Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL.
[1]
Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UUPT menerangkan bahwa:
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
[2] Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan TJSL dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[3]
Sebagaimana diuraikan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”), TJSL dilaksanakan oleh direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
[4] Rencana kerja tahunan perseroan memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan TJSL.
[5] Pelaksanaan TJSL dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
[6]
Penggunaan Dana CSR dalam Pembangunan Daerah
pendapatan asli daerah meliputi:
pajak daerah;
retribusi daerah;
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
pendapatan transfer; dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah diatur dalam Pasal 295 UU 23/2014 yang menerangkan bahwa:
Lain-lain pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (1) huruf c merupakan seluruh pendapatan Daerah selain pendapatan asli Daerah dan pendapatan transfer, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat, Daerah yang lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, menurut hemat kami, alokasi dana TJSL untuk pembangunan daerah dapat dikategorikan sebagai pendapatan daerah berupa hibah.
Selain itu, semua penerimaan dan pengeluaran daerah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah yang dikelola oleh bendahara umum daerah.
[8] Dalam hal penerimaan dan pengeluaran daerah tidak dilakukan melalui rekening kas umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan pencatatan dan pengesahan oleh bendahara umum daerah.
[9]
Lebih lanjut, dalam Lampiran
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2019 (hal. 23-24) diuraikan bahwa pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud. Untuk penerimaan hibah yang bersumber dari pihak ketiga juga didasarkan pada perjanjian hibah antara pihak ketiga selaku pemberi dengan kepala daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku penerima (hal.24). Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan masing-masing nama pemberi hibah sesuai kode rekening berkenaan (hal.24).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah yang bersumber dari TJSL tetap harus dicatatkan dan dianggarkan dalam APBD sebelum digunakan, setelah adanya kepastian pendapatan tersebut. Kepastian tersebut berwujud perjanjian hibah antara pemerintah daerah dan badan usaha pemberi TJSL.
Regulasi TJSL di DKI Jakarta
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha yang selanjutnya disebut TSLDU adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, TSLDU merupakan konsep serupa dengan TJSL dalam UUPT. Ruang lingkup TSLDU meliputi bina sosial dan budaya, bina ekonomi, bina fisik lingkungan, dan penanggulangan bencana.
[10]
Pasal 6 Pergub DKI 112/2013 menyatakan bahwa:
TSLDU dapat berupa kegiatan langsung kepada masyarakat atau melalui keikutsertaan dalam program pemerintah daerah.
Keikutsertaan dalam program pemerintah daerah berupa kegiatan TSLDU terkait barang milik daerah dan/atau jasa/non barang milik daerah.
Kegiatan TSLDU yang terkait barang milik daerah merupakan kegiatan yang berdampak pada adanya penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah.
Sedangkan kegiatan TSLDU yang terkait jasa/non barang milik daerah merupakan kegiatan yang tidak berdampak pada adanya penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah.
Penggunaan barang milik daerah apabila statusnya digunakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib mendapatkan persetujuan dari kepala SKPD.
Mekanisme terkait penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prosedur pelaksanaan TSLDU terkait dengan barang milik daerah dilaksanakan melalui mekanisme hibah.
[11] Setelah pelaksanaan TSLDU selesai, ditindaklanjuti dengan serah terima dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima (BAST).
[12]
Contoh hibah dari TSLDU yang diterima pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat ditemukan dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta Tahun Anggaran 2017 Audited. Dua diantaranya adalah penataan jalur hijau di lokasi Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Kelapa Gading Kota Administrasi Jakarta Utara oleh PT. Nusa Kirana Real Estate serta Penataan Taman di Lokasi Taman Gunung Sahari RW .013 Kelurahan Pademangan Barat Kecamatan Pademangan Kota Administrasi Jakarta Utara oleh Palang Merah Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara (hal. 115).
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 74 ayat (1) UUPT.
[2] Pasal 74 ayat (2) UUPT.
[3] Pasal 74 ayat (3) UUPT.
[4] Pasal 4 ayat (1) PP 47/2012.
[5] Pasal 4 ayat (2) PP 47/2012.
[7] Pasal 285 ayat (1) UU 23/2014.
[8] Pasal 327 ayat (1) UU 23/2014.
[9] Pasal 327 ayat (2) UU 23/2014.
[10] Pasal 5 Pergub DKI 112/2013.
[11] Pasal 7 ayat (1) Pergub DKI 112/2013.
[12] Pasal 7 ayat (2) Pergub DKI 112/2013.