Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mengenal Teori Kausalitas dalam Hukum Pidana

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Mengenal Teori Kausalitas dalam Hukum Pidana

Mengenal Teori Kausalitas dalam Hukum Pidana
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Mengenal Teori Kausalitas dalam Hukum Pidana

PERTANYAAN

Boleh tolong jelaskan teori kausalitas dalam hukum pidana? Kemudian, jika ada seorang majikan yang sebenarnya benci dengan pembantunya. Pada suatu hari waktu hujan rintik-rintik, petir menyambar-nyambar, majikan tersebut menyuruh pembantunya untuk pergi ke sebuah warung beli rokok dengan harapan pembantu ini disambar petir. Ternyata benar pembantu ini disambar petir, hingga akhirnya meninggal dunia. Menurut tiga teori kausalitas (teori conditio sine qua non, teori individualisasi, dan teori generalisasi), apakah majikan tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas matinya si pembantu tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Teori kausalitas dalam hukum pidana berlaku ketika suatu peraturan pidana tidak berbicara tentang perbuatan atau tindak pidananya (yang dilakukan dengan sengaja), namun menekankan pada hubungan antara kesalahan atau ketidaksengajaan (culpa) dengan akibat.  

    Menurut teori conditio sine qua non, suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang akibat tersebut tidak dapat dilepaskan dari tindakan pertama tersebut.  

    Sedangkan teori generalisasi hanya mencari satu saja dari sekian banyak sebab yang menimbulkan akibat yang dilarang.  

    Adapun dalam ajaran causa proxima atau individualisasi, sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat. 

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Macam-macam Teori Kausalitas dalam Hukum Pidana yang dibuat oleh Dr. Flora Dianti, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 27 April 2020.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu kausalitas dalam hukum pidana? Secara singkat, kausalitas adalah ajaran tentang sebab akibat. Untuk delik materiel, permasalahan sebab akibat menjadi sangat penting.

    Menjawab dalam hal apakah teori kausalitas diperlukan dalam hukum pidana, kami sampaikan bahwa kausalitas diperlukan ketika suatu peraturan pidana tidak berbicara tentang perbuatan atau tindak pidananya (yang dilakukan dengan sengaja), namun menekankan pada hubungan antara kesalahan atau ketidaksengajaan (culpa) dengan akibat.

    Dengan demikian, sebelum mengulas unsur kesalahan, hakim pertama-tama menetapkan ada tidaknya hubungan kausal antara suatu tindakan dan akibat yang muncul.

    Dengan demikian, fungsi dari teori kausalitas adalah menentukan pertanggungjawaban untuk delik yang dirumuskan secara materiel, mengingat akibat yang ditimbulkan merupakan unsur dari delik itu sendiri.

    Seperti tindak pidana pembunuhan, di mana tidak ada perbuatan pidana pembunuhan jika tidak ada akibat kematian dari perbuatan tersebut. Sebagai contoh, Pasal 338 KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, yang berbunyi:

    Pasal 338 KUHP

    Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

    Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023

    Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

    Dalam kasus yang Anda sampaikan, diduga terdapat tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain karena tersambar petir.

    Mengenai teori kausalitas yang Anda tanyakan, berikut penjelasannya masing-masing:

    1. Teori Conditio Sine Qua Non dari von Buri

    Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang akibat tersebut tidak dapat dilepaskan dari tindakan pertama tersebut.

    Karena itu suatu tindakan harus merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi keberadaan sifat tertentu. Semua syarat (sebab) harus dipandang setara.

    Konsekuensi teori ini, kita dapat merunut tiada henti sebab suatu peristiwa hingga ke masa lalu (regressus ad infinitum).

    Dalam kasus ini, maka majikan yang menyuruh pembantunya membeli sesuatu ke warung agar disambar petir, atau orang yang tidak memasang penangkal petir di sekitar jalan yang dilalui pembantu, atau orang lain yang memberi ide kepada majikan tentang adanya cara untuk membuat orang mati karena disambar petir tanpa tahu adanya masalah antara majikan dan pembantunya, pun dapat dianggap sebagai penyebab kematian pembantu tersebut.

    Beberapa ahli menyatakan teori ini tidak mungkin digunakan dalam menentukan pertanggungjawaban pidana karena terlalu luas.

    1. Teori Generalisasi dari Treger

    Teori ini hanya mencari satu saja dari sekian banyak sebab yang menimbulkan akibat yang dilarang.

    Termasuk dalam teori ini adalah teori adequat dari Von Kries, yakni musabab dari suatu kejadian adalah tindakan yang dalam keadaan normal dapat menimbulkan akibat atau kejadian yang dilarang.

    Keadaan yang normal dimaksud adalah bila pelaku mengetahui atau seharusnya mengetahui keadaan saat itu, yang memungkinkan timbulnya suatu akibat.

    Dalam hal ini, menurut hemat kami, maka harus diselidiki lebih dahulu apakah:

      1. Majikan memiliki pengetahuan bahwa jika keadaan hujan dan terdapat petir, maka besar kemungkinan orang berjalan di bawah hujan dapat tersambar petir. Keadaan saat itu memang hujan lebat dengan petir menyambar, namun ia tetap meminta pembantu keluar membeli barang. Jika iya, maka majikan dapat dinyatakan menjadi musabab objektif dari meninggalnya pembantu akibat tersambar petir, karena tidak adanya sebab lain.
      1. Memang kelalaian pembantu yang melewati jalan di bawah guyuran hujan dengan menggunakan seluler yang kemudian memancing sambaran petir. Kelalaian pembantu sendiri yang menjadi musabab dirinya tersambar petir.
      1. Adanya kelalaian orang di sekitar jalan yang seharusnya memasang penangkal petir di bangunannya, namun tidak dilakukan. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pembantu tersambar petir ketika melewati bangunannya.

    Dalam teori ini terdapat tiga musabab. Harus dicari perbuatan mana yang paling dekat dengan akibat tersambar petirnya pembantu tersebut.

    1. Teori Individualisasi/Pengujian Causa Proxima

    Dalam ajaran causa proxima, sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.

    Peristiwa pidana dilihat secara in concreto atau post factum. Di sini hal yang khusus diatur menurut pandangan individual, yaitu hanya ada satu syarat sebagai musabab timbulnya akibat.

    Dalam tataran praktik harus dilihat pembuktiannya, apakah dalam pembuktian forensik terbukti kematian memang akibat dari tersambar petir, dan petir terpercik karena apa. Akhirnya ditemukan sebab yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari adanya sambaran petir tersebut.

    Namun, untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai pertanggungjawaban pidana majikan tersebut, maka harus dilihat terpenuhi tidaknya unsur pidana serta unsur kesalahan dari tindak pidana yang dikenakan terhadap terdakwa.

    Demikian penjelasan kami tentang teori kausalitas dalam hukum pidana sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:

    1. Eddy O.S. Hiariej. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Edisi Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma. 2016;
    2. Jan Remmelink. Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    Tags

    hukum pidana
    pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!