Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Jabatan Turun Level, Tak Sesuai Perjanjian Kerja

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Jika Jabatan Turun Level, Tak Sesuai Perjanjian Kerja

Jika Jabatan Turun Level, Tak Sesuai Perjanjian Kerja
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Jabatan Turun Level, Tak Sesuai Perjanjian Kerja

PERTANYAAN

Bolehkah mengajukan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial jika jabatan yang diperjanjikan lengkap dengan surat pengangkatannya ternyata tidak sesuai dengan yang diperjanjikan? Bahkan jabatan yang diberikan turun level dibanding jabatan yang diperjanjikan.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jabatan atau jenis pekerjaan merupakan salah satu elemen dasar dalam perjanjian kerja tertulis. Dalam hubungan kerja, jabatan akan memengaruhi, di antaranya, nilai upah yang berhak diterima seseorang. Perselisihan terkait perbedaan jabatan yang diduduki dan yang diperjanjikan dapat dikategorikan sebagai perselisihan kepentingan.
     
    Pekerja dapat mengajukan perselisihan kepentingan tersebut bersamaan dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja demi mendapatkan hak-hak terkait pemutusan hubungan kerja. Namun jika usaha yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hak yang nanti diperoleh, pekerja dapat memilih mengundurkan diri secara sukarela.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Jabatan dalam Perjanjian Kerja
    Menurut Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):
     
    1. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
    2. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
    3. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
     
    Lebih lanjut, dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.[1] Perjanjian kerja tersebut dibuat atas dasar:[2]
    1. kesepakatan kedua belah pihak;
    2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
    3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
    4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     
    Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan.[3] Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:[4]
    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    6. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
     
    Dalam hubungan kerja, jabatan akan memengaruhi, di antaranya, nilai upah yang berhak diterima seseorang sebagaimana ditegaskan Pasal 92 UU Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa:
     
    1. Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
    2. Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
    3. Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
     
    Penyusunan struktur dan skala upah dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah, sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja/buruh serta untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan. Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan.[5]
     
    Perselisihan Kepentingan dan Hak
    Perselisihan terkait jabatan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang Anda alami, menurut hemat kami, dapat dikategorikan sebagai perselisihan kepentingan.
     
    Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”):
     
    Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
     
    Di sisi lain, UU 2/2004 juga mengenal istilah perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[6]
     
    Mengapa perselisihan terkait jabatan lebih tepat disebut sebagai perselisihan kepentingan dan bukan perselisihan hak?
     
    Menurut M. Thaib dan Ramon Nofrial dalam buku Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (hal. 57), objek perselisihan hak adalah tidak dipenuhinya hak yang telah ditetapkan karena adanya perbedaan dalam implementasi atau penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang melandasi hak yang disengketakan.
     
    Sedangkan perselisihan kepentingan objeknya adalah ketidaksesuaian paham/pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (hal. 57).
     
    Dalam perselisihan hak yang dilanggar adalah hukumnya, baik peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sedangkan dalam perselisihan kepentingan menyangkut pembuatan hukum dan/atau perubahan terhadap substansi hukum yang sudah ada (hal. 57).
     
    Menurut hemat kami, penempatan Anda pada jabatan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan telah mengindikasikan terjadinya perselisihan kepentingan.
     
    Dalam proses penyelesaian perselisihan kepentingan, yang pertama perlu dilakukan adalah mendiskusikan perbedaan jabatan yang diduduki dan yang diperjanjikan dengan pihak perusahaan. Pasal 3 UU 2/2004 mengatur bahwa:
     
      1. Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
      2. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
      3. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
     
    Yang dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh atau antara serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih.[7]
     
    Apabila perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[8]
     
    Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi tersebut wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.[9]
     
    Jika para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian dalam waktu 7 hari kerja, maka instansi tersebut melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.[10]
     
    Jika penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[11]
     
    Sedangkan, perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[12]
     
    Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.[13]
     
    Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
    Di sisi lain, Anda dapat mengajukan PHK melalui penetapan pengadilan sebagaimana yang Anda tanyakan, sepanjang perbedaan jabatan tersebut mengakibatkan Anda harus mengerjakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.
     
    UU 13/2003 memang mengatur bahwa pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan, salah satunya, memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.[14]
     
    Perselisihan kepentingan dan perselisihan PHK ini pun pada dasarnya dapat digabungkan. Pasal 86 UU 2/2004 mengatur bahwa:
     
    Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan.
     
    Pasal 169 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan kemudian menguraikan bahwa:
     
    1. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
    2. Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
     
    Mengingat Anda baru menerima surat pengangkatan, kami asumsikan masa kerja Anda masih kurang dari satu tahun. Dengan demikian, Anda hanya berhak menerima uang pesangon sebesar 2x satu bulan upah, tanpa uang penghargaan masa kerja.[15]
     
    Dalam hal ini, Anda perlu mempertimbangkan proporsi antara waktu, tenaga, dan biaya yang akan Anda keluarkan dibandingkan dengan hak yang nantinya Anda peroleh jika ingin menyelesaikan perselisihan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
     
    Jika tidak sebanding, Anda dapat memilih mengajukan pengunduran diri secara sukarela.
     
    Hal ini pun diperbolehkan, karena sebenarnya penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak diperlukan dalam hal:[16]
    1. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
    2. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
    3. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
    4. pekerja/buruh meninggal dunia.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     
    Referensi:
    M. Thaib dan Ramon Nofrial. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Yogyakarta: Deepublish, 2019.
     

    [1] Pasal 50 UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [4] Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [5] Penjelasan Pasal 92 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan
    [6] Pasal 1 angka 2 UU 2/2004
    [7] Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU 2/2004
    [8] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004
    [9] Pasal 4 ayat (3) UU 2/2004
    [10] Pasal 4 ayat (4) UU 2/2004
    [11] Pasal 5 UU 2/2004
    [12] Pasal 53 UU 2/2004
    [13] Pasal 56 huruf b UU 2/2004
    [14] Pasal 169 ayat (1) huruf e UU Ketenagakerjaan
    [15] Pasal 156 ayat (2) huruf a dan ayat (3) UU Ketenagakerjaan
    [16] Pasal 154 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    hukumonline
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!