Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Dana CSR Digunakan Sebelum Dicatat dalam Kas Daerah?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Dapatkah Dana CSR Digunakan Sebelum Dicatat dalam Kas Daerah?

Dapatkah Dana CSR Digunakan Sebelum Dicatat dalam Kas Daerah?
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dapatkah Dana CSR Digunakan Sebelum Dicatat dalam Kas Daerah?

PERTANYAAN

Apakah dana Corporate Social and Responsibility (CSR) bisa langsung digunakan sebelum tercatat di kas daerah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam bentuknya sebagai bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dapat dikategorikan sebagai hibah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya.
     
    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2019 kemudian menguraikan bahwa hibah harus dicatatkan dan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebelum digunakan, setelah adanya kepastian pendapatan tersebut.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Corporate Social Responsibility (CSR)
    Letezia Tobing dalam artikel Aturan-Aturan Hukum Corporate Social Responsibility menyamakan pengertian Corporate Social Responsibility dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Pengertian TJSL sendiri dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), yang berbunyi:
     
    Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
     
    Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL.[1]
     
    Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UUPT menerangkan bahwa:
    1. Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
    2. Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
    3. Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
     
    TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.[2] Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan TJSL dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
     
    Sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”), TJSL dilaksanakan oleh direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.[4] Rencana kerja tahunan perseroan memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan TJSL.[5] Pelaksanaan TJSL dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS.[6]
     
    Penggunaan Dana CSR dalam Pembangunan Daerah
    Untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai pencatatan dana TJSL dalam kas daerah, ada perlunya kita meninjau ketentuan mengenai pendapatan daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pertama-tama, perlu diketahui bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:[7]
    1. pendapatan asli daerah meliputi:
      1. pajak daerah;
      2. retribusi daerah;
      3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
      4. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
    2. pendapatan transfer; dan
    3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
     
    Lain-lain pendapatan daerah yang sah diatur dalam Pasal 295 UU 23/2014 yang menerangkan bahwa:
     
    1. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (1) huruf c merupakan seluruh pendapatan Daerah selain pendapatan asli Daerah dan pendapatan transfer, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    2. Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat, Daerah yang lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
     
    Berdasarkan bunyi pasal tersebut, menurut hemat kami, alokasi dana TJSL untuk pembangunan daerah dapat dikategorikan sebagai pendapatan daerah berupa hibah.
     
    Selain itu, semua penerimaan dan pengeluaran daerah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah yang dikelola oleh bendahara umum daerah.[8] Dalam hal penerimaan dan pengeluaran daerah tidak dilakukan melalui rekening kas umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan pencatatan dan pengesahan oleh bendahara umum daerah.[9]
     
    Lebih lanjut, dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2019 (hal. 23-24) diuraikan bahwa pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud. Untuk penerimaan hibah yang bersumber dari pihak ketiga juga didasarkan pada perjanjian hibah antara pihak ketiga selaku pemberi dengan kepala daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku penerima (hal.24). Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan masing-masing nama pemberi hibah sesuai kode rekening berkenaan (hal.24).
     
    Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah yang bersumber dari TJSL tetap harus dicatatkan dan dianggarkan dalam APBD sebelum digunakan, setelah adanya kepastian pendapatan tersebut. Kepastian tersebut berwujud perjanjian hibah antara pemerintah daerah dan badan usaha pemberi TJSL.
     
    Regulasi TJSL di DKI Jakarta
    Salah satu contoh daerah yang telah mengatur tata cara pencatatan dan pelaksanaan TJSL sebagai hibah adalah DKI Jakarta, melalui Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 112 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha (“Pergub DKI 112/2013”). DKI Jakarta menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha (TSLDU), yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 8 Pergub DKI 112/2013 sebagai berikut:
     
    Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha yang selanjutnya disebut TSLDU adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
     
    Berdasarkan bunyi pasal tersebut, TSLDU merupakan konsep serupa dengan TJSL dalam UUPT. Ruang lingkup TSLDU meliputi bina sosial dan budaya, bina ekonomi, bina fisik lingkungan, dan penanggulangan bencana.[10]
     
    Pasal 6 Pergub DKI 112/2013 menyatakan bahwa:
    1. TSLDU dapat berupa kegiatan langsung kepada masyarakat atau melalui keikutsertaan dalam program pemerintah daerah.
    2. Keikutsertaan dalam program pemerintah daerah berupa kegiatan TSLDU terkait barang milik daerah dan/atau jasa/non barang milik daerah.
    3. Kegiatan TSLDU yang terkait barang milik daerah merupakan kegiatan yang berdampak pada adanya penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah.
    4. Sedangkan kegiatan TSLDU yang terkait jasa/non barang milik daerah merupakan kegiatan yang tidak berdampak pada adanya penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah.
    5. Penggunaan barang milik daerah apabila statusnya digunakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib mendapatkan persetujuan dari kepala SKPD.
    6. Mekanisme terkait penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Prosedur pelaksanaan TSLDU terkait dengan barang milik daerah dilaksanakan melalui mekanisme hibah.[11] Setelah pelaksanaan TSLDU selesai, ditindaklanjuti dengan serah terima dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima (BAST).[12]
     
    Contoh hibah dari TSLDU yang diterima pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat ditemukan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta Tahun Anggaran 2017 Audited. Dua diantaranya adalah penataan jalur hijau di lokasi Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Kelapa Gading Kota Administrasi Jakarta Utara oleh PT. Nusa Kirana Real Estate serta Penataan Taman di Lokasi Taman Gunung Sahari RW .013 Kelurahan Pademangan Barat Kecamatan Pademangan Kota Administrasi Jakarta Utara oleh Palang Merah Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara (hal. 115).
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
     
    Referensi:
    Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta Tahun Anggaran 2017 Audited, diakses pada 7 Oktober 2019, pukul 16.30 WIB.

     

     

    [1] Pasal 74 ayat (1) UUPT.
    [2] Pasal 74 ayat (2) UUPT.
    [3] Pasal 74 ayat (3) UUPT.
    [4]  Pasal 4 ayat (1) PP 47/2012.
    [5] Pasal 4 ayat (2) PP 47/2012.
    [6] Pasal 6 PP 47/2012.
    [7] Pasal 285 ayat (1) UU 23/2014.
    [8] Pasal 327 ayat (1) UU 23/2014.
    [9] Pasal 327 ayat (2) UU 23/2014.
    [10] Pasal 5 Pergub DKI 112/2013.
    [11] Pasal 7 ayat (1) Pergub DKI 112/2013.
    [12] Pasal 7 ayat (2) Pergub DKI 112/2013.

    Tags

    apbd
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!