KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Lambang Daerah Hanya Merepresentasikan Satu Suku

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Jika Lambang Daerah Hanya Merepresentasikan Satu Suku

Jika Lambang Daerah Hanya Merepresentasikan Satu Suku
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Lambang Daerah Hanya Merepresentasikan Satu Suku

PERTANYAAN

Saya akan menceritakan kronologis masalah lambang kabupaten di daerah saya. Saat ini, sedang ramai diperbincangkan, hingga terjadi perdebatan antar kelompok masyarakat. Ada beberapa kelompok/sub suku yang keberatan terhadap penggantian lambang. Sebelumnya, masyarakat dari berbagai kelompok/sub-sub suku tersebut tidak begitu mempersoalkan lambang lama yang menurut mereka sudah sangat rasional, karena sudah mewakili ciri khas mereka dari berbagai kelompok/sub suku yang ada.
 
Namun, ketika lambang baru dibagikan di sosial media, tak lama kemudian muncul suatu perdebatan. Masalahnya adalah gambar/ desain dalam lambang yang baru lebih mendominasi salah satu sub suku yang ada. Padahal di kabupaten ini, ada 11 sub suku. Pada seminar lokakarya tentang lambang tersebut, banyak perwakilan kelompok/sub suku mengajukan keberatan, namun kesepakatannya lambang tersebut akan tetap diresmikan dalam waktu dekat ini. Kekhawatiran saya adalah akan adanya kecemburuan sosial dan ketersinggungan dari berbagai kelompok/sub-sub suku yang keberatan pada lambang baru ini. Apa ada jalur hukum jika saya dan masyarakat ingin mengajukan keberatan kepada pemerintah kabupaten ketika jalur mediasi pun tidak menghasilkan titik temu?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pembentukan lambang atau logo daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu, dalam hal peraturan daerah yang nantinya akan ditetapkan tersebut dinilai justru menyebabkan terganggunya kerukunan masyarakat dan merupakan bentuk diskriminasi terhadap suku-suku yang ada di daerah Anda, maka Anda dapat mengajukan permohonan pengujian peraturan daerah tersebut kepada Mahkamah Agung dengan alasan telah bertentangan dengan kepentingan umum.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Lambang Daerah
    Pengertian dari lambang daerah menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah (“PP 77/2007”) adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi masyarakat daerah yang mencerminkan kekhasan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”). Lambang daerah berkedudukan sebagai tanda identitas daerah dan berfungsi sebagai pengikat kesatuan sosial budaya masyarakat daerah dalam NKRI.[1]
     
    Lambang daerah ini meliputi:[2]
    1. logo;
    2. bendera;
    3. bendera jabatan kepala daerah; dan
    4. himne.
     
    Kami mengasumsikan lambang daerah yang Anda maksud berupa logo. Desain logo daerah disesuaikan dengan isi logo yang menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, serta semboyan untuk mewujudkan harapan tersebut.[3]
     
    Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera daerah lain, partai politik, organisasi kemasyarakatan, atau negara lain.[4] Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan terhadap lambang institusi atau kelembagaan pemerintah daerah maupun organisasi kemasyarakatan dan partai politik di daerah.[5]
     
    Lebih lanjut, desain logo dan bendera daerah pun tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam NKRI.[6]
     
    Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini, misalnya logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di provinsi Aceh, logo burung mambruk dan bintang kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di provinsi Papua, serta bendera benang raja yang digunakan oleh gerakan separatis di provinsi Maluku.[7]
     
    Sementara itu, ditegaskan dalam Pasal 4 PP 77/2007 bahwa lambang daerah bukan merupakan simbol kedaulatan daerah. Selain itu, Pasal 5 PP 77/2007 menerangkan lambang daerah ditetapkan dengan peraturan daerah (“perda”).
     
    Menurut hemat kami, logo daerah seharusnya tidak hanya mencerminkan salah satu sub suku yang ada. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, logo tersebut hendaknya menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, serta semboyan untuk mewujudkan harapan tersebut yang mengedepankan persatuan dalam NKRI, dan sejatinya merupakan pengikat kesatuan sosial budaya masyarakat daerah.
     
    Pembentukan Perda
    Selanjutnya, kami merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 80/2015”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 120/2018”). Dalam Pasal 166 Permendagri 120/2018 diatur bahwa:
     
    1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Perda, Perkada, dan/atau Peraturan DPRD.
    2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui:
      1. rapat dengar pendapat umum;
      2. kunjungan kerja;
      3. sosialisasi; dan/atau
      4. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
    3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang dapat berperan serta aktif memberikan masukan atas substansi rancangan Perda, Perkada, dan/atau Peraturan DPRD.
    4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan Perda, Perkada, dan/atau Peraturan DPRD harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
     
    Berdasarkan kronologis pertanyaan Anda, maka Anda sudah berusaha berperan aktif memberikan masukan mengenai pembentukan perda kabupaten di daerah Anda. Namun, apabila setelah perda resmi ditetapkan dan masih ada keberatan, Anda dapat mengajukan permohonan pengujian perda kabupaten tersebut kepada Mahkamah Agung.
     
    Pembatalan Perda
    Kami berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) dan perubahannya.
     
    Pasal 251 ayat (2) UU 23/2014 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK”) jo. Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 menerangkan bahwa kewenangan pembatalan perda kabupaten/kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan berada pada Mahkamah Agung.
     
    Hal ini dikarenakan Mahkamah Agung yang seharusnya memiliki fungsi dan peran sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu, dalam hal ini, perda kabupaten/kota (hal. 205 Putusan MK).
     
    Dengan demikian, Anda dapat mengajukan permohonan pengujian perda kabupaten yang nantinya dapat dibatalkan Mahkamah Agung apabila, salah satunya, perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum, yaitu meliputi:[8]
    1. terganggunya kerukunan antar warga masyarakat;
    2. terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
    3. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
    4. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau
    5. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
     
    Jika memang logo daerah yang ditetapkan melalui perda tersebut mengganggu kerukunan, ketertiban, atau merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok tertentu di daerah Anda, maka berdasarkan permohonan pengujian tersebut, Mahkamah Agung dapat membatalkan perda.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015.
     

    [1] Pasal 3 PP 77/2007
    [2] Pasal 2 PP 77/2007
    [3] Pasal 6 ayat (2) PP 77/2007
    [4] Pasal 6 ayat (3) PP 77/2007
    [5] Penjelasan Pasal 6 ayat (3) PP 77/2007
    [6] Pasal 6 ayat (4) PP 77/2007
    [7] Penjelasan Pasal 6 ayat (4) PP 77/2007
    [8] Pasal 250 ayat (2) UU 23/2014

    Tags

    uu pemda
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!