Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tanggung Jawab Perusahaan atas Pelanggaran Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran

Share
copy-paste Share Icon
Kekayaan Intelektual

Tanggung Jawab Perusahaan atas Pelanggaran Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran

Tanggung Jawab Perusahaan atas Pelanggaran Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Tanggung Jawab Perusahaan atas Pelanggaran Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran

PERTANYAAN

Saya mau bertanya tentang hak cipta. Kejadian awal saya dilaporkan ke polisi atas tuduhan pelanggaran hak cipta. Namun saat pemeriksaan, saya di sini hanya sebagai marketing freelance-nya saja. Dan saya menyebutkan identitas bos/pengelolanya. Saya disangka terkena Pasal 118 UUHC. Padahal marketing-nya banyak, sampai ada di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Sejak dapat somasi, kami sudah memberikan info kepada pengelola untuk menghilangkan siaran yang terkait hak cipta. Namun tidak ada action untuk menghilangkannya. Malah membuat pernyataan untuk menjual produk lebih hati-hati. Pertanyaannya, apakah saya termasuk yang bisa kena Pasal 118 itu?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Berdasarkan Pasal 118 jo. Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”), perbuatan yang disangkakan adalah pelanggaran hak ekonomi lembaga penyiaran akibat dari penyiaran siaran ulang, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan/atau penggandaannya secara tanpa hak atau tanpa izin.
     
    Secara perdata, dalam hubungan kerja antara freelancer dan pemberi kerja, pemberi kerja bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan freelancer kepada pihak ketiga.
     
    Sedangkan terkait ketentuan pidana dalam UUHC, pengelolalah yang juga bertanggung jawab atas pelanggaran hak ekonomi tersebut.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pelanggaran Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran
    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”).
     
    Berdasarkan keterangan Anda, kami asumsikan bahwa Anda adalah bagian marketing untuk mempromosikan dan/atau menjual produk pengelola dan bukan pencipta produk tersebut. Sementara pihak yang dirugikan dan membuat laporan ke polisi adalah lembaga penyiaran.
     
    Sedangkan, pasal yang Anda maksud berarti Pasal 118 UUHC, yang berbunyi:
     
    1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
    2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
     
    Adapun Pasal 25 ayat (2) UUHC berbunyi:
     
    Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:
    1. Penyiaran ulang siaran;
    2. Komunikasi siaran;
    3. Fiksasi siaran; dan/atau
    4. Penggandaan Fiksasi siaran.
     
    Putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 193/Pid.Sus/2019/PN Tte (“Putusan PN Ternate 193/Pid.Sus/2019”), dalam pertimbangannya mengartikan penyiaran ulang siaran sebagai karya siaran yang disiarkan ulang (hal. 33).
     
    Sementara, komunikasi siaran adalah pentransmisian karya siaran melalui kabel atau media lainnya dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu ciptaan, pertunjukan, atau fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya. Dalam komunikasi siaran juga tercakup di dalamnya pendistribusian karya siaran berupa penyebaran ciptaan dan/atau produk hak terkait (hal. 33).
     
    Sementara, maksud fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.[1]
     
    Penggandaan fiksasi siaran adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan karya siaran atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara (hal. 34).
     
    Patut diperhatikan bahwa berdasarkan artikel Sanksi Pelanggaran Hak Cipta oleh Web Streaming Radio Ilegal, bahwa jika suatu siaran disiarkan tanpa izin dari pemilik siaran yang sebenarnya, maka pihak yang dirugikan dapat melapor kepada pihak berwajib.
     
    Berdasarkan uraian di atas, menurut hemat kami, pelanggaran hak ekonomi itu berkaitan dengan penyiaran ulang dan/atau pentransmisian siaran atau perekaman siaran dan/atau penggandaannya.
     
    Pertanggungjawaban
    Berdasarkan keterangan Anda, berarti hubungan Anda dan pengelola itu adalah hubungan kerja. Sebagaimana diterangkan dalam artikel Upaya Hukum Bagi Freelancer yang Telat Mendapatkan Upah, hubungan hukum antara freelancer dan pemberi kerja adalah hubungan kerja yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan turunannya.
     
