KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sidang Isbat Online Penentuan Awal Ramadan di Tengah Wabah COVID-19

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Sidang Isbat Online Penentuan Awal Ramadan di Tengah Wabah COVID-19

Sidang Isbat <i>Online</i> Penentuan Awal Ramadan di Tengah Wabah COVID-19
Ahmad Sadzali, Lc, M.H.PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
Sidang Isbat <i>Online</i> Penentuan Awal Ramadan di Tengah Wabah COVID-19

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya rencana melakukan sidang isbat secara virtual untuk menentukan 1 ramadhan pada tahun 2020 ini? Apakah diperbolehkan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sidang isbat secara online boleh dilakukan. Terlebih lagi, dalam kondisi wabah COVID-19 yang tengah melanda dunia, termasuk Indonesia, pelaksanaan sidang isbat secara online justru sangat dibutuhkan.
     
    Setidaknya ada dua alasan yang dapat menjadi dasar dilaksanakannya sidang isbat online, yaitu:
    1. karena sidang isbat harus tetap dilaksanakan dalam rangka penentuan awal bulan Ramadan yang akan dijadikan pedoman umat Islam dalam menjalankan kewajiban ibadah di bulan Ramadan; dan
    2. karena adanya kebijakan untuk membatasi kegiatan masyarakat dan menjaga jarak fisik dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pelaksanaan Sidang Isbat
    Sidang isbat merupakan sidang yang biasanya dilakukan untuk menetapkan awal Ramadan dan Syawal. Sidang isbat difasilitasi oleh Kementerian Agama. Umumnya yang dilakukan dalam sidang isbat adalah mengaji hasil hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) hilal awal bulan, dalam rangka mengambil keputusan yang bersifat nasional.
     
    Sidang isbat tidak membahas secara rinci substansi hisab dan rukyat, tetapi lebih bersifat menampung pendapat untuk menjadi bahan pertimbangan Menteri Agama dalam mengambil keputusan penetapan awal bulan Ramadan dan Syawal.
     
    Sementara diskusi mendalam soal hasil hisab dan kemungkinan hasil rukyat umumnya dilakukan dalam Temu Kerja Badan Hisab Rukyat dan pertemuan/lokakarya yang bersifat teknis hisab rukyat sebagaimana diterangkan dalam artikel Isbat Awal Ramadan dan Syawal 1436H di Khasanah, Edisi XXI (Juni – Agustus 2015) (hal. 7).
     
    Arfan Muhammad dalam makalahnya Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Isbat Rukyatul Hilal yang disampaikan pada Pelatihan Hisab Rukyat Para Hakim dan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kalimantan Barat (hal. 9 – 10) menerangkan bahwa ada beberapa langkah yang ditempuh oleh Kementerian Agama dalam rangka menetapkan awal bulan Ramadan, Syawal maupun juga awal Dzul Hijjah, yaitu:
     
    Pertama, Kementerian Agama menghimpun data hisab dan rukyat, terutama mengenai data ijtima’ dan ketinggian hilal dari berbagai sistem yang ada di Indonesia, serta penetapan dari negara-negara lain dan Konferensi Penyatuan Kalender Hijriah Internasional.
     
    Kedua, data-data tersebut kemudian dibahas oleh Badan Hisab dan Rukyat yang beranggotakan dari organisasi masyarakat Islam, Majelis Ulama Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut, pihak planetarium, Pengadilan Agama dan para pakar.
     
    Ketiga, jika diprediksi akan terjadi perbedaan dalam tubuh umat Islam dalam penetapan awal Ramadan dan Syawal, maka Kementerian Agama menggelar musyawarah-musyawarah khusus yang dihadiri oleh peserta yang lebih luas untuk membahas permasalahan tersebut.
     
    Keempat, Kementerian Agama menginstruksikan Kantor Wilayah Kementerian Agama seluruh Indonesia untuk melakukan rukyatul hilal (pengamatan bulan).
     
