Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ketentuan Lembur
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja, yang meliputi:
[1]tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu; atau
delapan jam sehari dan 40 jam seminggu untuk lima hari kerja dalam seminggu.
Namun, ketentuan waktu kerja dimaksud tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu, yang diatur dengan Keputusan Menteri.
[2] Sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dimaksud misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut, atau penebangan hutan.
[3]
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus dihindarkan karena pekerja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya. Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak yang harus diselesaikan segera dan tidak dapat dihindari sehingga pekerja/buruh harus bekerja melebihi waktu kerja.
[4]
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja yang telah diatur UU Ketenagakerjaan harus memenuhi syarat:
[5]ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam seminggu.
pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;
pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;
pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
pekerjaan di bidang media massa;
pekerjaan di bidang pengamanan;
pekerjaan di lembaga konservasi;
pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
Dalam kasus Anda, kami asumsikan bahwa manufaktur yang Anda maksud sesuai dengan pengertian dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, yang berarti membuat atau menghasilkan dengan tangan atau mesin, atau
proses mengubah bahan mentah menjadi barang untuk dapat digunakan atau dikonsumsi oleh manusia. Apabila tugas Anda sebagai sopir apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi atau merusak bahan (misalnya mengantarkan bahan baku), maka Anda sejatinya dapat masuk ke kategori pekerjaan yang dikecualikan dari ketentuan lembur di atas.
Perjanjian Lembur Sopir dengan Perusahaan
Sesuai dengan hakikatnya, ketenagakerjaan adalah sebuah hubungan hukum berdasarkan perjanjian. Situasi dan kondisi pekerjaan tidak selalu bisa cocok dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Untuk itulah, perlu dibuat perjanjian antara pekerja dengan pengusaha.
Sesuai dengan Pasal 1338
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, jika ada perjanjian kerja, baik tertulis maupun lisan antara perusahaan dengan pekerja, perjanjian itu mengikat dan menjadi undang-undang bagi perusahaan maupun pekerja.
Lebih lanjut, sahnya perjanjian harus memenuhi syarat adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.
[8] Artinya, apapun isi perjanjian, baik lisan maupun tulisan, tidak boleh bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. Demikian juga halnya dengan pengaturan lembur bagi sopir.
Biasanya memang sopir sebagai pekerja, bersepakat dengan perusahaan untuk bekerja secara borongan saja. Artinya, komponen upah yang diterima, sudah dianggap termasuk komponen lembur di dalamnya. Praktik ini sudah lama terjadi dan sudah dianggap sebagai kebiasaan.
Namun demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh di hari libur resmi untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan dan dijalankan secara terus menerus wajib membayar upah kerja lembur kepada pekerja/buruh.
[9] Jika di kemudian hari ada perselisihan antara sopir dengan perusahaan, metode penghitungan lembur tetap mengacu kapada UU Ketenagakerjaan maupun Kepmenaker 102/2004.
Bahkan, barang siapa yang melanggar kewajiban memberikan upah lembur kepada buruh/pekerja dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.
[10]
Sebelum Anda menyetujui perjanjian, termasuk memberikan persetujuan lisan, alangkah baiknya Anda menghitung kembali besaran gaji berikut lembur yang seharusnya Anda dapatkan. Dasar perhitungannya setidaknya berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tempat Anda bekerja.
Jika menurut perhitungan Anda upah borongan yang termasuk lembur tersebut sudah cocok dengan perhitungan lembur berdasarkan UU Ketenagakerjaan, silakan bekerja sebagai sopir di perusahaan tersebut. Namun jika perhitungannya belum sesuai, masih ada waktu untuk bernegosiasi mengenai besaran upah borongan.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 77 ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
[3] Penjelasan Pasal 77 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[4] Penjelasan Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 78 ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 3 ayat (1) Kepmenaker 233/2003
[8] Pasal 1320 KUH Perdata
[9] Pasal 78 ayat (2) UU Ketenagakerjaan & Pasal 5
jo. Pasal 2 Kepmenaker 233/2003
[10] Pasal 187 ayat (1) jo. Pasal 78 ayat (2) UU Ketenagakerjaan