Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perubahan Persidangan dan Sistem Kerja di MA karena COVID-19

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Perubahan Persidangan dan Sistem Kerja di MA karena COVID-19

Perubahan Persidangan dan Sistem Kerja di MA karena COVID-19
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perubahan Persidangan dan Sistem Kerja di MA karena COVID-19

PERTANYAAN

Apakah karena merabaknya wabah COVID-19, sistem kerja peradilan atau hakim ikut berubah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Surat edaran tersebut mengubah sejumlah aspek dalam penyelenggaraan persidangan di pengadilan. Apa saja perubahan yang dimaksud?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran yang kedua kali dari artikel dengan judul Perubahan Persidangan dan Sistem Kerja di MA karena Virus Corona yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 23 Maret 2020 dan kedua kali pada Rabu, 01 April 2020.
     
    Sistem Kerja Mahkamah Agung (MA) dan Badan Peradilan di Bawahnya
    Guna menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya (“SEMA 1/2020”).
     
    Menurut SEMA 1/2020, hakim dan aparatur peradilan dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah/tempat tinggalnya (work from home/WFH).[1]
     
    WFH tersebut termasuk pelaksanaan administrasi persidangan yang memanfaatkan aplikasi e-Court, pelaksanaan persidangan dengan menggunakan aplikasi e-Litigation, koordinasi, pertemuan, dan tugas kedinasan lainnya.[2]
     
    Pejabat pembina kepegawaian MA dan pimpinan pengadilan harus memastikan minimal terdapat 2 level pejabat struktural tertinggi pada setiap satuan kerja untuk tetap melaksanakan tugasnya di kantor agar penyelenggaraan layanan peradilan dan layanan lainnya kepada masyarakat tidak terhambat.[3]
     
    Untuk itu, diperlukan pengaturan sistem kerja yang akuntabel dan mengatur secara selektif pelaksanaan WFH melalui pembagian kehadiran, dengan mempertimbangkan:[4]
    1. Jenis perkara yang sedang ditangani;
    2. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai;
    3. Peta sebaran COVID-19 yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah;
    4. Domisili pegawai;
    5. Kondisi kesehatan hakim dan aparatur peradilan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
    6. Kondisi kesehatan keluarga hakim dan aparatur peradilan (dalam status orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, diduga/suspected, dan dikonfirmasi/confirmed terjangkit COVID-19);
    7. Ibu hamil;
    8. Ibu yang baru melahirkan atau sedang menyusui;
    9. Hakim dan aparatur peradilan yang menggunakan moda transportasi umum menuju kantor khususnya di wilayah Jabodecitabek, dan wilayah lain yang berdasarkan penilaian atasan atau hasil laporan kesehatan memiliki risiko tinggi terpapar COVID-19;
    10. Waktu tempuh hakim dan aparatur peradilan menuju kantor;
    11. Riwayat perjalanan hakim dan aparatur peradilan ke luar negeri dalam 14 hari kalender terakhir;
    12. Riwayat interaksi pada penderita terkonfirmasi COVID-19 dalam 14 hari kalender terakhir;
    13. Efektivitas pelaksanaan tugas dan pelayanan unit kerja.
     
    Hakim dan aparatur peradilan yang mendapat giliran bekerja di kantor untuk memberi layanan langsung kepada masyarakat tetap menjaga jarak aman (social distancing) serta menggunakan alat pelindung berupa masker dan sarung tangan medis sesuai situasi dan kondisi setempat.[5]
     
    Selain itu, setiap satuan kerja menyediakan hand sanitizer untuk ditempatkan di setiap pintu masuk kantor dan ruang sidang, serta memperbanyak tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun antiseptik cair.[6]
     
    Kemudian, setiap satuan kerja juga menyediakan alat pendeteksi suhu badan, seperti Infrared Thermometer sebagai deteksi awal pencegahan penyebaran COVID-19.[7]
     
