Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Pemerintah Membeli Tanah HGB Milik BUMN?

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Bolehkah Pemerintah Membeli Tanah HGB Milik BUMN?

Bolehkah Pemerintah Membeli Tanah HGB Milik BUMN?
Rizky P.P. Karo Karo, S.H., M.H.LKBH Fakultas Hukum UPH
LKBH Fakultas Hukum UPH
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Pemerintah Membeli Tanah HGB Milik BUMN?

PERTANYAAN

Apakah pemerintah boleh membeli tanah HGB milik BUMN melalui proses pengadaan tanah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pemerintah pada dasarnya boleh membeli tanah Hak Guna Bangunan ("HGB") milik Badan Usaha Milik Negara ("BUMN") untuk tujuan pengadaan tanah demi kepentingan umum. Hal ini mengingat, BUMN merupakan entitas hukum yang terpisah dari pemerintah. Proses jual belinya tetap tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tanah HGB, peraturan tentang harta kekayaan milik BUMN, dan memperhatikan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Hak Guna Bangunan (HGB)
    Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa:
     
    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
     
    Kata “dikuasai” yang digunakan disini bukan berarti memiliki, melainkan harus dimaknai memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk mengelola bumi dan kekayaan alam Indonesia.
     
    Penguasaan negara ini juga bukan berarti individu tidak dapat mempunyai hak atas tanah. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (“UUPA”) terdapat beberapa jenis hak atas tanah bagi individu, antara lain hak milik, hak guna bangunan (“HGB”), hak guna usaha, dan hak pakai.[1]
     
    Meurut UUPA, HGB didefinisikan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling 20 tahun. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[2] HGB hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia, serta badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.[3]
     
    Berdasarkan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah (“PP 40/1996”), peralihan HGB terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan. Peralihan HGB harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.[4]
     
    Peralihan HGB karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah, harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. Sedangkan peralihan HGB karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Adapun peralihan HGB atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. Peralihan HGB atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.[5]
     
    Pengadaan Tanah HGB BUMN untuk Kepentingan Umum
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) merupakan salah satu badan usaha yang didirikan di Indonesia, serta dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, BUMN dapat menjadi penyandang HGB.
     
    Pengertian BUMN dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“UU BUMN”), yang berbunyi:
     
    Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
     
    Menurut hemat kami, sekalipun berstatus milik negara, BUMN merupakan sebuah entitas hukum yang terpisah. Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi, yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.[6] Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pemerintah dapat membeli tanah yang berstatus HGB atas nama BUMN, dengan perjanjian jual beli.
     
    Lebih lanjut, di dalam pertanyaan, Anda menyinggung bahwa pembelian tanah HGB milik BUMN tersebut akan digunakan untuk pengadaan tanah. Oloan Sitorus dan Dayat Limbong dalam buku Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (hal. 5) menguraikan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah yang dimaksud terbagi menjadi dua subsistem, yaitu:
    1. pengadaan tanah oleh pemerintah karena kepentingan umum;
    2. pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan kepentingan umum (komersial).
     
    Anda tidak merinci lebih lanjut apakah maksud pembelian tanah HGB milik BUMN tersebut demi kepentingan umum, atau untuk menambah aset/penanaman modal. Kami berasumsi bahwa tujuan pembelian tanah melalui proses pengadaan tersebut demi kepentingan umum.
     
    Negara, yang dalam hal ini diwakili pemerintah, memiliki hak untuk melakukan pengadaan tanah demi kepentingan umum. Definisi formal pengadaan tanah tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum (“UU 2/2012”), yang selengkapnya berbunyi:
     
    Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
     
    Pengadaan tanah tidak dapat dipisahkan dari kepentingan umum. Kepentingan umum sendiri ditafsirkan sebagai kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.[7]
     
    Menurut Maria S.W. Sumardjono dalam buku Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (hal. 280), pengadaan tanah untuk pelbagai kepentingan seringkali menimbulkan konflik atau permasalahan dalam pelaksanaanya. Hal ini disebabkan oleh kesenjangan antara das sollen sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan das sein berupa kenyataan yang terjadi di lapangan.
     
    Oleh karenanya, pembelian tanah HGB milik BUMN melalui proses pengadaaan tanah tetap tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tanah HGB, peraturan tentang harta kekayaan milik BUMN, dan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    1. Maria S.W. Soemardjono. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta: Kompas, 2008.
    2. Oloan Sitorus dan Dayat Limbong. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Yogyakarta:  Mitra Kebijakan Tanah, 2004.
     

    [1] Pasal 16 ayat (1) UUPA
    [2] Pasal 35 UUPA
    [3] Pasal 36 ayat (1) UUPA
    [4] Pasal 34 ayat (3) PP 40/1996
    [5] Pasal 34 ayat (4), (5), (6), dan (7) PP 40/1996
    [6] Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU BUMN
    [7] Pasal 1 angka 9 UU 2/2012

    Tags

    badan usaha milik negara
    pertanahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!