Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (“ASN”)
Pegawai ASN adalah PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (“PPK”) dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana diterangkan Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Sedangkan, pengertian PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh PPK untuk menduduki jabatan pemerintahan.
[1]
Manajemen PNS merupakan salah satu bagian dari manajemen ASN, yaitu pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mutasi adalah satu satu bagian dari manajemen PNS tersebut.
[2]
Sementara itu, jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
[3]
Selain jabatan fungsional, jabatan lain yang dapat diduduki oleh pegawai ASN adalah jabatan administrasi.
Salah satu jabatan administrasi tersebut adalah jabatan pelaksana.
[4]
Pengertian Mutasi dan Pemegang Kewenangan untuk Melakukanya
Kata “mutasi” sudah seringkali kita dengar di lingkungan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Menurut Hasibuan Malayu dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal (promosi/demosi) dalam suatu organisasi (hal. 102).
Pengertian mutasi menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan BKN 5/2019 adalah perpindahan tugas dan/atau lokasi dalam 1 instansi pusat, antar instansi pusat, 1 instansi daerah, antar instansi daerah, antar instansi pusat dan instansi daerah, dan ke perwakilan negara Indonesia di luar negeri serta atas permintaan sendiri.
Kewenangan melakukan mutasi di lingkungan pemerintah daerah ada pada PPK yang berdasarkan Pasal 53 huruf d dan e UU ASN adalah kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota sebagai PPK yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Mutasi PNS
Ketentuan tentang mutasi PNS selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 73 UU ASN, yakni:
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 instansi pusat, antar instansi pusat, 1 instansi daerah, antar instansi daerah, antar instansi pusat dan instansi daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
Mutasi PNS dalam satu instansi pusat atau instansi daerah dilakukan oleh PPK.
Mutasi PNS antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Nasional (“BKN”).
Mutasi PNS antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke instansi pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
Mutasi PNS antar instansi pusat ditetapkan oleh kepala BKN.
Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk instansi pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk instansi daerah.
Sedangkan, Pasal 190 PP 11/2017 menyatakan bahwa:
Instansi pemerintah menyusun perencanaan mutasi PNS di lingkungannya.
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 instansi pusat, antar instansi pusat, 1 instansi daerah, antar instansi daerah, antarinstansi pusat dan instansi daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
Mutasi dilakukan paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun.
Mutasi dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi pns dengan persyaratan jabatan, klasifikasi jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi.
Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
Selain mutasi karena tugas dan /atau lokasi, PNS dapat mengajukan mutasi tugas dan/atau lokasi atas permintaan sendiri.
Pasal 191 PP 11/2017 lalu menyatakan:
Mutasi dalam 1 (satu) instansi pusat atau dalam 1 (satu) instansi daerah dilakukan oleh PPK, setelah memperoleh pertimbangan tim penilai kinerja PNS.
Berdasarkan uraian tersebut, maka, menurut hemat kami, mutasi guru PNS ke PNS non guru diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan, meski bukan atas permintaan yang bersangkutan.
Oleh karena guru yang dimaksud merupakan seorang PNS di lingkungan pemerintah daerah, sehingga berdasarkan uraian di atas, kepala daerahlah yang dapat melakukan mutasi guru PNS (jabatan fungsional) ke PNS non guru (pelaksana) bukan atas permintaan PNS yang bersangkutan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan mutasi PNS, kepala daerah juga harus memperhatikan beberapa aspek yang di antaranya adalah:
[5]kompetensi;
pola karier;
pemetaan pegawai;
kelompok rencana suksesi (talent pool);
perpindahan dan pengembangan karier;
penilaian prestasi kerja/kinerja dan perilaku kerja;
kebutuhan organisasi; dan
sifat pekerjaan teknis atau kebijakan tergantung pada klasifikasi jabatan.
Selain aspek di atas, mutasi guru PNS (dari jabatan fungsional) ke PNS non guru (pelaksana) juga dapat dilakukan oleh kepala daerah dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
Yang dimaksud dengan “konflik kepentingan”, antara lain, memiliki hubungan keluarga, hubungan tali perkawinan, dan hubungan darah.
[6]
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah mutasi dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan persyaratan jabatan, klasifikasi jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Hasibuan Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
[1] Pasal 1 angka 3 UU ASN
[2] Pasal 52
jo. Pasal 55 ayat (1) huruf g dan Pasal 1 angka 5 UU ASN
[3] Pasal 1 angka 11 UU ASN
[4] Pasal 13 huruf a dan Pasal 14 huruf c UU ASN
[5] Pasal 2 ayat (2) Peraturan BKN 5/2019
[6] Penjelasan Pasal 114 ayat (6) huruf d PP 11/2017