Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Ketika Karyawan ‘Ditelantarkan’ Pengusaha

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Langkah Hukum Ketika Karyawan ‘Ditelantarkan’ Pengusaha

Langkah Hukum Ketika Karyawan ‘Ditelantarkan’ Pengusaha
Yudha Khana Saragih, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Ketika Karyawan ‘Ditelantarkan’ Pengusaha

PERTANYAAN

Yang saya dengar dan ketahui di saat ada wabah corona ini, Menteri menyatakan tidak akan ada PHK. Tapi saya justru korban di salah satu anak atau cucu BUMN. Ada beberapa hal yang membuat saya merasa dirugikan, yaitu berkaitan dengan jenjang masa kerja dari nol. Padahal saya sudah bekerja hampir 30 tahun. Usia pensiun juga dipangkas dari semula 56 tahun, menjadi 50 tahun. Saya juga selama satu bulan ditelantarkan, sudah tidak dipekerjaan sampai saat ini. Saat ini pun kami setiap lima tahun teken kontrak PKWTT. Perusahaan menerapkan aturan yang dirasa merugikan tenaga kerja dan manajemen BUMN seakan melegalkan, padahal harusnya BUMN ikut menyelesaikan permasalahan. Kepada siapa saya mengadu? Depnaker dan Disnaker sudah tidak mau memberikan mediasi.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWTT”) tidak memiliki batas waktu, sehingga tidak perlu dilakukan pembaruan atau penandatanganan setiap 5 tahun.
     
    Dalam hubungan kerja PKWTT ini, antara pengusaha dan pekerja/buruh tidak diharuskan menandatangani perjanjian kerja secara tertulis. Namun, pengusaha tetap wajib menerbitkan surat pengangkatan bagi pekerja/buruh tetap secara tertulis.
     
    Berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19, apabila pengusaha merumahkan sebagian ataupun seluruh pekerja/buruh akibat penyebaran COVID-19, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha, maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
     
    Bagaimana jika kemudian pengusaha tidak membayar upah pekerja/buruh yang dirumahkan itu? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Saat ini Indonesia dan negara-negara lain di dunia memang sedang dilanda wabah COVID-19 yang mempengaruhi seluruh kegiatan masyarakat, sehingga tidak bisa terlaksana dengan normal.
     
    Sebagai akibatnya, banyak sektor usaha yang tidak dapat menjalankan operasional dan melakukan pengurangan tenaga kerja dengan merumahkan pekerja/buruhnya ataupun Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) dengan alasan pengusaha mengalami kerugian secara terus menerus sebagai dampak dari pandemi COVID-19 dan melakukan PHK atas dasar keadaan memaksa (force majeure).[1]
     
    Namun sebelum membahas lebih lanjut mengenai tindakan pengusaha merumahkan pekerja/buruh dan PHK, terlebih dahulu akan dibahas mengenai jenis hubungan kerja antara Anda dengan pengusaha.
     
    Hubungan Kerja
    Patut diperhatikan bahwa dalam artikel Kedudukan Hukum Karyawan BUMN, ketentuan seputar ketenagakerjaan Badan Usaha Milik Negara juga tunduk pada UU 13/2003.
     
    Dalam pertanyaan Anda dengan jelas disampaikan bahwa Anda berstatus sebagai pekerja/buruh tetap dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), hanya saja perjanjian kerja tersebut ditandatangani setiap 5 tahun.
     
    Kami harus luruskan bahwa secara hukum, sesuai dengan namanya, masa berlaku PKWTT tidak terbatas, dan otomatis berakhir ketika pekerja/buruh memasuki masa pensiun atau meninggal dunia saat masa aktif,[2] sehingga tidak perlu dilakukan penandatanganan perjanjian setiap 5 tahun sekali sebagaimana yang Anda lakukan dengan pihak pengusaha.
     
    Dalam praktiknya, sistem yang Anda maksud bertujuan agar pengusaha terhindar dari pembayaran hak-hak normatif pekerja/buruh apabila sewaktu-waktu perusahan melakukan PHK secara sepihak atau ketika pekerja/buruh memasuki usia pensiun.
     
    Selain itu, dalam hubungan kerja PKWTT, antara pengusaha dan pekerja/buruh tidak diharuskan menandatangani perjanjian kerja secara tertulis.
     
    Jika tidak dibuat secara tertulis, perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh tetap secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan nama dan alamat pekerja/buruh, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan dan besarnya upah kerja, sehingga klausul-klausul mengikat dan berlaku di antara kedua belah pihak (pengusaha dan pekerja/buruh).[3]
     
    Hak Pekerja/Buruh yang Dirumahkan
    Dalam pertanyaan Anda disebutkan bahwa Anda ‘ditelantarkan’ atau tidak dipekerjakan selama 1 bulan berkaitan dengan penyebaran COVID-19, sehingga kami mengasumsikan bahwa Anda sedang dirumahkan oleh pengusaha.
     
    Guna melindungi hak-hak pekerja/buruh dan kelangsungan usaha di masa penyebaran COVID-19, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 (“SE Menaker 3/2020”).
     
    Melalui surat edaran tersebut, Gubernur tiap provinsi diminta untuk melaksanakan pelindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait pandemi COVID-19:[4]
    1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan terkait COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
    2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek COVID-19 dan dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi.
    3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit COVID-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
    4. Bagi pengusaha yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha, maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
     
    Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila saat ini pengusaha merumahkan Anda, maka pembayaran upah dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan para pekerja/buruh dan tidak boleh berdasarkan perbuatan sepihak pengusaha.
     
    Upaya Hukum
    Apabila kemudian terdapat permasalahan mengenai tindakan pengusaha yang merumahkan Anda, pembayaran upah selama dirumahkan, kebijakan usia pensiun yang berubah, atau mengenai PHK, maka Anda dapat melakukan perundingan bipartit dengan pengusaha untuk mencari win-win solution atau solusi terbaik.[5]
     
    Dengan komunikasi yang baik, perundingan ini juga membuka peluang terhindarnya pekerja/buruh dari PHK.
     
    Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian selanjutnya adalah proses perundingan secara tripartit, yaitu mekanisme mediasi atau konsiliasi dengan melibatkan seorang atau beberapa orang atau badan di mana pihak ketiga tersebut akan menengahi pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.[6]
     
    Jika tidak pula tercapai kesepakatan antara Anda dengan pengusaha, maka Anda dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ini.[7]
     
    Langkah penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat Anda baca lebih lanjut dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.
     
    Kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     

    [1] Pasal 164 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”)
    [2] Pasal 56 ayat (1) jo. Pasal 154 UU 13/2003
    [3] Pasal 63 UU 13/2003
    [4] Bagian II SE Menaker 3/2020
    [5] Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
    [6] Pasal 4 ayat (1), (3), dan (4) UU PPHI
    [7] Pasal 5 UU PPHI

    Tags

    hukumonline
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!