Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Honorarium untuk Dewan Pengawas Syariah

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Aturan Honorarium untuk Dewan Pengawas Syariah

Aturan Honorarium untuk Dewan Pengawas Syariah
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Aturan Honorarium untuk Dewan Pengawas Syariah

PERTANYAAN

Dalam hal pemberian remunerasi atau honorarium kepada Dewan Pengawas Syariah Bank Umum Syariah, apakah cukup ditentukan oleh Direksi atau harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dewan Pengawas Syariah adalah pihak yang berwenang dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi bank syariah atau bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (“UUS”) serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah diberikan remunerasi berdasarkan kebijakan remunerasi yang ditentukan oleh Direksi bank syariah atau bank konvensional yang memiliki UUS.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Siapa Berwenang Menentukan Remunerasi untuk Dewan Pengawas Syariah? yang dibuat oleh Sigar Aji Poerana, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 1 Oktober 2019.

    KLINIK TERKAIT

    Dana Pembiayaan Syariah Tak Dicairkan Sesuai Akad, Bolehkah?

    Dana Pembiayaan Syariah Tak Dicairkan Sesuai Akad, Bolehkah?

     

    Dewan Pengawas Syariah

    Dewan Pengawas Syariah (DPS) diatur dalam UU Perbankan Syariah. Pasal 1 angka 1 UU Perbankan Syariah menerangkan bahwa:

    Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Unit usaha Syariah (“UUS”) yang dimaksud di atas didefinisikan dalam Pasal 1 angka 10 UU Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa:

    Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

    Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu pengertian Dewan Pengawas Syariah.

    Dewan Pengawas Syariah adalah pihak yang berwenang dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi bank syariah atau bank konvensional yang memiliki uus serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 UU Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa:

    1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
    2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
    3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
    4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

    Berdasarkan bunyi pasal tersebut, Dewan Pengawas Syariah wajib dimiliki oleh bank syariah dan bank umum konvensional yang memiliki UUS. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.  

    Dengan demikian, fungsi Dewan Pengawas Syariah amatlah penting guna memastikan bahwa berjalannya bank syariah telah sesuai dengan syariat Islam.

     

    Remunerasi untuk Dewan Pengawas Syariah

    Remunerasi atau honorarium yang diterima oleh Dewan Pengawas Syariah diatur dalam POJK 59/2017. Remunerasi didefinisikan dalam Pasal 1 angka 7 POJK 59/2017, yang menyatakan bahwa:

    Remunerasi adalah imbalan yang ditetapkan dan diberikan kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau Pegawai baik yang bersifat tetap maupun variabel dalam bentuk tunai maupun tidak tunai sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.

    Pasal 3 dan Pasal 4 POJK 59/2017 kemudian menegaskan:

    Pasal 3

    Bank wajib memiliki kebijakan Remunerasi secara tertulis bagi Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan Pegawai.

    Pasal 4

    1. Direksi wajib menyusun kebijakan Remunerasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
    2. Kebijakan Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. struktur Remunerasi yang paling sedikit mencakup:
    1. skala Remunerasi berdasarkan tingkat dan jabatan; dan
    2. komponen Remunerasi; dan
    1. metode dan mekanisme penetapan Remunerasi.

    Direksi yang dimaksud merupakan direksi sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 109 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 5 UU PT yaitu:

    Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka pihak yang berwenang untuk menyusun kebijakan remunerasi untuk Dewan Pengawas Syariah adalah direksi dari bank syariah atau bank konvensional yang memiliki UUS.

     

    Peran RUPS dan Dewan Komisaris dalam Kebijakan Remunerasi

    Meski demikian, menurut hemat kami, kebijakan remunerasi masih harus disampaikan kepada Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena kebijakan remunerasi mempengaruhi rencana kerja dan anggaran perusahaan. Hal ini mengingat Pasal 63 dan Pasal 64 ayat (1) UUPT, yang berbunyi:

    Pasal 63

    1. Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
    2. Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk tahun buku yang akan datang.

    Pasal 64 ayat (1)

    Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.

    Maka dari itu, rencana kebijakan remunerasi untuk Dewan Pengawas Syariah harus disampaikan melalui rencana kerja kepada Dewan Komisaris atau RUPS. Selain itu, Dewan Komisaris juga memiliki peran dalam penyelenggaraan kebijakan remunerasi, yaitu dalam bentuk pengawasan dan evaluasi berkala, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (1) POJK 59/2017 yang masing-masing berbunyi:

    Pasal 6

    Dewan Komisaris wajib paling sedikit melaksanakan:

    1. pengawasan terhadap penerapan kebijakan Remunerasi; dan
    2. evaluasi secara berkala terhadap kebijakan Remunerasi atas dasar hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

    Pasal 7 ayat (1)

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Dewan Komisaris wajib membentuk komite Remunerasi.

    Komite remunerasi wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab paling sedikit:[1]

    1. melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi yang didasarkan atas kinerja, risiko, kewajaran dengan peer group, sasaran dan strategi jangka panjang bank, pemenuhan cadangan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, serta potensi pendapatan bank di masa yang akan datang;
    2. menyampaikan hasil evaluasi dan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai:
      1. kebijakan remunerasi bagi direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah untuk disampaikan kepada RUPS; dan
      2. kebijakan remunerasi bagi pegawai secara keseluruhan untuk disampaikan kepada Direksi;
    3. memastikan bahwa kebijakan remunerasi telah sesuai dengan ketentuan; dan
    4. melakukan evaluasi secara berkala terhadap penerapan kebijakan remunerasi.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Bingung menentukan keterkaitan pasal dan kewajiban bisnis Anda, serta keberlakuan peraturannya? Ketahui kewajiban dan sanksi hukum perusahaan Anda dalam satu platform integratif dengan Regulatory Compliance System dari Hukumonline, klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 59/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Penerapan Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

    [1] Pasal 9 POJK 59/2017

    Tags

    bank syariah
    perbankan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!