Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ancaman Sanksi Menghadang Mobil Agar Berhenti

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Ancaman Sanksi Menghadang Mobil Agar Berhenti

Ancaman Sanksi Menghadang Mobil Agar Berhenti
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ancaman Sanksi Menghadang Mobil Agar Berhenti

PERTANYAAN

Ada 2 orang teman saya, A dan B. Si B ini berpacaran dengan C. Lalu si A datang ke rumah B dengan niat ingin berbicara, tetapi C tidak suka dengan A dan mengancam dengan kekerasan supaya A pulang. A tidak memedulikan ancaman itu dan tetap tinggal. Akhirnya C pergi dan memanggil teman-temannya untuk mengintimidasi A, sampai ia ketakutan dan pergi. Namun di tengah jalan, A ternyata dibuntuti oleh C dan teman-temannya. Mobil yang dikendarai A dihadang secara berbahaya oleh motor dari arah depan dan belakang, memaksa agar A menepi dan berhenti. Tetapi pada akhirnya, A berhasil kabur dari mereka. Pertanyaan saya, apakah kejadian penghadangan ini dapat disebut tindak pidana?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, perbuatan C terhadap A yang mengancam dengan kekerasan supaya A pulang dapat dikenakan jerat pidana dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
    Sedangkan perbuatan menghadang mobil yang dikendarai A baik dari arah depan maupun belakang oleh C dan teman-temannya secara berbahaya dengan tujuan memaksa agar A menepi dan memberhentikan mobilnya, namun pada akhirnya A tidak jadi menepi dan berhenti, dan berhasil kabur, bisa dikategorikan sebagai percobaan tindak pidana.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pidana Pemaksaan dengan Ancaman Kekerasan
    Berdasarkan kronologis yang Anda ceritakan, A mengalami ancaman dengan kekerasan, sehingga dapat berlaku Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013, yang berbunyi:
     
    1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
      1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
      2. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
    2. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
     
    Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP menegaskan bahwa jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP, kecuali Pasal 303 ayat (1) dan (2), Pasal 303bis ayat (1) dan (2) KUHP, dilipatgandakan menjadi 1.000 kali. Maka untuk ketentuan denda di Pasal 335 ayat (1) KUHP menjadi Rp4,5 juta.
     
    Lebih lanjut, yang harus dibuktikan dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP tersebut menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal adalah (hal. 238):
    1. Bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu;
    2. Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, suatu perbuatan lain atau suatu perbuatan yang tidak menyenangkan, ataupun ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain, atau ancaman perbuatan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.
     
    Jadi, pemenuhan pasal di atas cukup dengan adanya ancaman kekerasan atau kekerasan.
     
    Dalam artikel Makna “Intimidasi” Menurut Hukum Pidana, undang-undang memang tidak memberikan penjelasan bagaimana ancaman dengan kekerasan dilakukan, alhasil maknanya berkembang dalam yurisprudensi.
     
    Masih dari artikel yang sama, berdasarkan berbagai putusan Hoge Raad membuat syarat adanya ancaman, yaitu:
    1. Ancaman itu harus diucapkan dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahkan yang diancamkan itu benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya;
    2. Maksud pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan tersebut.
     
    Contohnya, perbuatan mengancam akan menembak mati seseorang jika orang yang diancam tak memenuhi keinginan pengancam. Perbuatan ini adalah suatu perbuatan mengancam dengan kekerasan. Jika ia melepaskan tembakan, tembakan itu tidak selalu menghapus kenyataan bahwa pelaku sebenarnya hanya bermaksud untuk mengancam.
     
    Kemudian R. Soesilo menyebutkan kekerasan adalah mempergunakan kekuatan atau kekuasaan yang agak besar secara tidak sah (hal. 127).
     
    Bersumber dari buku yang sama, melakukan kekerasan menurut Pasal 89 KUHP, yakni menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Yang disamakan dengan “melakukan kekerasan” ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah) (hal. 98).
     
    Percobaan Tindak Pidana
    Percobaan tindak pidana diatur dalam Pasal 53 KUHP:
     
    1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
    2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
    3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
    4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
     
    R. Soesilo menjelaskan bahwa percobaan itu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai (hal. 69).
     
    Supaya percobaan pada kejahatan (bagi pelanggaran tidak berlaku percobaan pidana) dapat dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat (hal. 69):
    1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
    2. Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan
    3. Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.
     
    R. Soesilo menjelaskan syarat bahwa kejahatan itu sudah mulai dilakukan, artinya orang sudah mulai dengan melakukan perbuatan pelaksanaan. Kalau belum dimulai atau baru sampai perbuatan persiapan saja, kejahatan itu tidak dapat dihukum (hal. 69).
     
