Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum bagi Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatannya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum bagi Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatannya

Jerat Hukum bagi Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatannya
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum bagi Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatannya

PERTANYAAN

Perkenalkan saya dokter puskesmas di Sulawesi Tenggara. Saat ini, dunia sedang menghadapi wabah COVID-19. Mengingat penyakit ini adalah penyakit menular, maka penting untuk melakukan deteksi dini, sehingga orang yang terindikasi terpapar virus bisa ditangani dengan tepat. Sampai saat ini, upaya deteksi dini yang dilakukan tenaga kesehatan masih mengandalkan wawancara langsung dengan pasien untuk mengetahui apakah pasien tersebut memiliki faktor risiko epidemiologi untuk terkena penyakit COVID-19 ini. Setidaknya ada 2 pertanyaan: 1. Apakah dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala Anda memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal? dan 2. Apakah pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19? Kedua pertanyaan tersebutlah yang kemudian akan menentukan status pasien tersebut apakah bisa dimasukkan dalam kriteria suspek atau tidak. Kesalahan klasifikasi pasien bisa berpotensi menyebabkan penularan penyakit ke masyarakat sekitar dan berbahaya bagi pasien itu sendiri. Sayangnya, masih ada pasien yang berbohong saat menjawab kedua pertanyaan itu dan malah berkeliaran bebas padahal sebenarnya masuk kriteria suspek dan harus melakukan isolasi diri. Apakah ada hukum yang mengatur mengenai perilaku ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya adalah salah satu kewajiban pasien.
     
    Tindakan pemeriksaan kesehatan yang Anda lakukan merupakan suatu upaya penanggulangan wabah, seperti wabah COVID-19. Barangsiapa yang berbohong atas kondisi kesehatannya padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19 bisa dikenai pidana penjara, karena menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kewajiban Pasien
    Perlu Anda ketahui terlebih dahulu mengenai yang dimaksud dengan pasien dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (“Permenkes 4/2018”) adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, di rumah sakit.
     
    Kewajiban pasien, yaitu:[1]
    1. mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit;
    2. menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab;
    3. menghormati hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit;
    4. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
    5. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
    6. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    7. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
    8. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
     
    Dalam artikel Hak dan Kewajiban Pasien di laman Puskesmas Bambanglipuro, Bantul, diterangkan bahwa kewajiban pasien Puskesmas dengan pasien rumah sakit adalah sama.
     
    Jika Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatan
    Mengingat pasien berkewajiban untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang masalah kesehatannya, maka bagi pasien yang berbohong tentang informasi seputar kesehatannya dapat dikenai jerat hukum.
     
    Sebelumnya, patut diketahui bahwa COVID-19 telah ditetapkan sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
     
    Kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
     
    Sehingga, menurut hemat kami, COVID-19 dapat dikategorikan sebagai suatu penyakit menular.
     
    Wawancara yang Anda lakukan untuk menyeleksi orang yang patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19 dengan yang tidak, dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (“PP 40/1991”), dapat dikategorikan sebagai tindakan pemeriksaan yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan atau di tempat lain yang ditentukan.
     
    Tindakan pemeriksaan tersebut termasuk sebagai salah satu upaya penanggulangan wabah penyakit menular menurut Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (“UU 4/1984”).
     
    Selain itu, setiap orang berperan serta juga untuk:[2]
    1. Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah;
    2. Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah;
    3. Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah;
    4. Kegiatan lainnya.
     
    Jadi, pasien yang berbohong tentang informasi kesehatannya, sehingga menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19, bisa dikenai Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984, yang berbunyi:
     
    1. Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
    2. Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
     
    Referensi:
    Hak dan Kewajiban Pasien, diakses pada 15 April 2020, pukul 11.20 WIB.
     

    [1] Pasal 26 Permenkes 4/2018
    [2] Pasal 22 ayat (1) PP 40/1991

    Tags

    kesehatan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!