kerja Bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.[2]
     
    PP bersifat wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 orang pekerja dan mulai berlaku sejak disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Namun kewajiban ini tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki PKB.[3]
     
    Perbedaan antara PP dan PKB terletak pada inisiatif pembuatannya. PP disusun oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha yang bersangkutan. Namun dalam proses penyusunannya, pengusaha memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh pada perusahaan tersebut. Apabila di dalam perusahaan telah terdapat serikat, maka wakil pekerja/buruh merupakan pengurus serikat. Sementara jika di dalam perusahaan belum terbentuk serikat, maka wakil pekerja dalam penyusunan PP dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan buruh.[4] Dapat dikatakan, pembuatan PP bersifat top-down dari pengusaha kepada pekerja atau buruh.
     
    Berbeda dengan PP, PKB dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha melalui mekanisme musyawarah.[5]
     
    Budi Santoso dalam bukunya Hukum Ketenagakerjaan Perjanjian Bersama: Teori, Cara Pembuatan, dan Kasus (hal. 35) secara garis besar menyebut bahwa pembuatan PP merupakan kewajiban pengusaha. Masukan yang disampaikan oleh serikat pekerja dan/atau wakil pekerja hanya bersifat saran dan pertimbangan, artinya tidak harus dipenuhi. Oleh karena itu, pembuatan PP tidak dapat diperselisihkan. Ini berbeda dengan pembuatan PKB yang bisa diperselisihkan manakala kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan.
     
    Dapat dipahami bahwa pembuatan PKB harus mengakomodasi kepentingan pengusaha dan pekerja sekaligus. Dengan demikian, keberadaan PKB lebih menguatkan posisi pekerja di dalam perusahaan dibanding PP.
     
    Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Haiyani Rumondang dalam artikel Idealnya Setiap Perusahaan Punya Perjanjian Kerja Bersama pun turut menegaskan posisi penting PKB. Menurutnya, kondisi hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan tidak hanya ditentukan oleh penetapan upah tapi juga oleh pembentukan sarana-sarana hubungan industrial yang ada di perusahaan seperti pembuatan PKB yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara manajemen dan serikat pekerja.
     
    Posisi PKB yang lebih kuat dibanding PP juga disiratkan dalam beberapa bagian UU 13/2003. Sebagai contoh, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa selama masa berlakunya PP, apabila serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan PKB bersama, maka pengusaha wajib melayani.[6]
     
    Lebih lanjut berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 28/2014”) bahwa pengusaha harus melayani serikat pekerja/serikat buruh yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB dengan ketentuan apabila:
    1. serikat pekerja/serikat buruh telah tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU 21/2000”); dan
    2. memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
     
    Barulah apabila perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan, maka PP tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya.[7]
     
    Bolehkah PKB Digantikan Oleh PP?
    UU 13/2003 sendiri telah menyediakan jawaban atas pertanyaan Anda mengenai boleh tidaknya PKB yang masih berlaku digantikan oleh PP.
     
    Sebuah PKB memiliki masa berlaku paling lama dua tahun. PKB tersebut dapat diperpanjang selama satu tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. Sementara itu, perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat tiga bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila perundingan tersebut gagal mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama satu tahun.[8]
     
    Selain itu, UU 13/2003 juga mengondisikan PKB agar sulit diganti atau diberhentikan keberlakuannya. Perubahan PKB didasarkan atas kesepakatan pekerja dan pengusaha. Perubahan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.[9]
     
    Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB. Sementara apabila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai PKB maka PKB yang berlaku adalah PKB yang lebih menguntungkan pekerja/buruh.[10]
     
    Larangan mengganti PKB dengan PP secara spesifik kemudian diatur dalam Pasal 129 UU 13/2003. Pasal tersebut menguraikan bahwa pengusaha dilarang mengganti PKB dengan PP, selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh. Apabila di dalam perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan PKB diganti dengan PP, maka ketentuan yang ada di dalam PP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada di dalam PKB.
     
    Dengan demikian, terdapat setidaknya dua syarat penggantian PKB dengan PP. Pertama, di dalam perusahaan tidak lagi terdapat serikat buruh; dan kedua, ketentuan di dalam PP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan di dalam PKB. Selain itu, pembentukan PP sebagai pengganti PKB pun tetap tunduk pada tata cara pembentukan PP di dalam UU 13/2003 dan peraturan perundang-undangan turunannya. Akibatnya, pembuatan PP pengganti PKB tidak boleh dilakukan sepihak oleh pengusaha tanpa mendengar masukan dari pekerja/buruh.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
     
    Referensi:
    Budi Santoso. Hukum Ketenagakerjaan Perjanjian Bersama: Teori, Cara Pembuatan, dan Kasus. Malang: UB Press, 2012.

    [1] Pasal 1 angka 20 UU 13/2003
    [2] Pasal 1 angka 21 UU 13/2003
    [3] Pasal 108 UU 13/2003.
    [4] Pasal 109 dan 110 UU 13/2003
    [5] Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003
    [6] Pasal 111 ayat (4) UU 13/2003
    [7] Pasal 111 ayat (5) UU 13/2003
    [8] Pasal 123 UU 13/2003
    [9] Pasal 125 UU 13/2003
    [10] Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003

    Tags

    hukumonline
    google

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!