Apabila isi konten yang disebarkan tersebut bukan hoax atau memang suatu fakta yang terjadi, apakah itu termasuk perbuatan pencemaran nama baik?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, pencemaran nama baik dalam UU ITE dan perubahannya merupakan delik aduan absolut, sehingga agar perbuatan pencemaran nama baik tersebut dapat diproses secara hukum, harus ada pengaduan dari korban secara langsung. Lalu, apabila memviralkan suatu fakta di media sosial, apakah ini termasuk pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Pencemaran Nama Baik yang dibuat oleh Rizky P.P. Karo Karo, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 30 Oktober 2019, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya oleh Erizka Permatasari, S.H pada 16 Juli 2021.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik (defamation) adalah perbuatan yang dilarang dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1]yaitu tahun 2026 maupun diatur dalam UU ITE dan perubahannya.
Adapun dalam KUHP maupun UU 1/2023, pasal pencemaran nama baik baik tersebar pada beberapa pasal, yakni:
Pencemaran secara lisan (Pasal 310 ayat (1) KUHP atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023);
Pencemaran secara tertulis (Pasal 310 ayat (2) KUHP atau Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023);
Fitnah (Pasal 311 KUHP atau Pasal 434 ayat UU 1/2023);
Penghinaan ringan (315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023);
Pengaduan palsu/fitnah (317 KUHP atau Pasal 437 UU 1/2023);
Persangkaan palsu (318 KUHP atau Pasal 438 UU 1/2023);
Penghinaan kepada orang yang sudah mati (Pasal 320-321 KUHP atau Pasal 439 UU 1/2023).
Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE
Adapun pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Lebih lanjut, kami menguraikan unsur-unsur dalam Pasal 27A UU 1/2024 sebagai berikut:
Setiap orang. Penyebar dapat menjadi tersangka/terdakwa tindak pidana jika penyebar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Harus dianalisis secara mendalam siapa penyebar utama konten tersebut.
Dengan sengaja. Unsur ini harus dibuktikan kepada siapa penyebar memberitahukan konten tersebut dan dengan tujuan apa. Apakah tujuan dibuatnya konten untuk menjelek-jelekan secara personal atau untuk memberi tahu adanya dugaan suatu tindak pidana?
Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal.
Dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik. Unsur ini sudah terpenuhi jika konten tersebut dapat diakses oleh berbagai pihak dan diketahui oleh umum.
Adapun ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 27A UU 1/2024 adalah dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 menerangkan perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Selain itu, diatur pula soal ancaman pencemaran dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau oranglain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membukarahasia, memaksa orang supaya:
memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik oranglain; atau
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, sebagaimana disebutkan Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024.
Pelanggar Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024.
Namun patut dicatat, Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan absolut yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.[2]
Kemudian menyambung pertanyaan Anda, tentang apabila isi konten tersebut merupakan sebuah fakta atau kenyataan, bisakah termasuk dalam pencemaran nama baik? Sepanjang penelusuran kami berdasarkan Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik sebelum diubah dengan Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka bukan termasuk delik pencemaran nama baik (hal. 11).
Dengan demikian, kami berpendapat konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sehingga dari konten dan konteks tersebut perlu ditafsirkan lebih lanjut apakah benar memenuhi unsur pencemaran nama baik atau tidak.