Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?

Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?

PERTANYAAN

Saya ingin menanyakan perihal kebijakan sekolah untuk menyita ponsel siswa. Kejadiannya bermula ketika anak saya didatangi oleh salah satu guru, lalu memeriksa tas anak saya, karena membawa ponsel ke sekolah (dalam kondisi ponsel tidak sedang digunakan oleh anak dan sudah dikonfirmasi dengan guru tersebut). Kemudian, ponsel tersebut disita tanpa pemberitahuan kepada orangtua. Kami sebagai orangtua tahu hal tersebut dari anak kami. Kemudian, kami datang ke sekolah menanyakan perihal penyitaan ponsel tersebut, namun guru tersebut tidak mau mengembalilkannya. Di sisi lain, kami merujuk pada buku peraturan sekolah tahun ajaran 2018 – 2019 yang menerangkan jika anak melanggar aturan, sanksi adalah teguran, penugasan, pemanggilan orang tua, skorsing, atau dikeluarkan dari sekolah. Tidak ada tertulis sanksi penyitaan, tetapi pihak sekolah dengan tegasnya menyatakan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan. Sebenarnya bagaimana hukumnya mengenai hal ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Larangan membawa ponsel di sekolah pada umumnya tercantum pada bagian tata tertib masing-masing sekolah. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengharuskan setiap sekolah memiliki pedoman yang mengatur tata tertib secara tertulis yang ditujukkan, salah satunya, kepada siswa.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Jenis Pendidikan Formal
    Kami mengasumsikan sekolah yang Anda maksud termasuk pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”). Pendidikan dasar tersebut berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.[1] Sementara, pendidikan menengah berbentuk  Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.[2]
     
    Pembentukan Tata Tertib Sekolah
    Dalam Pasal 52 ayat (1) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (“PP 19/2005”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengatur setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang tata tertib satuan pendidikan yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana. Pedoman tersebut ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.[3]
     
    Hal serupa juga diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (“Permendiknas 19/2007”) yang mengatur setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional sebagaimana tercantum pada bagian lampiran.[4] Lampiran Permendiknas 19/2017 (hal. 5) menerangkan tentang pedoman sekolah/madrasah yang pada pokoknya berbunyi:
    1. Sekolah/Madrasah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait;
    2. Perumusan pedoman sekolah/madrasah dengan mempertimbangkan visi, misi, dan tujuan sekolah/madrasah serta ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
    3. Salah satu pedoman pengelolaan sekolah/madrasah berupa tata tertib sekolah/madrasah.
     
    Selain itu, Lampiran Permendiknas 19/2007 (hal.15) menyatakan bahwa sekolah/madrasah menetapkan pedoman tata tertib yang berisi:
    1. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan; dan
    2. petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di Sekolah/Madrasah, serta pemberian sanksi bagi warga yang melanggar tata tertib.
     
    Tata tertib sekolah/madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah/madrasah dan peserta didik.[5]
     
    Larangan Pemakaian Ponsel di Sekolah
    Sebagai contoh, pemerintah Kabupaten Mandailing Natal menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal Nomor 6 Tahun 2010 tentang Larangan Pemakaian Handphone Bagi Siswa/Siswi di Lingkungan Sekolah (“Perda Mandailing 6/2010”). Pada Pasal 1 angka 15 Perda Mandailing 6/2010, diuraikan definisi handphone sebagai suatu alat canggih hasil rakitan teknologi termasuk magnet atau bentuk lainnya yang bersifat (ambivalensi) yang memiliki sisi positif dan negatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak dikenal istilah handphone, melainkan istilah telepon seluler (ponsel), yaitu telepon mandiri yang menggunakan baterai, tanpa kabel, dan menerima suara melalui sinyal.
     
    Merujuk pada Pasal 2 Perda Mandailing 6/2010, tujuan penetapan larangan pemakaian ponsel adalah:
    1. menurunkan efek negatif yang ditimbulkan;
    2. meningkatkan kualitas belajar yang optimal;
    3. mewujudkan citra pendidikan;
    4. mencegah terjadinya kenakalan remaja;
    5. mewujudkan generasi muda yang sehat jasmani dan rohani.
     
    Pada bagian Menimbang huruf b Perda Mandailing 6/2010, dinyatakan bahwa pembentukan larangan ini untuk melindungi pemakaian ponsel kamera dan bluetooth yang dapat mengganggu konsentrasi peserta didik dalam proses belajar, baik untuk mendengarkan musik, main game, dan hal yang bersifat negatif yang akan merusak citra pendidikan.
     
    Sasaran larangan memakai ponsel meliputi tempat proses belajar-mengajar, tempat ibadah sekolah, laboratorium sekolah, perpustakaan sekolah, ruang praktik, unit kesehatan sekolah dan di lingkungan sekolah serta termasuk pula tempat asrama sekolah, kecuali pada tempat yang telah ditentukan memakai ponsel.[6] Kawasan dilarang memakai ponsel ditetapkan oleh pimpinan atau penanggung jawab tempat yang bersangkutan,[7] salah satunya, yaitu kepala sekolah.[8]
     
    Bahkan pada Pasal 12 Perda Mandailing 6/2010 diatur mengenai sanksi pidana kurungan paling lama 2 hari atau denda sebanyak-banyaknya Rp100 ribu dengan atau merampas ponsel untuk daerah apabila melanggar ketentuan dalam Pasal 3 Perda Mandailing 6/2010.
     
    Contoh lainnya, kami menemukan di laman resmi SMP PGRI 2 Denpasar pada bagian Peraturan dan Tata Tertib tercantum larangan membawa ponsel yang berakibat mendapatkan poin pelanggaran sebesar 35 poin sekaligus anak yang bersangkutan mendapatkan teguran.
     
    Berdasarkan berbagai contoh yang kami temukan, dapat disimpulkan bahwa masing-masing sekolah memiliki ketentuan tata tertib yang berbeda-beda termasuk pula sanksi yang diberikan sejauh tetap mengikuti ketentuan dalam Lampiran Permendiknas 19/2007. Dengan demikian, menurut hemat kami, pihak sekolah memang berwenang untuk menerbitkan peraturan atau tata tertib untuk melarang siswanya membawa ponsel ke sekolah.
     
    Kami menyarankan kepada Anda untuk berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait penyitaan ponsel tersebut, karena pada situasi yang sedang Anda hadapi, penyitaan tersebut tidak tercantum dalam tata tertib sekolah. Pembentukan tata tertib siswa, termasuk sanksi, sudah seharusnya dibuat secara tertulis sebagaimana dinyatakan dalam Lampiran Permendiknas 19/2007, sehingga mudah diakses oleh pihak lain yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah, seperti orangtua siswa agar tersosialisasi dengan baik.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
    Referensi:
    Peraturan dan Tata Tertib, diakses pada tanggal 15 Oktober 2019, pukul 12.00 WIB.
     

    [1] Pasal 17 ayat (2) UU Sisdiknas
    [2] Pasal 18 ayat (3) UU Sisdiknas
    [3] Pasal 52 ayat (4) PP 19/2005
    [4] Pasal 1 Permendiknas 19/2007
    [5] Lampiran Permendiknas 19/2007, hal.15.
    [6] Pasal 3 Perda Mandailing 6/2010
    [7] Pasal 4 ayat (1) Perda Mandailing 6/2010
    [8] Pasal 1 angka 7 Perda Mandailing 6/2010

    Tags

    hukumonline
    pendidikan dan kebudayaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!