Saya mau bertanya, apakah jika dosen terlibat dalam suatu tindakan hukum pidana hingga ditetapkan sebagai terpidana dan menjalani masa hukuman percobaan, masih bisa mengajar pada perguruan tinggi swasta?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Apabila seseorang dijatuhi pidana percobaan, biasanya hal tersebut dikarenakania melakukan kejahatan ringan atau pelanggaran. Dalam menjalani pidana percobaan, seorang terpidana tidak kehilangan hak-hak kebebasannya sepanjang dalam rentang waktu percobaan tersebut tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum atau melanggar syarat tertentu.
Terpidana tersebut berada dalam pengawasan untuk melakukan kegiatan atau aktivitasnyaseperti biasa dengan syarat-syarat tertentu.
Pada prinsipnya, boleh atau tidaknya dosen yang bersangkutan tetap mengajar dikembalikan pada kebijakan institusi yang bersangkutan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Profesi Dosen
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[1]
Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum, berupa lulusan magister untuk program diploma atau sarjana, serta lulusan doktor untuk program pascasarjana. Selain itu, setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa, dapat diangkat menjadi dosen.[2]
Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.[3]
Dosen berkewajiban untuk melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat atau yang disebut juga sebagai tri dharma perguruan tinggi.[4]
Dalam melaksanakan tugasnya, dosen terikat dengan perjanjian kerja secara tertulis dengan penyelenggara pendidikan, yang mana memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban.[5]
Dosen dapat mengajar di Perguruan Tinggi Negeri (“PTN”) dan Perguruan Tinggi Swasta (“PTS”).
Dosen PNSdalam hubungan kerjanya juga didasari pada perjanjian kerja yang dibuat bersama dengan badan penyelenggara perguruan tinggi swasta yang mempekerjakannya serta tunduk terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Dosen non-PNS adalah dosen yang diangkat oleh badan penyelenggara perguruan tinggi swasta yang memiliki tugas utama melaksanakan tridharma perguruan tinggi.[6]
Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat (PTS) dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.[7]
Kami asumsikan dosen yang Anda maksud adalah dosen non-PNS yang bekerja di PTS, sehingga seorang dosen swasta atau dosen non-PNS akan terikat pada sebuah perjanjian kerja yang dibuat bersama dengan badan penyelenggara perguruan tinggi swasta yang mempekerjakannya.
Dalam melaksanakan tugasnya, dosen dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai dosen, karena:[9]
Melanggar sumpah dan janji jabatan;
Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus-menerus.
Pemberhentian ini dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.[10]
Dosen Terlibat Tindak Pidana
Apabila dosen tersangkut masalah hukum dengan melakukan tindak pidana, maka dosen diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. P. A. F. Lamintang dalam bukuDasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, menjelaskan bahwatindak pidana dikenal dengan istilah strafbaarfeit (hal. 181).
Secara sederhana,tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang dilarang berdasarkan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)atau peraturan perundang-undangan lain, berupa kejahatan dan pelanggaran yang ketentuannya memiliki sanksi pidana bagi yang melanggarnya.
Menurut Simonsebagaimana dikutip Moeljatno dalam bukuAsas-Asas Hukum Pidana, tindak pidana ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (hal. 20).
Jika seorang dosen melakukan tindak pidana, maka masuk dalam kategori telah melanggar kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 huruf e UU 14/2005, yaitu kewajiban untuk menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika.
Dosen PTS yang dijatuhkan hukuman percobaan (voorwaardelijke) berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkcraht) akan menjadi seorang terpidana dengan status menjalani masa hukuman percobaan.
Hukuman percobaan disebut sebagai hukuman bersyarat yang ketentuannya diatur dalam Pasal 14a ayat (1) KUHP, yang berbunyi:
Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu
Berdasarkan ketentuan di atas, hukuman percobaan hanya dapat diberikan dalam hal dijatuhkan hukuman penjara tidak lebih dari satu tahun. Seseorang yang dijatuhi pidana percobaan biasanya melakukan tindak pidana kejahatan ringan atau pelanggaran.
Dalam menjalani pidana percobaan, seorang terpidana tidak kehilangan hak-hak kebebasannya sepanjang dalam rentang waktu percobaan tersebut tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum atau yang disyaratkan dalam putusan pengadilan terkait.
Artinya, terpidana tersebut berada dalam pengawasan untuk melakukan kegiatan atau aktivitasnyaseperti biasa dengan syarat-syarat tertentu, karena menurut Pasal 14a ayat (4) KUHP,masa percobaan tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
Maka, meskipun ia telah terbukti melakukan tindak pidana dan dijatuhkan pidana penjara atau kurungan, ia tidak perlu menjalankanya dengan syarat selama masa percobaan tersebut, ia tidak mengulang kembali tindak pidana dan/atau hal-hal yang dipersyaratkan selama dalam masa percobaan.
Penjatuhan hukuman ini biasanya didasari oleh kebijaksanaan hakim melalui pertimbangan hakim yang dilandasi juga dengan alasan-alasan kemanusiaan.
Menurut Herbert L. Packer dalam buku The Limits of the Criminal Sanction pengenaan sanksi pidana dikenakan terhadap orang-orang yang telah bersalah melakukan kejahatan menurut pengadilan, oleh otoritas hukum yang berlaku (hal. 35).
Selain itu, Mohammad Kemal Demawan & M. Irvan Oli’i dalam buku Sosiologi Peradilan Pidana, pada umumnya, hukuman dianggap sebagai “rasa sakit, penderitaan atau kerugian” yang ditimbulkan pada orang karena pelanggarannya (hal. 4).
Pengenaan sanksi pidana berupa pemidanaan dilandasi oleh adanya teori tentang pemidanaan sebagai dasar pembenar dapat dijatuhkannya hukuman atas perbuatan pidana yang dilanggar.
Dalam pemidanaan terdapat beberapa pendapat tentang penghukuman atau yang lebih dikenal dengan teori pemidanaan, berupa teori pembalasan, teori tujuan, dan teori gabungan sebagaimana diterangkan Wirjono Prodjodikoro dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia(hal. 23 – 27).
Berkaitan dengan pidana percobaan, tujuan penjatuhan hukuman pidana percobaan adalah, menurut hemat kami,di antaranya, untuk memberikan efek jera dan untuk memberikan pembelajaran kepada terpidana untuk menyadari kesalahannya.
Oleh karena itu, pada dasarnya, terpidana dengan pidana percobaan mempunyai kebebasan untuk melakukan kembali aktivitasnya selama masa percobaan dengan syarat tertentu.
Mengingat dalam hal ini seorang terpidana dengan hukuman percobaan juga merupakan dosen PTS, maka ia tetap mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugasnya seperti biasa, yakni melaksanakan tri dharma perguruan tinggi berupa pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Oleh karena itu, ketentuan dapat atau tidaknya dosen PTS tersebut tetap mengajar dikembalikan lagi pada perjanjian kerja yang telah dibuat bersama dengan badan penyelenggara PTS serta kebijakan PTS yang mempekerjakannya.