Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sertifikat Ahli K3 untuk WNA

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Sertifikat Ahli K3 untuk WNA

Sertifikat Ahli K3 untuk WNA
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sertifikat Ahli K3 untuk WNA

PERTANYAAN

Secara hukum, apakah warga negara asing diperbolehkan untuk mengikuti training dan mendapatkan sertifikat ahli K3?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup, salah satunya, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Perusahaan juga wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (“K3”). Dalam melaksanakan sistem manajemen K3, dibentuk perencanaan K3 yang melibatkan ahli K3.
     
    Lalu, apakah seorang warga negara asing juga dapat menjabat sebagai ahli K3? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak pada ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Dalam Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dinyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (“K3”) yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
     
    Yang dimaksud dengan sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.[1]
     
    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (“PP 50/2012”) diterangkan mengenai penerapan sistem manajemen K3. Sistem manajemen K3 meliputi, salah satunya, perencanaan K3.[2]
     
    Perencanaan dilakukan untuk menghasilkan rencana K3. Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang telah ditetapkan. Pengusaha dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan ahli K3, panitia pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang terkait di perusahaan.[3]
     
    Dalam artikel Syarat Menjadi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan, telah diterangkan mengenai syarat menjadi ahli K3 pada perusahaan. Keberadaannya secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”) yang menggunakan istilah ahli keselamatan kerja.
     
    Ahli keselamatan kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya UU 1/1970.[4]
     
    Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
    Penunjukan ahli K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1992 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (“Permenaker 2/1992”).
     
    Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk berwenang menunjuk ahli K3 pada tempat kerja dengan kriteria tertentu dan pada perusahaan yang memberikan jasa di bidang K3.[5] Selanjutnya, Pasal 3 Permenaker 2/1992 berbunyi:
     
    Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    Berpendidikan Sarjana, Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 2 tahun;
    2. Sarjana Muda atau sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 4 tahun:
    1. Berbadan sehat;
    2. Berkelakuan baik;
    3. Bekerja penuh di instansi yang bersangkutan;
    4. Lulus seleksi dari Tim Penilai
     
    Penunjukan ahli K3 ditetapkan berdasarkan permohonan tertulis dari pengurus atau pimpinan instansi kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.  Permohonan sebagaimana dimaksud harus melampirkan:[6]
    1. Daftar riwayat hidup;
    2. Surat keterangan pengalaman kerja di bidang K3;
    3. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
    4. Surat keterangan pemeriksaan psikologi yang menyatakan sesuai untuk melaksanakan tugas sebagai ahli K3;
    5. Surat berkelakuan baik dari polisi;
    6. Surat keterangan penyataan bekerja penuh dari perusahaan/instansi yang bersangkutan;
    7. Foto copy ijasah atau Surat Tanda Tamat Belajar terakhir;
    8. Sertifikat pendidikan khusus K3, apabila yang bersangkutan memilikinya.
     
    Berdasarkan uraian tersebut, pada dasarnya tidak ada larangan bagi warga negara asing (“WNA”) menjadi ahli K3, sepanjang dapat memenuhi keseluruhan syarat dimaksud.
     
    Ketentuan Surat Berkelakuan Baik
    Berdasarkan penelusuran kami, surat berkelakuan baik dari polisi dapat disamakan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“SKCK”). Dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“Perkapolri 18/2014”) dijelaskan bahwa:
     
    Surat Keterangan Catatan Kepolisian yang selanjutnya disingkat SKCK adalah surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Polri kepada seorang/pemohon warga masyarakat untuk memenuhi permohonan dari yang bersangkutan atau suatu keperluan karena adanya ketentuan yang mempersyaratkan, berdasarkan hasil penelitian biodata dan catatan kepolisian yang ada tentang orang tersebut.
     
    Secara khusus bagi warga negara asing, persyaratan untuk memperoleh SKCK, meliputi:[7]
    1. surat permohonan dari sponsor, perusahaan, atau lembaga yang mempekerjakan, menggunakan, atau yang bertanggung jawab kepada WNA;
    2. fotokopi paspor;
    3. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); dan
    4. pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak enam lembar, yang digunakan untuk:
    1. SKCK 1 (satu) lembar;
    2. arsip 1 (satu) lembar;
    3. buku agenda 1 (satu) lembar;
    4. Kartu Tik 1 (satu) lembar; dan
    5. formulir sidik jari 2 (dua) lembar.
     
    Berdasarkan uraian tersebut, WNA dapat mendapatkan SKCK sepanjang memenuhi syarat tertentu. Menurut hemat kami, jika menjadi ahli K3, maka WNA harus memiliki KITAP, bukan hanya KITAS. Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (“UU Keimigrasian”) berbunyi:
     
    Izin Tinggal Tetap dapat diberikan kepada:
    1. Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai rohaniwan, pekerja, investor, dan lanjut usia;
    2. keluarga karena perkawinan campuran;
    3. suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap; dan
    4. Orang Asing eks warga negara Indonesia dan eks subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia.
     
    Izin tinggal tetap adalah izin yang diberikan kepada orang asing tertentu untuk bertempat tinggal dan menetap di wilayah Indonesia sebagai penduduk Indonesia.[8] Seorang WNA kandidat ahli K3 dapat digolongkan sebagai pekerja, karena tentunya terafiliasi dan bekerja penuh pada perusahaan/instansi yang bersangkutan.
     
    Sementara itu, sertifikasi calon ahli K3 diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.239/Men/2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Sertifikat Kompetensi Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum. Dalam keputusan tersebut, tidak ada larangan bagi WNA untuk mendapatkan sertifikat kompetensi calon ahli K3.
     
    Meskipun demikian, ada perlunya Anda memerhatikan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing (“Kepmenakertrans 40/2012”). Secara khusus pada Lampiran Kepmenakertrans 40/2012, dinyatakan bahwa salah satu jabatan yang dilarang untuk diduduki oleh tenaga kerja asing adalah occupational safety specialist atau penyelenggara keselamatan kerja pegawai.
     
    Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kebingungan dan masalah di masa depan. Dalam hal ini, tidak diuraikan apakah penyelenggara keselamatan kerja memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan ahli K3. Untuk itu, kami sarankan Anda berkonsultasi dengan pihak Kementerian Ketenagakerjaan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai masalah ini.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
     

    [1] Penjelasan Pasal 87 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 6 ayat (1) huruf b PP 50/2012
    [3] Pasal 9 ayat (1), (2), dan (4) PP 50/2012
    [4] Pasal 1 angka 6 UU 1/1970
    [5] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 2/1992
    [6] Pasal 4 Permenaker 2/1992
    [7] Pasal 11 ayat (1) Perkapolri 18/2014
    [8] Pasal 1 angka 23 UU Keimigrasian

    Tags

    hukumonline
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!