Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kewajiban Pelaporan Perusahaan Penghasil Limbah B3

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Kewajiban Pelaporan Perusahaan Penghasil Limbah B3

Kewajiban Pelaporan Perusahaan Penghasil Limbah B3
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kewajiban Pelaporan Perusahaan Penghasil Limbah B3

PERTANYAAN

Adakah batasan jumlah maupun jenis limbah B3 yang dimaksud dalam Permen LHK No P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tahun 2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan B3? Apakah penyimpanan limbah B3 dalam jumlah sedikit pun harus melakukan laporan program kedaruratan tersebut? Apabila iya, apakah pelaporan tersebut dilakukan berkala atau hanya sekali? Di mana pengaturan sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan pelaporan kedaruratan limbah B3 tersebut diatur?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sepanjang penelusuran kami, istilah “laporan” yang Anda tanyakan wajib dilaksanakan jika perusahaan Anda merupakan penghasil limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (“B3”) dan/atau ketika perusahaan Anda melakukan penanggulangan kedaruratan pengelolaan limbah B3.
     
    Laporan penyimpanan limbah B3 yang harus disampaikan paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan sejak izin pengelolaan limbah B3 diterbitkan. Laporan pelaksanaan penanggulangan kedaruratan pengelolaan limbah B3 dilakukan apabila terjadi penanggulangan pengelolaan B3.
     
    Di sisi lain, jumlah maupun jenis limbah B3 dapat Anda lihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan lampirannya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Oleh karena istilah “laporan” yang Anda tanyakan berlaku pada dua kondisi berbeda, yaitu pada penyimpanan limbah B3 dan kedaruratan limbah B3, maka dari itu, kami akan menerangkan keduanya.
     
    Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
    Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa kegiatan penyimpanan limbah B3 merupakan bagian dari pengelolaan limbah B3 yang berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
     
    Sementara itu, yang dimaksud dengan B3, yaitu:[1]
     
    Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup.
     
    Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya dan wajib mendapat izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (“Menteri”), gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.[2] Setiap orang yang dimaksud di sini adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.[3]
     
    Patut diketahui kewajiban tersebut, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014, dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan bagi pengelolaan limbah B3 yang permohonan perpanjangan izinnya masih dalam proses harus dianggap telah memperoleh izin” (hal. 126 – 127).
     
    Lebih lanjut, pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (“PP 101/2014”).
     
    Penyimpanan limbah B3 merupakan kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara limbah B3 yang dihasilkannya.[4] Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3 dengan izin pengelolaan limbah B3.[5]
     
    Guna memperoleh izin pengelolaan limbah B3, setiap orang yang menghasilkan limbah B3:[6]
    1. wajib memiliki izin lingkungan; dan
    2. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/walikota dan melampirkan persyaratan izin.
     
    Selain itu, persyaratan izin yang diperlukan:[7]
    1. identitas pemohon;
    2. akta pendirian badan usaha;
    3. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan disimpan;
    4. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3;
    5. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3; dan
    6. dokumen lain sesuai peraturan perundang-undangan.
     
    Setelah itu, bupati/wali kota memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima.[8] Kemudian jika dinyatakan lengkap, bupati/wali kota melakukan verifikasi paling lama 45 hari kerja.[9]
     
    Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan:[10]
    1. permohonan izin memenuhi persyaratan, bupati/wali kota menerbitkan izin pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3 paling lama 7 hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau
    2. permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, bupati/wali kota menolak permohonan izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3 disertai dengan alasan penolakan.
     
    Penerbitan izin tersebut selanjutnya diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 1 hari kerja sejak izin diterbitkan.[11]
     
    Laporan Penyimpanan Limbah B3
    Izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3 paling sedikit memuat:[12]
    1. identitas pemegang izin;
    2. tanggal penerbitan izin;
    3. masa berlaku izin;
    4. persyaratan lingkungan hidup; dan
    5. kewajiban pemegang izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3.
     
    Kewajiban pemegang izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3 paling sedikit meliputi:[13]
    1. melakukan identifikasi limbah B3 yang dihasilkan;
    2. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan;
    3. melakukan penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan;
    4. melakukan pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, dan/atau penimbunan limbah B3 yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada pengumpul limbah b3, pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3, dan/atau penimbun limbah B3; dan
    5. menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3.
     
    Laporan penyimpanan limbah B3 tersebut paling sedikit memuat:[14]
    1. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik Limbah B3;
    2. pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan
    3. Pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, dan/atau penimbunan limbah B3 yang dilakukan sendiri oleh pemegang izin dan/atau penyerahan limbah B3 kepada pengumpul limbah B3, pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3, dan/atau penimbun limbah B3.
     
    Secara khusus mengenai jenis limbah B3, hal ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) PP 101/2014, yakni limbah B3 kategori 1 dan kategori 2 yang diatur lebih lanjut dalam Lampiran PP 101/2014.
     
