Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ganti Kerugian
Atas tindakan yang dilakukan oleh si penjual, ia diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pembeli, sesuai prinsip Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Penyelesaian ganti kerugian tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan, berdasarkan pilihan sukarela pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sendiri tidak akan menghapus pertanggungjawaban pidana si pelaku.[2]
Pidana Konsumen
Sepintas, UU Konsumen di atas seolah hanya menjamin terpenuhinya hak konsumen yang telah menerima barang yang tak sesuai perjanjian. Lalu, bagaimana jika barang tersebut tak pernah sampai ke tangan konsumen?
UU Konsumen dengan tegas melarang setiap pelaku usaha melanggar waktu penyelesaian pesanan barang dan/atau jasa yang diperjanjikan, dalam hal ini terkait dengan waktu pengiriman barang. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UU Konsumen sebagai berikut:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menepati ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.[3] Selain itu, pelaku dapat pula dikenakan sanksi tambahan berupa:[4] perampasan barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim;
pembayaran ganti rugi;
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
pencabutan izin usaha.
Dugaan Penipuan
Di sisi lain, tindakan penjual yang tidak mengirim barang yang sudah dibayar oleh pembeli dalam transaksi jual beli online, menurut hemat kami, juga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana penipuan.
Pasal 378 KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal-pasal yang dapat menjerat penipuan
online dapat Anda baca dalam artikel
Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan dalam Jual Beli Online. Selanjutnya atas dugaan tindak pidana penipuan tersebut, Anda dapat membuat laporan polisi di kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti yang cukup.
Concursus Idealis
Menjawab pertanyaan terakhir Anda, dalam praktik memang sering terjadi perbuatan seseorang memenuhi beberapa rumusan delik sekaligus. Dalam kasus ini, perbuatan si pelaku usaha memenuhi rumusan delik dalam KUHP, UU 19/2016, dan UU Konsumen. Hal ini menimbulkan pertanyaan, pasal manakah yang paling tepat untuk menjerat si pelaku usaha?
Untuk itu, Pasal 63 ayat (1) KUHP menyatakan:
Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya satu di antara aturan-aturan itu; Jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pokok yang paling berat.
Pasal ini dikenal dengan istilah concursus idealis, eendaadse samenloop, atau perbarengan peraturan. Kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan persamaan sifat dari perbuatan yang dilakukan. Berdasarkan isi Pasal 63 ayat (1) KUHP di atas, dapat disimpulkan bahwa penjatuhan pidana dalam concursus idealis menggunakan stelsel absorbsi. Artinya, ketentuan pidana yang harus diterapkan adalah ketentuan pidana yang paling berat di antara ketentuan-ketentuan pidana yang dilanggar.
Dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP tersebut, maka pidana yang paling tepat dijatuhkan kepada pelaku usaha adalah ketentuan dengan ancaman terberat, yaitu Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 4 huruf h UU Konsumen
[2] Pasal 45 ayat (2) dan (3) UU Konsumen
[3] Pasal 62 ayat (2) UU Konsumen