Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Membuka Rekam Medis Karyawan Tanpa Persetujuan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Hukumnya Membuka Rekam Medis Karyawan Tanpa Persetujuan

Hukumnya Membuka Rekam Medis Karyawan Tanpa Persetujuan
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Membuka Rekam Medis Karyawan Tanpa Persetujuan

PERTANYAAN

Apakah ada sanksi bagi rumah sakit yang tidak menjaga hasil medis dari pasien? Seorang teman melakukan serangkaian medical check-up (MCU) atas arahan kantornya. Dalam tes tersebut, ia dinyatakan positif HIV. Ketika hasil MCU keluar, ia sedang bekerja sehingga istrinya yang mengambilnya ke RS. Sang istri ke RS dan hanya menyebutkan nama sang suami tanpa konfirmasi pertanyaan apapun. Sehingga yang tahu terlebih dulu mengenai positif HIV adalah sang istri. Secara psikis, teman saya dan istrinya belum siap, sehingga down dan stres. Semua softfile hasil MCU langsung dikirim oleh RS ke HRD perusahaan. Apakah ini menyalahi aturan ketenagakerjaan? Mengingat ada hak individu dari penderita HIV yang harus dihormati. Karena kita tahu di Indonesia mengenai stigma negatif dan diskriminasi terhadap ODHA masih sangat tinggi.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Membuka rekam medis pasien pada dasarnya tidak dapat dibenarkan kecuali dengan persetujuan pasien yang bersangkutan atau berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

    Lantas bagaimana hukumnya membuka atau menyebarkan rekam medis pasien kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Langkah Hukum Jika Rekam Medis Karyawan Terbongkar yang dibuat oleh Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 20 Maret 2020, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Senin, 14 November 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Rekam Medis dan Rahasia Kedokteran

    Masalah rekam medis dan rahasia kedokteran pada dasarnya telah diatur dalam UU 29/2004. Pasal 48 UU 29/2004 mengatur bahwa:

    1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
    2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
    3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

    Selain itu, setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.[1]

    Pihak yang Berhak atas Berkas dan Isi Rekam Medis

    Dokumen rekam medis merupakan milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. Isi rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupun pasien telah meninggal dunia.[2]

    Isi rekam medis sendiri paling sedikit terdiri atas:[3]

    1. identitas Pasien;
    2. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang;
    3. diagnosis, pengobatan, dan rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan; dan
    4. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.

    Selain kepada pasien, rekam medis dapat disampaikan kepada keluarga terdekat atau pihak lain dalam hal:[4]

    1. Pasien di bawah umur 18 tahun; dan/atau
    2. Pasien dalam keadaan darurat.

    Penyampaian rekam medis kepada pihak lain tersebut dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pasien.[5]

    Adapun untuk membuka isi rekam medis atas persetujuan pasien dilakukan untuk:[6]

    1. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien;
    2. permintaan pasien sendiri; dan/atau
    3. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.

    Jika pasien tidak cakap, persetujuan pembukaan isi rekam medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat meliputi suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, dan/atau saudara kandung pasien atau pengampunya dan dapat juga dilakukan oleh ahli waris.[7] Pembukaan isi rekam medis untuk administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan kesehatan dilakukan secara tertulis dan/atau melalui sistem informasi elektronik di fasilitas pelayanan kesehatan.[8]

    Dengan demikian, pada dasarnya dimungkinkan seorang istri untuk menerima ringkasan rekam medis suaminya atas dasar persetujuan pasien.

    Terkait permintaan medical check-up dari perusahaan, Pasal 34 Permenkes 24/2022 mengatur bahwa pembukaan isi rekam medis atas persetujuan pasien salah satunya dilakukan untuk keperluan administrasi.[9] Menurut hemat kami, keperluan administrasi tersebut juga dapat mencakup keperluan administrasi perusahaan.

    Jika kami asumsikan perusahaan telah meminta persetujuan teman Anda sebelum melaksanakan medical check-up tersebut yang mencakup pula pemberian izin atau kuasa dari teman Anda kepada perusahaan untuk mendapatkan ringkasan rekam medis pekerjanya maka sebenarnya perusahaan memiliki alas hukum untuk mendapatkan ringkasan rekam medis teman Anda sepanjang mendapatkan persetujuan dari pasien.  Adapun, pembukaan isi rekam medis tersebut harus dilakukan secara tertulis dan/atau melalui sistem informasi elektronik pada saat registrasi pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

    Dugaan Pembukaan Informasi yang Bukan untuk Publik

    Apabila terdapat dugaan kesalahan pengelolaan rekam medis oleh rumah sakit, sehingga bocor ke pihak lain, maka rumah sakit diduga melanggar, di antaranya, Pasal 17 huruf h angka 2 UU KIP yang menyatakan bahwa setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi, seperti riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang.

    Yang dimaksud sebagai badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.[10]

    Berdasarkan kriteria tersebut, menurut hemat kami, rumah sakit milik pemerintah dapat dikategorikan sebagai badan publik, sehingga tunduk pada ketentuan Pasal 17 huruf h angka 2 UU KIP di atas.

     Kemudian, Pasal 54 ayat (1) UU KIP mengatur bahwa:

    Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

    Ketentuan ini sendiri berlaku bagi orang perseorangan atau kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam UU KIP.[11] Dengan demikian, menurut hemat kami, Pasal 54 ayat (1) UU KIP berlaku juga bagi rumah sakit swasta, bukan hanya bagi rumah sakit milik pemerintah.