    Contoh, seseorang berniat akan mencuri sepeda yang ada di depan kantor pos. Ia baru mendekati sepeda itu lalu ditangkap polisi. Andaikata ia mengaku saja terus terang tentangnya niat itu, ia tidak dapat dihukum atas percobaan mencuri, karena perbuatannya belum dimulai, alias dianggap sebagai perbuatan persiapan saja (hal. 69).
     
    Jika orang itu telah mengacungkan tangannya untuk memegang sepeda, maka ini disebut perbuatan pelaksanaan, dan bila waktu itu ditangkap polisi dan mengaku terus terang, ia dapat dihukum atas percobaan pada pencurian (hal. 69).
     
    Namun bila sepeda telah dipegang dan ditarik sehingga berpindah tempat, meskipun hanya sedikit, maka ia tidak lagi hanya dipersalahkan melakukan percobaan, karena delik pencurian dianggap sudah selesai jika barang yang dicuri itu telah berpindah (hal. 69).
     
    Akan tetapi patut dicatat, dalam hal pencurian dengan pemberatan pada Pasal 363 KUHP, perbuatannya sudah boleh dipandang sebagai perbuatan pelaksanaan, meskipun ia belum mulai mengacungkan tangannya pada barang yang hendak diambil. Bagi tiap-tiap peristiwa dan tiap-tiap macam kejahatan harus ditinjau sendiri-sendiri. Di sinilah kewajiban hakim (hal. 70).
     
    Sehingga, hakim yang akan memutuskan apakah tindakan si pelaku baru merupakan perbuatan persiapan atau perbuatan pelaksanaan.
     
    Jadi, kami berpendapat terhadap perbuatan C yang mengancam dengan kekerasan terhadap A supaya pulang, bisa dikenakan Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP sepanjang unsur-unsur terpenuhi.
     
    Sementara perbuatan menghadang mobil yang dikendarai A secara berbahaya dari arah depan dan belakang oleh C dan teman-temannya dengan tujuan memaksa agar A menepi dan berhenti dalam arti memberikan suatu ancaman, namun A tidak jadi menepi dan berhenti, dan berhasil kabur, bisa diklasifikasikan sebagai percobaan tindak pidana dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP, yang tentu masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut di pengadilan.
     
    Contoh Kasus Tindak Pidana Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP
    Sebagai gambaran mengenai tindak pidana Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP, kami mengambil contoh Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor 70/Pid.B/2014/PN.Bky.
     
    Pengadilan menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melawan hukum memaksa orang lain melakukan sesuatu, dengan memakai kekerasan” dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama selama 4 bulan (hal. 19).
     
    Dalam pertimbangannya, Pengadilan menerangkan bahwa melawan hukum adalah melakukan suatu perbuatan dengan cara yang bertentangan dengan hak orang lain, melawan hukum dapat diketahui karena cara yang dipakai untuk mendapat barang sesuatu atau mencapai suatu tujuan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku (hal. 16).
     
    Bahwa yang dimaksud dengan “memaksa” adalah menyuruh orang melakukan sesuatu demikian rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri (hal. 16).
     
    Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan perbuatan tersebut Terdakwa lakukan bersama 7 orang teman Terdakwa lainnya (hal. 16).
     
    Pada saat itu para saksi korban hendak melakukan kegiatan rutin, yaitu melakukan survey di lokasi perkebunan, namun di tengah perjalanan Terdakwa menghadang mobil yang dikendarai oleh salah satu saksi korban menggunakan 1 unit truk dengan kepala depan mobil berwarna kuning milik Terdakwa dengan ditumpangi beberapa orang rekan Terdakwa yang lainnya (hal. 16).
     
    Kemudian Terdakwa memaksa para saksi korban yang ada di dalam mobil tersebut untuk keluar dari mobil dengan mengatakan kata-kata ancaman kekerasan, lalu Terdakwa mendekati salah satu saksi korban, lalu memaksanya keluar dari mobil dengan cara membuka pintu mobil dan langsung menarik baju salah satu saksi korban, sehingga para saksi korban keluar dari mobil (hal. 17).
     
    Lalu, Terdakwa mengambil kunci mobil tersebut, setelah itu Terdakwa dan teman-temannya memaksa dua saksi korban untuk masuk lagi ke dalam mobil dengan cara didorong sedangkan saksi korban lain, karena ketakutan, melarikan diri, kemudian Terdakwa mengambil alih sebagai supir mobil tersebut, sehingga berada di dalam kekuasaan Terdakwa (hal. 17).
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013;
     
    Referensi:
    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1994.

    Tags

    perbuatan tidak menyenangkan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!