    Hakim dan aparatur peradilan yang menjalankan WFH tidak boleh meninggalkan tempat tinggalnya, kecuali dalam keadaan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, ataupun keselamatan, dan harus melapor ke atasan langsung.[8]
     
    Hakim dan aparatur peradilan yang menjalankan WFH juga tidak boleh berpergian ke luar kota dan tidak kembali ke daerah asalnya selama masa pencegahan penyebaran COVID-19 berlangsung dan harus senantiasa siaga jika diminta sewaktu-waktu ke kantor.[9]
     
    Apabila ada rapat/pertemuan penting yang harus dihadiri, hakim dan aparatur peradilan yang sedang WFH dapat mengikuti rapat melalui sarana teleconference dan/atau video conference.[10]
     
    Pelaksanaan WFH ini berlangsung hingga 13 Mei 2020 dan akan dievaluasi lebih lanjut sesuai kebutuhan sebagaimana diterangkan dalam Poin 1 Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.
     
    Perubahan Persidangan Pengadilan
    SEMA 1/2020 juga mengatur perubahan pelaksanaan persidangan.
     
    Persidangan perkara pidana, pidana militer, dan jinayat tetap dilaksanakan khusus bagi terdakwa yang sedang ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi selama masa pencegahan penyebaran COVID-19 berlangsung.[11]
     
    Sedangkan, persidangan perkara pidana, pidana militer dan jinayat terhadap terdakwa yang secara hukum masa penahanannya masih beralasan untuk dapat diperpanjang, ditunda sampai dengan berakhirnya masa pencegahan penyebaran COVID-19. Penundaan persidangan dapat dilakukan dengan hakim tunggal.[12]
     
    Untuk perkara-perkara yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya oleh ketentuan perundang-undangan, hakim dapat menunda pemeriksaannya walaupun melampaui tenggang waktu pemeriksaan. Penundaan disertai dengan perintah kepada panitera pengganti agar mencatat dalam Berita Acara Sidang mengenai adanya keadaan luar biasa berdasarkan SEMA 1/2020.[13]
     
    Namun, bila ada perkara-perkara yang tetap harus disidangkan, maka:[14]
    1. penundaan persidangan dan pembatasan pengunjung sidang merupakan kewenangan majelis hakim untuk menentukan.
    2. majelis hakim dapat membatasi jumlah dan jarak aman antar pengunjung sidang (social distancing).
    3. majelis hakim dapat memerintahkan pendeteksian suhu badan serta melarang kontak fisik, seperti bersalaman bagi pihak-pihak yang akan hadir ataupun dihadirkan di persidangan.
    4. majelis hakim maupun pihak-pihak dalam persidangan dapat menggunakan alat pelindung berupa masker dan sarung tangan medis sesuai dengan kondisi dan situasi persidangan.
     
    Sementara itu, persidangan perkara perdata, perdata agama dan tata usaha negara dianjurkan untuk memanfaatkan aplikasi e-litigation.[15]
     
    Baca juga: MA: Sidang Perkara Pidana Tetap Digelar atau Ditunda, Ini Syaratnya!
     
    Kami juga telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah Covid-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

     

     

    [1] Poin 1 huruf a SEMA 1/2020
    [2] Poin 1 huruf b SEMA 1/2020
    [3] Poin 1 huruf c SEMA 1/2020
    [4] Poin 1 huruf d SEMA 1/2020
    [5] Poin 1 huruf h SEMA 1/2020
    [6] Poin 1 huruf j SEMA 1/2020
    [7] Poin 1 huruf k SEMA 1/2020
    [8] Poin 1 huruf l SEMA 1/2020
    [9] Poin 1 huruf n SEMA 1/2020
    [10] Poin 1 huruf p SEMA 1/2020
    [11] Poin 2 huruf a SEMA 1/2020
    [12] Poin 2 huruf b SEMA 1/2020
    [13] Poin 2 huruf c SEMA 1/2020
    [14] Poin 2 huruf d SEMA 1/2020
    [15] Poin 2 huruf e SEMA 1/2020

    Tags

    virus corona
    covid-19

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!