Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Merek Berbau Pornografi
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Merek yang digunakan pada makanan/minuman yang dijual dapat dikategorikan sebagai merek dagang, yaitu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.
[1]
Hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut terdaftar.
[2] Hak atas merek sendiri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
[3]
Akan tetapi, merek tidak dapat didaftarkan apabila:
[4]bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Dalam Penjelasan Pasal 20 huruf a UU 20/2016 diuraikan bahwa:
Yang dimaksud dengan "bertentangan dengan ketertiban umum" adalah tidak sejalan dengan peraturan yang ada dalam masyarakat yang sifatnya menyeluruh seperti menyinggung perasaan masyarakat atau golongan, menyinggung kesopanan atau etika umum masyarakat, dan menyinggung ketentraman masyarakat atau golongan.
Dengan demikian, merek yang memuat unsur pelecehan terhadap alat kelamin yang Anda maksudkan seharusnya tidak dapat didaftarkan.
Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana
Pencantuman merek makanan/minuman yang mengandung unsur pornografi di atas juga berpotensi dijerat dengan beberapa sanksi, baik administratif maupun pidana. Pasal 67 huruf p
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan (“Peraturan BPOM 31/2018”) melarang pelaku usaha untuk mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim, dan/atau visualisasi yang menimbulkan gambaran/persepsi yang bertentangan dengan norma kesusilaan, etika, atau ketertiban umum.
Atas pelanggaran ketentuan tersebut, berlaku Pasal 71 ayat (1) Peraturan BPOM 31/2018, yang berbunyi:
Setiap Orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Badan ini dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
b. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; dan/atau
c. pencabutan izin.
Di sisi lain, merek yang mengandung unsur pelecehan atas alat kelamin juga berpotensi dijerat dengan ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Definisi pornografi dalam undang-undang tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU Pornografi, yang berbunyi:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dengan demikian, menurut hemat kami, merek berbentuk gambar atau tulisan juga berpotensi dikategorikan sebagai sebuah pornografi. Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi mengatur bahwa:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
alat kelamin; atau
pornografi anak
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat alat kelamin
dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.
[5]
Sedangkan apabila tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
[6] Selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan tiga dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal yang dijatuhkan.
[7]
Selain pidana pokok, korporasi juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pembekuan izin usaha, pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, dan pencabutan status badan hukum.
[8]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 2 UU 20/2016
[3] Pasal 1 angka 5 UU 20/2016
[6] Pasal 40 ayat (1) UU Pornografi
[7] Pasal 40 ayat (7) UU Pornografi
[8] Pasal 41 UU Pornografi