Jika kita mengadukan kasus ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional, apa bentuk tindak lanjutnya? Apakah badan tersebut bisa membantu menyelesaikan kasus antara konsumen dan pelaku usaha?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (“BPKN”) mempunyai fungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen. Fungsi tersebut didukung dengan tugas-tugas BPKN yang tercantum di dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UU 8/1999, salah satunya menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, LPKSM atau pelaku usaha.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Fungsi dan Tugas BPKN dalam Perlindungan Konsumen
Dalam UU 8/1999, dua belas pasalnya mengatur Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (”BPKN”). Peran BPKN menurut Pasal 31 UU 8/1999 yaitu mengembangkan upaya perlindungan konsumen.
Selanjutnya, fungsi BPKN menurut Pasal 33 UU 8/1999 adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen. Untuk menjalankan fungsi tersebut, tugas BPKN adalah:[1]
memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam penyusunan kebijaksanan perlindungan konsumen;
melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
mendorong berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“LPKSM”);
menyebarluaskan informasi melalui media tentang perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, LPKSM, atau pelaku usaha;
melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Apabila terdapat aduan yang masuk ke BPKN, baik dari masyarakat, LPKSM maupun pelaku usaha, selanjutnya, BPKN akan menyelesaikan pengaduan tersebut dengan memberikan saran untuk menyelesaikan sengketa.[2]
Dalam hal ini, tugas menerima pengaduan oleh BPKN merupakan upaya memenuhi fungsinya untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Menurut Yusuf Shofie dalam Sinopsis dan Komentar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Panduan bagi Konsumen dan Pelaku Usaha, praktik pelaksanaan perlindungan konsumen seyogyanya selalu dikritisi oleh BPKN agar tetap berpihak pada perlindungan konsumen sesuai UU 8/1999 (hal. 61–68).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dapat disimpulkan bahwa, bentuk tindak lanjut pengaduan sengketa konsumen ke BPKN berupa saran untuk menyelesaikan sengketa, maupun saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan konsumen. Contoh rekomendasi BPKN tentang perlindungan konsumen dapat di lihat Rekomendasi BPKN RI.
Dapatkah Penyelesaian Sengketa Konsumen Dilakukan oleh BPKN?
Untuk menjawab pertanyaan Anda tentang penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha oleh BPKN, dapat dicermati Pasal 33 dan Pasal 34 UU 8/1999 serta Pasal 3 PP 4/2019. Dalam klausul pasal-pasal tersebut tidak ditemukan wewenang penyelesaian sengketa konsumen. Adapun dalam Penjelasan Pasal 3 PP 4/2019, bentuk tugas BPKN apabila terdapat aduan dari konsumen atau pelaku usaha adalah berbentuk saran.
Namun demikian jika dicermati, rekomendasi-rekomendasi BPKN berpotensi meminimalisasi sengketa perlindungan konsumen antara pelaku usaha dengan konsumen. Terutama jika instansi/lembaga yang memunyai fungsi regulator, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Agama dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (”BPOM”). Bentuk tindak lanjutnya dengan melakukan perbaikan atau perbaikan peraturan perundang-undangan terkait.
Sebagai tambahan informasi, apabila Anda ingin menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha, menurut Yusuf Shofie dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen Anda dapat mengajukan aduan ke LPKSM dengan model konsiliasi dan mediasi serta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (”BPSK”) dengan model konsiliasi, mediasi dan arbitrase (hal. 19 – 51). Hal ini juga dapat Anda lihat di dalam BAB XI UU 8/1999 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Yusuf Shofie. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, Cetakan kesatu.. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003;
Yusuf Shofie. Sinopsis dan Komentar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Panduan bagi Konsumen dan Pelaku Usaha, Cetakan Ke-Satu,Jakarta: Percetakan Negara Republik Indonesia, 2008;