    Kelima, Kantor Wilayah Kementerian Agama di seluruh Indonesia yang melakukan kegiatan rukyatul hilal melaporkan hasil rukyatnya kepada Badan Hisab dan Rukyat sesaat setelah melakukan pengamatan di tempat tersebut sebagai bahan sidang isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama. Sidang ini juga biasanya dihadiri oleh anggota Badan Hisab dan Rukyat  serta sejumlah tamu undangan.
     
    Sidang isbat rukyatul hilal dilakukan oleh Pengadilan Agama. Kewenangan Pengadilan Agama untuk melakukan sidang isbat rukyatul hilal ini termaktub dalam Pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”) yang isinya menyatakan bahwa Pengadilan Agama berwenang memberikan isbat kesaksian rukyatul hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
     
    Selama ini, Pengadilan Agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (isbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal.[1]
     
    Sidang isbat rukyat hilal dilaksanakan di tempat pelaksanaan rukyat hilal (sidang di tempat) dan dilakukan dengan cepat, sederhana dan menyesuaikan dengan kondisi setempat.
     
    Sidang Isbat Online
    Berdasarkan kaidah fikih,”al-masyaqqatu tajlibu al-taisir”, yang artinya kesulitan mendatangkan kemudahan, maka sidang isbat secara online atau melalui media komunikasi elektronik dapat dilakukan.
     
    Kesulitan yang dimaksud adalah adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan harus dikeluarkannya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dan untuk tetap menjaga jarak dengan orang lain oleh pemerintah.
     
    Oleh karenanya, setiap perkumpulan atau kegiatan pertemuan fisik yang melibatkan banyak orang tidak boleh dilakukan demi menekan dan mencegah penyebaran COVID-19. Maka, menurut hemat kami, pembatasan tersebut termasuk juga pelaksanaan sidang isbat.
     
    Sedangkan kemudahan yang datang akibat adanya kesulitan tersebut adalah proses sidang isbat yang dilakukan secara online atau dengan media komunikasi elektronik.
     
    Sehingga, sidang isbat yang dalam kondisi normal dilakukan dengan pertemuan secara langsung dan melibatkan banyak orang, maka dalam situasi sulit seperti ini diberikanlah kemudahan atau kelonggaran agar sidang isbat dilakukan secara online saja.
     
    Dengan begitu, tidak akan ada sidang isbat dengan pertemuan fisik secara langsung.
     
    Di sini jugalah berlaku kaidah fikih lainnya, yaitu “maa laa yudroqu kulluhu laa yutroku kulluhu”, yang artinya apa-apa yang tidak dapat diraih semuanya (secara sempurna), maka juga tidak ditinggal semuanya.
     
    Jadi, tidak boleh sidang isbat ditiadakan hanya karena tidak memungkinkannya pertemuan rapat secara tatap muka. Sidang isbat, karena posisinya yang sangat penting bagi umat Islam dalam mendapatkan kepastian mengawali dan mengakhiri bulan Ramadan, tetap harus dilaksanakan.
     
    Maka dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, pelaksanaan yang paling memungkinkan adalah dilakukan secara online.
     
    Jika kita perhatikan proses sidang isbat yang selama ini berjalan dalam kondisi normal, sebenarnya juga sudah mengandung media komunikasi elektronik atau sambungan jarak jauh. Artinya, rapat yang dilakukan oleh Kementerian Agama di Jakarta juga terhubung secara virtual dengan beberapa wilayah yang menyelenggarakan rukyatul hilal. Sehingga, tidak ada alasan untuk tidak melakukan sidang isbat secara online selama pandemi COVID-19.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
     
    Referensi:
    1. Khasanah, Edisi XXI (Juni – Agustus 2015). Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015;
    2. Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Isbat Rukyatul Hilal, diakses pada 23 April 2020, pukul 16.45 WIB.
     

    [1] Penjelasan Pasal 52A UU 3/2006

    Tags

    hukumonline
    agama

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!