    Membuka Rekam Medis kepada Pihak Lain Menurut UU PDP

    Selain UU KIP, baik rumah sakit pemerintah sebagai badan publik maupun rumah sakit swasta, apabila memproses data pribadi pasien, dapat dikategorikan sebagai pengendali data pribadi[12] yang tunduk pada UU PDP dalam urusan pelindungan data pribadi.

    Adapun, rekam medis dapat dikategorikan sebagai data pribadi yang bersifat spesifik sebab termasuk data dan informasi kesehatan adalah catatan atau keterangan individu yang berkaitan dengan kesehatan fisik, kesehatan mental, dan/atau pelayanan kesehatan.[13]  

    Perlu Anda ketahui bahwa pengendali data pribadi ketika melakukan pemrosesan data pribadi harus mempunyai dasar pemrosesan seperti persetujuan sah secara eksplisit dari subjek data pribadi.[14] Artinya, rumah sakit ketika akan mengirimkan rekam medis pasien kepada pihak lain seperti perusahaan, harus atas persetujuan dari pasien yang bersangkutan.

    Pelanggaran atas hal tersebut dapat dikenai sanksi administratif yaitu peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi dan/atau denda administratif maksimal 2% dari pendapatan tahunan/penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.[15]

    Selain sanksi administratif, menurut pada Pasal 67 ayat (2) UU PDP menegaskan bahwa:

    Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

    Bagi korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat dan/atau korporasi. Adapun pidana bagi korporasi hanya pidana denda yaitu maksimal 10 kali lipat dari maksimal denda yang diancamkan. Selain pidana denda, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana diatur di dalam Pasal 70 ayat (4) UU PDP.[16]

    Rekam Medis dalam Hubungan Ketenagakerjaan

    Sebagaimana diterangkan di atas, hasil medical check-up yang diselenggarakan perusahaan dapat diberikan kepada perusahaan sepanjang memenuhi syarat tertentu. Pemeriksaan kesehatan yang diselenggarakan perusahaan bagi pekerjanya pun telah dimungkinkan melalui Permenaker 2/1980.

    Kami asumsikan, bahwa teman yang Anda maksud telah menjadi pekerja di dalam perusahaan, sehingga terhadapnya dapat berlaku ketentuan mengenai pemeriksaan kesehatan berkala.

    Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter[17] yang dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.[18]

    Adapun, pemeriksaan kesehatan berkala meliputi fisik lengkap kesegaran jasmani, rontgen paru-paru bila memungkinkan, dan laboratorium rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.[19]

    Apabila ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.[20]

    Wewenang untuk mengatur mekanisme pemeriksaan kesehatan memang diserahkan kepada perusahaan yang bekerja sama dengan dokter.[21]

    Namun, jika perusahaan mendapatkan ringkasan rekam medis tidak berdasarkan ketentuan seperti atas persetujuan pasien, dan teman Anda mengalami kerugian akibat terbongkarnya rekam medis yang memuat diagnosis HIV tersebut, menurut hemat kami, timbul potensi perselisihan hak antara teman Anda sebagai pekerja dengan perusahaan yang dapat diselesaikan berdasarkan mekanisme UU PPHI.

    Dalam hal ini, menurut hemat kami, hak teman Anda yang terlanggar oleh pemberi kerja adalah terkait hak atas kerahasiaan rekam medis. Sementara, perusahaan patut diduga pula tidak memiliki pedoman pemeriksaan kesehatan berkala yang baku dan/atau tidak pula memiliki persetujuan pekerja yang memberi izin atau kuasa kepada perusahaan untuk mendapatkan ringkasan rekam medis.

    Baca juga: 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
    3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
    4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi;
    5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/1980 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;
    6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis;

    [1] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU 29/2004”) dan penjelasannya

    [2] Pasal 32 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis (“Permenkes 24/2022”)

    [3] Pasal 26 ayat (6) Permenkes 24/2022

    [4] Pasal 26 ayat (3) dan (4) Permenkes 24/2022

    [5] Pasal 26 ayat (5) Permenkes 24/2022

    [6] Pasal 34 ayat (1) Permenkes 24/2022

    [7] Pasal 34 ayat (3). (4) dan (5) Permenkes 24/2022

    [8] Pasal 34 ayat (7) Permenkes 24/2022

    [9] Pasal 34 ayat (1) huruf c Permenkes 24/2022

    [10] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (“UU KIP”)

    [11] Penjelasan Pasal 54 ayat (1) UU KIP

    [12] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)

    [13] Pasal 4 ayat (2) huruf a UU PDP dan penjelasannya

    [14] Pasal 20 ayat (1) dan (2) huruf a UU PDP

    [15] Pasal 57 ayat (1), (2) dan (3) UU PDP

    [16] Pasal 70 UU PDP

    [17] Pasal 1 huruf b Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/1980 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja (“Permenaker 2/1980”)

    [18] Pasal 3 ayat (1) Permenaker 2/1980

    [19] Pasal 3 ayat (3) Permenaker 2/1980

    [20] Pasal 3 ayat (6) Permenaker 2/1980

    [21] Pasal 3 ayat (4) dan 5 Permenaker 2/1980

    Tags

    hukumonline
    kesehatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!