    Dalam artikel Rugi Akibat Kesalahan Karyawan, Bisakah Perusahaan Menuntut?, diterangkan bahwa, secara perdata, jika ada kerugian yang timbul kepada pihak ketiga akibat perbuatan pekerja/buruh dalam hubungan kerja, maka perusahaanlah yang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian tersebut.
     
    Maka, jika pun perbuatan Anda selaku marketing merugikan lembaga penyiaran yang membuat laporan tersebut, maka secara perdata, tanggung jawab ada pada pihak pengelola selaku pemberi kerja.
     
    Lebih lanjut, menurut hemat kami, oleh karena Anda sekadar melakukan penjualan dan/atau promosi produk dan bukan mengolah atau mengelola produk yang melanggar hak ekonomi tersebut, maka Anda juga tidak melanggar hak ekonomi lembaga penyiaran.
     
    Dalam hal ini, Anda secara pribadi tidak melakukan penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan/atau penggandaan fiksasi siaran.
     
    Pertanggungjawaban ada pada pihak pengelola, atas produk yang bersumber dari siaran ulang, komunikasi siaran, atau fiksasi siaran serta penggandaan tanpa hak dan/atau melawan hukum.
     
    M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Perseroan Terbatas menerangkan bahwa ada pendapat yang menerangkan bahwa setiap orang yang bertindak mengontrol dan melaksanakan kegiatan perusahaan untuk tujuan dan kepentingan perusahaan, maka (hal. 145):
    1. Perbuatan dan kesadaran direksi atau karyawan menyatu menjadi perbuatan dan kesadaran perusahaan.
    2. Pertanggungjawaban pidana yang melekat pada diri pelaku tersebut, dengan sendirinya menurut hukum menjadi tanggung jawab pidana perusahaan.
     
    Bagaimana Mempidanakan Korporasi?
    Penjatuhan pidana kepada korporasi sendiri dapat merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (“Perma 13/2016”).
     
    Menurut Pasal 4 ayat (2) Perma 13/2016, hakim dapat menilai kesalahan korporasi antara lain dengan parameter sebagai berikut:
    1. korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;
    2. korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
    3. korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
     
    Hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap korporasi, pengurus, atau korporasi dan pengurus.[2]
     
    Pengurus adalah organ korporasi yang menjalankan pengurusan korporasi sesuai anggaran dasar atau undang-undang yang berwenang mewakili korporasi, termasuk mereka yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, namun dalam kenyataannya dapat mengendalikan atau turut mempengaruhi kebijakan korporasi atau turut memutuskan kebijakan dalam korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana.[3]
     
    Salah satu pengurus yang dimaksud ini, menurut hemat kami, adalah direksi, karena direksi mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.[4]
     
    Contoh Kasus
    Putusan PN Ternate 193/Pid.Sus/2019 yang telah disinggung sebelumnya dapat menjadi contoh bagi tanggung jawab direksi atas pelanggaran Pasal 118 jo. Pasal 25 ayat (2) UUHC.
     
    Dalam perkara tersebut, Terdakwa merupakan pemilik sekaligus direktur utama dari sebuah perusahaan di bidang Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) (hal. 37).
     
    Perusahaan tersebut diketahui melakukan penyiaran ulang konten siaran Piala Dunia 2018, baik secara langsung dan tidak langsung, dengan merelai siaran dari luar negeri. Perusahaan kemudian menyalurkannya kepada pelanggan dengan memungut biaya.
     
    Padahal diketahui, hak penyiaran Piala Dunia di Indonesia berada di tangan perusahaan lain.

    Atas perbuatannya tersebut, Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) UUHC (hal. 40).
     
    Majelis Hakim kemudian menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan denda sejumlah Rp1 milyar. Apabila tidak dibayar, denda diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
     
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 193/Pid.Sus/2019/PN Tte.
     
    Referensi:
    M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
     

    [1] Pasal 1 angka 13 UUHC
    [2] Pasal 23 ayat (1) Perma 13/2016
    [3] Pasal 1 angka 10 Perma 13/2016
    [4] Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    Tags

    hak ekonomi
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!