    Laporan di atas kemudian disampaikan kepada bupati/wali kota dan ditembuskan kepada Menteri paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan sejak izin diterbitkan.[15]
     
    Sementara itu, atas pelanggaran Pasal 12 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 28 PP 101/2014, setiap orang perseorangan atau badan usaha akan dikenakan sanksi administratif berupa:[16]
    1. teguran tertulis;
    2. paksaan pemerintah; atau
    3. pembekuan izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3.
     
    Paksaan pemerintah di atas meliputi:[17]
    1. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
    2. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
     
    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3. Selain itu, kewajiban penghasil limbah B3, salah satunya, yaitu melaporkan secara berkala, minimal sekali dalam 3 bulan, kepada bupati/wali kota dan ditembuskan kepada Menteri. Apabila perusahaan tidak menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3, maka akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana disebutkan di atas.
     
    Terkait dengan batasan jumlah dan jenis limbah B3, tidak ada batasan tertentu, karena yang harus digarisbawahi adalah berapapun jumlah dan jenis apapun limbah B3 tersebut, harus dicantumkan dalam laporan penyimpanan limbah B3.
     
    Program Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3
    Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tahun 2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (“Permen LHK 74/2019”), program kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 wajib disusun oleh:
    1. Setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang B3; dan/atau
    2. Setiap orang menghasilkan limbah B3, pengumpul limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3, dan/atau penimbun limbah B3.
     
    Kedaruratan penanggulangan B3 dan/atau Limbah B3 adalah suatu keadaan bahaya yang mengancam keselamatan manusia, yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan memerlukan tindakan penanggulangan sesegera mungkin untuk meminimalisasi terjadinya tingkat pencemaran dan/atau kerusakan yang lebih parah.[18]
     
    Penyusunan program kedaruratan pengelolaan limbah B3 tersebut berdasarkan identifikasi risiko kedaruratan pengelolaan limbah B3 yang paling sedikit memuat informasi:[19]
    1. jenis kegiatan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3;
    2. jenis industri;
    3. klasifikasi B3 dan/atau kategori dan karakteristik limbah B3;
    4. jumlah B3 dan/atau limbah B3;
    5. sumber limbah B3;
    6. potensi ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia; dan
    7. potensi ancaman terhadap fungsi lingkungan hidup.
     
    Program kedaruratan pengelolaan limbah B3 terdiri dari infrastruktur dan fungsi penanggulangan.[20] Infrastruktur meliputi organisasi, koordinasi, fasilitas dan peralatan termasuk peringatan dini dan alarm, prosedur penanggulangan, serta pelatihan dan geladi kedaruratan.[21]
     
    Sedangkan, fungsi penanggulangan meliputi:[22]
    1. identifikasi, pelaporan dan pengaktifan;
    2. tindakan mitigasi;
    3. tindakan perlindungan segera;
    4. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan darurat, pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup; dan  
    5. pemberian informasi dan instruksi pada masyarakat.
     
    Sepanjang penelusuran kami, menurut Pasal 9 Permen LHK 74/2019, dokumen mengenai prosedur penanggulangan dibuat secara tertulis yang nantinya digunakan sebagai dasar penanggulangan kedaruratan oleh tim kedaruratan pengelolaan limbah B3.
     
    Apabila terjadi keadaan darurat dalam pengelolaan limbah B3, setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 melaporkan secara tertulis dan berkala setiap hari kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sampai dengan penanggulangan kedaruratan selesai dilakukan.[23]
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014.
     

    [1] Pasal 1 angka 21 UU PPLH
    [2] Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU PPLH
    [3] Pasal 1 angka 32 UU PPLH
    [4] Pasal 1 angka 20 PP 101/2014
    [5] Pasal 12 ayat (1) dan (3) PP 101/2014
    [6] Pasal 12 ayat (4) PP 101/2014
    [7] Pasal 12 ayat (6) PP 101/2014
    [8] Pasal 20 ayat (1) PP 101/2014
    [9] Pasal 20 ayat (2) PP 101/2014
    [10] Pasal 20 ayat (3) PP 101/2014
    [11] Pasal 20 ayat (4) PP 101/2014
    [12] Pasal 24 PP 101/2014
    [13] Pasal 26 PP 101/2014
    [14] Pasal 28 ayat (2) PP 101/2014
    [15] Pasal 28 ayat (3) PP 101/2014
    [16] Pasal 243 ayat (1) dan (2) PP 101/2014
    [17] Pasal 243 ayat (3) PP 101/2014
    [18] Pasal 1 angka 3 Permen LHK 74/2019
    [19] Pasal 3 ayat (2) dan (3) Permen LHK 74/2019
    [20] Pasal 4 Permen LHK 74/2019
    [21] Pasal 5 Permen LHK 74/2019
    [22] Pasal 11 ayat (1) Permen LHK 74/2019
    [23] Pasal 24 ayat (3) Permen LHK 74/2019

    Tags

    hukumonline
    limbah b3

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!