Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sengketa Hak dan PHK
Perlu kami jelaskan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang dimiliki pekerja dan perusahaan pada dasarnya diatur oleh
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Suatu hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
[1]
Upah sendiri adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
[2]
Terkait pemutusan hubungan kerja (“PHK”) yang Anda alami, seharusnya mengikuti tahapan-tahapan yang diatur undang-undang sebagai berikut:
[3]Perusahaan wajib merundingkan maksud PHK tesebut dengan Anda selaku pekerja;
Bila perundingan gagal dan tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Bila merujuk dari apa yang Anda jelaskan, menurut kami PHK yang Anda alami bertentangan dengan tahapan-tahapan PHK di atas. Apalagi perusahaan tidak menjelaskan alasan di balik PHK dan masih menunggak hak Anda.
Adapun hal-hal yang perlu Anda rundingkan adalah mengenai hak-hak Anda, serta kemungkinan untuk tetap dapat bekerja pada posisi dan jabatan semula. Namun, jika perusahaan menolak permintaan Anda untuk bekerja kembali dan menolak memberikan hak-hak Anda, perusahaan dapat diadukan pada instansi ketenagakerjaan setempat.
[5] Instansi ketenagakerjaan akan memanggil pihak perusahaan dan Anda untuk menyelesaikan masalah, salah satunya dengan mediasi oleh mediator hubungan industrial yang ditunjuk.
Apabila perundingan di hadapan mediator hubungan industrial berhasil, maka mediator hubungan industrial akan membuat perjanjian perdamaian yang ditandatangani para pihak dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial (“PHI”) setempat.
[6] Namun bila perundingan gagal, maka mediator hubungan industrial akan menerbitkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian melalui mediasi.
[7]
Langkah hukum berikutnya yang dapat Anda tempuh untuk menuntut hak-hak Anda adalah dengan mengajukan gugatan pada PHI setempat.
[8] Gugatan harus melampirkan anjuran tertulis yang diterbitkan mediator hubungan industrial. Karena tanpa risalah tersebut, gugatan wajib dikembalikan oleh hakim PHI.
[9]
Jika Pengusaha Menolak Menjalankan Putusan PHI
Mengenai data yang sudah Anda password, kembalikanlah kepada perusahaan. Bagaimanapun, Anda mendapatkannya karena terikat hubungan kerja dengan mereka.
Jangan sampai, perbuatan Anda tersebut justru menimbulkan masalah baru. Anda dapat saja dilaporkan ke polisi atas dasar Pasal 374
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Guna memaksa pengusaha agar mematuhi putusan PHI dan melaksanakan hak-hak Anda, terdapat beberapa langkah lain yang dapat Anda tempuh. Sebagaimana diuraikan dalam artikel
Putusan PHI yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap, pekerja dapat memohonkan sita eksekutorial atas barang-barang milik pengusaha.
Permohonan sita eksekutorial itu tetap diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Setelah semua barang-barang disita, kemudian akan dilelang. Hasilnya akan digunakan untuk membayarkan kewajiban pengusaha kepada pekerja dan juga biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut.
Selain itu, pekerja juga dapat mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga. Jumlah besaran pesangon yang sudah ditetapkan berdasarkan putusan PHI yang sudah inkracht akan menjadi utang pengusaha dan piutang pekerja. Di sini berarti kedudukan pekerja adalah kreditur, sementara pengusaha menjadi debitur.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan
[3] Pasal 151 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 3 ayat (1) UU 2/2004
[5] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004
[6] Pasal 13 ayat (1) UU 2/2004
[9] Pasal 83 ayat (1) UU 2/2004