Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Wewenang Penyidik PNS dalam Tindak Pidana Metrologi Legal

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Wewenang Penyidik PNS dalam Tindak Pidana Metrologi Legal

Wewenang Penyidik PNS dalam Tindak Pidana Metrologi Legal
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Wewenang Penyidik PNS dalam Tindak Pidana Metrologi Legal

PERTANYAAN

Apa saja wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana metrologi legal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pelaksanaan penyidikan dalam tindak pidana metrologi legal pada prinsipnya dilakukan menurut tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, walaupun penyidik pegawai negeri sipil dalam tindak pidana metrologi legal telah diberikan wewenang dalam melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, namun penyidik tersebut tetap berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik dari kepolisian.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Tindak Pidana Metrologi Legal
    Pengertian metrologi legal menurut Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (“UU 2/1981”) adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan peraturan berdasarkan undang-undang yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran. Sementara itu, metrologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang ukur-mengukur secara luas.[1]
     
    Barangsiapa melakukan perbuatan berikut, melakukan tindak pidana kejahatan dan dipidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta:[2]
    1. Larangan mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan/atau perlengkapannya yang:[3]
    1. bertanda batal;
    2. tidak bertanda tera sah yang berlaku atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b UU 2/1981;
    3. tanda teranya rusak;
    4. setelah padanya dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat memengaruhi panjang, isi, berat atau penunjukkannya, yang sebelum dipakai kembali tidak disahkan oleh pegawai yang berhak;
    5. panjang, isi, berat atau penunjukkannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan berdasarkan Pasal 12 huruf c UU 2/1981 untuk tera ulang;
    6. mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran, atau timbangan menurut dasar dan sebutan lain daripada yang dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU 2/1981;
    7. untuk keperluan lain daripada yang dimaksud dalam atau berdasarkan UU 2/1981; di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan umum; di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.
    1. Larangan menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau memperdagangkan secara bagaimanapun juga alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang:[4]
      1. bertanda tera batal;
      2. tidak bertanda tera sah yang berlaku, atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b UU 2/1981;
      3. tanda jaminannya rusak.
    2. Larangan memasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat-alat ukur, takar atau timbang yang sudah ditera atau yang sudah ditera ulang. Terhadap alat-alat yang telah diubah atau ditambah tersebut diperlakukan sebagai tidak ditera atau tidak ditera ulang.[5]
    3. Larangan pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25 UU 2/1981 memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya:[6]
      1. dengan cara lain atau dalam kedudukan lain daripada yang seharusnya;
      2. untuk mengukur, menakar atau menimbang melebihi kapasitas maksimumnya;
      3. untuk mengukur, menakar, menimbang atau menentukan ukuran kurang daripada batas terendah yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri.
     
    Barangsiapa melakukan perbuatan berikut, melakukan tindak pidana kejahatan dan dipidana penjara selama-lamanya 6 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu:[7]
    1. Larangan menjual, menawarkan untuk dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, semua barang menurut ukuran, takaran, timbangan atau jumlah selain menurut ukuran yang sebenarnya, isi bersih, berat bersih atau jumlah yang sebenarnya;[8]
    2. Larangan membuat, mengedarkan, membungkus atau menyimpan untuk dijual, atau menawarkan untuk dibeli, semua barang dalam keadaan terbungkus yang ukuran, isi bersih, berat bersih atau jumlah hitungannya:[9]
      1. kurang daripada yang tercantum pada bungkus atau labelnya, atau
      2. menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 22 UU 2/1981.
     
    Pelanggaran terhadap perbuatan berikut dipidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu:[10]
    1. Larangan menggunakan sebutan dan lambang satuan selain yang berlaku menurut Pasal 7 UU 2/1981 pada pengumuman tentang barang yang dijual dengan cara diukur, ditakar, ditimbang, baik dalam surat kabar, majalah atau surat tempelan, pada etiket yang dilekatkan atau disertakan pada barang atau bungkus barang atau pada bungkusnya sendiri, maupun pemberitahuan lainnya yang menyatakan ukuran, takaran atau berat.[11]
     
    Wewenang Penyidik dalam Tindak Pidana Metrologi Legal
    Pasal 36 ayat (1) UU 2/1981 menjelaskan bahwa:
     
    Pegawai instansi pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan metrologi legal yang melakukan pengawasan dan pengamatan diwajibkan menyidik tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini.
     
    Merujuk pada Pasal 36 ayat (2) UU 2/1981, pegawai instansi pemerintah tersebut dapat meminta bantuan kepada instansi pemerintah yang melakukan pengawasan dan pengamatan dalam bidangnya masing-masing yang ada hubungannya dengan pengukuran, penakaran dan atau penimbangan.
     
    Pegawai tersebut berhak melakukan penyegelan dan/atau penyitaan barang yang dianggap sebagai barang bukti.[12] Kemudian, pegawai dapat melaksanakan tugasnya di tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 UU 2/1981 dalam waktu terbuka untuk umum.[13]
     
    Dalam hal tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki umum, yang seluruhnya atau sebagian dipakai sebagai tempat yang dimaksud pada Pasal 25 UU 2/1981, pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00 waktu setempat.[14] Jika pegawai yang melakukan penyidikan tidak diperkenankan masuk, maka mereka masuk dengan bantuan penyidik kepolisian.[15]
     
    Berdasarkan Pasal 36 ayat (7) UU 2/1981, penyidikan dilakukan menurut tata cara yang ditentukan oleh Hukum Acara Pidana yang berlaku. Oleh karena itu, kami juga akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
     
    Pasal 6 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi dan pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
     
    Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, salah satunya, merupakan PPNS yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UU 2/1981, yaitu Direktorat Metrologi pada Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga di Kementerian Perdagangan. Menurut hemat kami, PPNS tertentu tersebut memiliki wewenang yang sama dengan penyidik kepolisian berdasarkan KUHAP, namun dengan batasan tertentu.
     
    Pasal 7 ayat (2) KUHAP menerangkan bahwa PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik dari kepolisian.
     
    Pasal 107 ayat (1) KUHAP lebih lanjut menerangkan bahwa penyidik kepolisian juga memberikan petunjuk kepada PPNS tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.
     
    Jika suatu peristiwa tersebut yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh PPNS tertentu ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, PPNS tertentu tersebut harus melaporkan hal itu kepada penyidik kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) KUHAP. Selanjutnya, merujuk pada Pasal 107 ayat (3) KUHAP, apabila PPNS tertentu telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada penuntut umum melalui penyidik kepolisian.
     
    Dengan demikian, meskipun PPNS tertentu telah diberikan wewenang khusus sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) dan (3) UU 2/1981, namun dalam pelaksanaan tugasnya tetap berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik dari kepolisian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP dan Pasal 107 KUHAP.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
     

    [1] Pasal 1 huruf a UU 2/1981
    [2] Pasal 33 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU 2/1981
    [3] Pasal 25 UU 2/1981
    [4] Pasal 26 UU 2/1981
    [5] Pasal 27 UU 2/1981
    [6] Pasal 28 UU 2/1981
    [7] Pasal 33 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (2) UU 2/1981
    [8] Pasal 30 UU 2/1981
    [9] Pasal 31 UU 2/1981
    [10] Pasal 33 ayat (2) jo. Pasal 32 ayat (3) UU 2/1981
    [11] Pasal 29 ayat (1) UU 2/1981
    [12] Pasal 36 ayat (3) UU 2/1981
    [13] Pasal 36 ayat (4) UU 2/1981
    [14] Pasal 36 ayat (5) UU 2/1981
    [15] Pasal 36 ayat (6) UU 2/1981

    Tags

    penyidik
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!