Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status Karyawan dalam Perusahaan Joint Venture

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Status Karyawan dalam Perusahaan Joint Venture

Status Karyawan dalam Perusahaan <i>Joint Venture</i>
Adv. Ibrahim, SH., CLA., CIL.Kongres Advokat Indonesia
Kongres Advokat Indonesia
Bacaan 10 Menit
Status Karyawan dalam Perusahaan <i>Joint Venture</i>

PERTANYAAN

Perusahaan A join dengan perusahaan B. Karyawan A kemudian diharuskan bekerja di perusahaan A dan B sekaligus. Bagaimana status karyawan tersebut ditinjau dari sisi hukum perburuhan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Untuk menentukan status karyawan pasca joint venture antara dua perusahaan, ada perlunya perjanjian kerja antara karyawan dan perusahaan ditinjau terlebih dahulu. Apabila kewajiban untuk bekerja pada kedua perusahaan joint venture tidak diatur dan bertentangan dengan isi perjanjian kerja, maka dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan suatu bentuk wanprestasi. Apabila terdapat tekanan terhadap karyawan untuk tetap melaksanakan pekerjaan pada dua perusahaan, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan berikut.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Joint Venture
    Setelah kami mencermati pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa yang Anda maksud sebagai join adalah joint venture atau usaha modal ventura, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura (“POJK 35/2015”). Menurut Pasal 1 angka 1 POJK 35/2015:
     
    Usaha Modal Ventura adalah usaha pembiayaan melalui penyertaan modal dan/atau pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam rangka pengembangan usaha pasangan usaha atau debitur.
     
    Adapun perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha modal ventura, pengelolaan dana ventura, kegiatan jasa berbasis fee, dan kegiatan usaha lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.[1]
     
    Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Pengaturan dan Pengawasan Pelaksanaan Joint Venture, joint venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan penanaman modal asing sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal tersebut berbunyi:
     
    Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
     
    Namun demikian, dalam artikel Syarat Dua Perusahaan Dalam Negeri Membuat Joint Venture diuraikan bahwa mengingat joint venture pada dasarnya merupakan upaya patungan modal, maka dimungkinkan pula bagi dua perusahaan dalam negeri untuk membentuk suatu joint venture company.
     
    Baca juga: Perbedaan Joint Venture dengan Merger dan Akuisisi
     
    Status Karyawan pasca Joint Venture
    POJK 35/2015 sendiri tidak mengatur perihal status ketenagakerjaan di dalam perusahaan joint venture. Dengan demikian, menurut hemat kami, pengaturannya dikembalikan kepada dua produk peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).
     
    UU Ketenagakerjaan mengatur ketenagakerjaan secara materiel, yang berisi pengaturan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak yang menjadi subjek pengaturan UU Ketenagakerjaan. Di sisi lain, UU PPIH mengatur urusan ketenagakerjaan secara formal, mencakup pengaturan atas cara dan prosedur para pihak membela haknya apabila terjadi sengketa.
     
    Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa :
     
    Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
     
    Sementara itu, pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.[2] Hubungan antara pekerja/buruh disebut dengan hubungan kerja, yang didefinisikan oleh Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
     
    Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
     
    Dengan demikian maka harus dipahami terlebih dahulu bahwa hubungan Anda dan perusahaan tempat Anda bekerja didasarkan pada perjanjian kerja, unsur perkerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja sendiri adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[3]
     
    Dalam kaitannya dengan permasalahan Anda, dimana perusahaan tempat Anda bekerja melakukan joint venture dan Anda diminta bekerja untuk kedua perusahaan tersebut, maka Anda harus melihat kembali isi dari perjanjian kerja yang telah Anda sepakati dengan perusahaan tempat Anda bekerja.
     
    Apabila hal tersebut tidak diatur dan bertentangan dengan isi perjanjian kerja Anda, ataupun perjanjian kerja addendum (tambahan) atau amandemen (perubahan), maka dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan suatu bentuk wanprestasi. Apabila terdapat tekanan terhadap Anda untuk tetap melaksanakannya, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum.
     
    Pihak yang melakukan joint venture/penyertaan modal di perusahaan tempat Anda bekerja sejak awal bukan merupakan pihak dalam perjanjian kerja. Dengan demikian status Anda tetap menjadi karyawan di perusahaan asal Anda dan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pihak manapun selain terhadap pemberi kerja dalam perjanjian kerja. Kewajiban tersebut terbatas pada apa yang diatur dalam perjanjian kerja yang telah Anda sepakati.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     

    [1] Pasal 1 angka 2 POJK 35/2015
    [2] Pasal 1 angka 4 UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    ketenagakerjaan
    buruh

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!