KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

‘Kelonggaran’ Kredit Bagi Masyarakat Terkena Imbas Wabah Corona

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

‘Kelonggaran’ Kredit Bagi Masyarakat Terkena Imbas Wabah Corona

‘Kelonggaran’ Kredit Bagi Masyarakat Terkena Imbas Wabah Corona
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
‘Kelonggaran’ Kredit Bagi Masyarakat Terkena Imbas Wabah Corona

PERTANYAAN

Benarkah kredit-kredit di bank mendapat kelonggaran pelunasan setahun karena wabah COVID-19? Apakah ini wajib sifatnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019, termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.
     
    Kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi dimaksud meliputi:
    1. kebijakan penetapan kualitas aset; dan
    2. kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Stimulus Pertumbuhan Ekonomi
    Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (“POJK 11/2020”), bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran Coronavirus Disease 2019 (“COVID-19”), termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.
     
    Bank yang dimaksud mencakup bank umum konvensional (“BUK”) termasuk unit usaha syariah (“UUS”), bank umum syariah (“BUS”), bank perkreditan rakyat (“BPR”), bank pembiayaan rakyat syariah (“BPRS”), yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.[1]
     
    Sedangkan debitur yang dimaksud adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19, baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. Contohnya:[2]
    1. Debitur yang terkena dampak penutupan jalur transportasi dan pariwisata dari dan ke Tiongkok atau negara lain yang telah terdampak COVID-19 serta travel warning beberapa negara.
    2. Debitur yang terkena dampak dari penurunan volume ekspor impor secara signifikan akibat keterkaitan rantai suplai dan perdagangan dengan Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19.
    3. Debitur yang terkena dampak terhambatnya proyek pembangunan infrastruktur karena terhentinya pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan mesin dari Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19.
     
    Adapun kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi yang dimaksud meliputi:[3]
    1. kebijakan penetapan kualitas aset; dan
    2. kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
     
    Penerapan kebijakan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2021.[4]
     
    Penetapan Kualitas Aset
    Kebijakan penetapan kualitas aset memiliki setidaknya dua bentuk.
     
    Pertama, berupa:
    1. kredit pada BUK;
    2. pembiayaan pada BUS atau unit usaha syariah UUS; dan/atau
    3. penyediaan dana lain pada BUK, BUS, atau UUS,
    bagi debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah dengan plafon paling banyak Rp10 miliar dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga atau margin/bagi hasil/ujrah.[5]
     
    Penetapan kualitas aset tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) mengenai penilaian kualitas aset. Adapun plafon:
    1. kredit pada BUK;
    2. pembiayaan pada BUS atau UUS; dan/atau
    3. penyediaan dana lain pada BUK, BUS, atau UUS,
    berlaku baik untuk satu debitur atau satu proyek yang sama.[6]
     
    Kedua, penetapan kualitas aset berupa:
    1. kredit pada BPR; dan/atau
    2. pembiayaan pada BPRS,
    bagi debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah dengan plafon paling banyak Rp10 miliar dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga atau margin/bagi hasil/ujrah.[7]
     
    Penetapan kualitas aset dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset. Selain itu, plafon:
    1. kredit pada BPR; dan/atau
    2. pembiayaan pada BPRS,
    berlaku baik untuk satu debitur atau satu proyek atau usaha yang sama.[8]
     
    Restrukturisasi Kredit atau Pembiayaan
    Adapun terkait kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan, kualitas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan restrukturisasi.[9]
     
    Restrukturisasi kredit atau pembiayaan tersebut dapat dilakukan terhadap kredit atau pembiayaan yang diberikan sebelum maupun setelah debitur terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah, tanpa batasan plafon.[10]
     
    Kredit bagi BPR atau pembiayaan bagi BPRS yang direstrukturisasi dikecualikan dari penerapan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit atau pembiayaan.[11]
     
    Ketentuan restrukturisasi berlaku untuk kredit atau pembiayaan yang memenuhi persyaratan:[12]
    1. diberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
    2. direstrukturisasi setelah debitur terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.
     
    Pemberian Penyediaan Dana Baru
    Bank juga dapat memberikan kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru kepada debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.[13]
     
    Pemberian dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang telah diberikan sebelumnya.[14]
     
    Penetapan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru:[15]
    1. untuk kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru dengan plafon paling banyak Rp10 miliar, penetapan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (1) POJK 11/2020; atau
    2. untuk kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru dengan plafon lebih dari Rp10 miliar, penetapan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain sesuai dengan ketentuan peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset.
     
    Rambu-Rambu bagi Bank
    Sekalipun memberikan keringanan, POJK 11/2020 telah menetapkan bahwa dalam menerapkan kebijakan stimulus tersebut, bank tetap perlu memperhatikan penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam peraturan OJK mengenai penerapan manajemen risiko bank.[16]
     
    Selain itu, bank harus memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah. Pedoman tersebut paling sedikit memuat:[17]
    1. kriteria debitur yang ditetapkan terkena dampak COVID-19; dan
    2. sektor yang terkena dampak COVID-19.
     
    Dalam artikel Frequently Asked Question POJK 11/2020 di laman OJK, diuraikan bahwa
    penerapan kebijakan ataupun skema restrukturisasi dapat bervariasi dan sangat ditentukan oleh kebijakan masing-masing bank tergantung pada asesmen terhadap profil dan kapasitas membayar debiturnya.
     
    OJK menekankan kepada seluruh bank agar dalam pemberian kebijakan restrukturisasi ini dilakukan secara bertanggungjawab dan agar tidak terjadi moral hazard. Jangan sampai ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab (freerider/aji mumpung).
     
    Dengan demikian, penerapan kebijakan ini diserahkan oleh OJK kepada masing-masing bank.
     
    Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi bank yang menjadi mitra usaha Anda.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Dasar Hukum:
     
    Referensi:
    Frequently Asked Question POJK 11/2020, diakses pada Kamis, 26 Maret 2020, pukul 18.19 WIB.
     

    [1] Pasal 1 angka 1 POJK 11/2020
    [2] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) POJK 11/2020
    [3] Pasal 2 ayat (2) POJK 11/2020
    [4] Pasal 10 POJK 11/2020
    [5] Pasal 3 ayat (1) POJK 11/2020
    [6] Pasal 3 ayat (2) dan (3) POJK 11/2020
    [7] Pasal 4 ayat (1) POJK 11/2020
    [8] Pasal 4 ayat (2) dan (3) POJK 11/2020
    [9] Pasal 5 ayat (1) POJK 11/2020
    [10] Pasal 5 ayat (2) vide Penjelasan Pasal 5 ayat (1) POJK 11/2020
    [11] Pasal 5 ayat (3) POJK 11/2020
    [12] Pasal 6 POJK 11/2020
    [13] Pasal 7 ayat (1) POJK 11/2020
    [14] Pasal 7 ayat (2) POJK 11/2020
    [15] Pasal 7 ayat (3) POJK 11/2020
    [16] Pasal 2 ayat (3) POJK 11/2020
    [17] Pasal 2 ayat (4) dan (5) POJK 11/2020

    Tags

    perbankan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!