KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Membuktikan Dugaan Pencurian Listrik

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Membuktikan Dugaan Pencurian Listrik

Membuktikan Dugaan Pencurian Listrik
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Membuktikan Dugaan Pencurian Listrik

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya jika konsumen dituduh melakukan pencurian listrik prabayar dengan cara memutuskan pengantar netral pada instalasi listrik milik PLN?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jerat pidana pencurian listrik tercantum dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
     
    PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memiliki rangkaian Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (“P2TL”). Jika berdasarkan rangkaian P2TL, ada dugaan pencurian listrik, maka petugas pelaksana lapangan dapat menjatuhkan sanksi tertentu.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Jerat Pidana Pencurian Listrik
    Dalam artikel Jerat Pidana Bagi Pencuri Listrik, pencurian listrik dapat dijerat sanksi pidana yang sama dengan tindak pidana pencurian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
     
    Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
     
    R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan elemen-elemen pasal di atas (hal. 249 – 250):
    1. Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Pengambilan itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang itu sudah pindah tempat;
    2. Barang yang diambil diartikan segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak masuk). Pengertian barang juga termasuk “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa;
    3. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain;
    4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak).
     
    Sehingga berdasarkan Pasal 362 KUHP jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, seseorang yang mengambil dan/atau menggunakan listrik yang bukan haknya dapat dikategorikan melakukan pencurian yang diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp900 ribu.
     
    Selain itu, penggunaan listrik yang bukan haknya juga diatur secara khusus dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (“UU 30/2009”):
     
    Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
     
    Masih dari artikel yang sama, berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis, yang artinya aturan yang bersifat khusus (specialis) mengenyampingkan aturan yang bersifat umum (generalis), maka sanksi pidana yang dikenakan bagi pencuri listrik tidak menggunakan KUHP, melainkan menggunakan aturan yang lebih khusus, yaitu UU Ketenagalistrikan.
     
    Tindak Pidana Fitnah
    Terkait pertanyaan Anda, pencurian tersebut masih berupa tuduhan atau dugaan.
     
    Oleh karenanya, berdasarkan artikel Hukumnya Menuduh Orang Melakukan Tindak Pidana Tanpa Bukti, menuduh tanpa bukti dapat dikatakan sebagai fitnah.
     
    Dugaan perbuatan fitnah harus memenuhi unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP:
     
    Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
     
    Menurut hemat kami, tuduhan tersebut harus didasarkan pada bukti-bukti tertentu yang menunjukkan bahwa konsumen benar-benar mencuri tenaga listrik.
     
    Pelanggaran Pemakaian Tenaga Listrik
    Sepanjang penelusuran kami, PT Perusahaan Listrik Negara (“PT PLN”) (Persero) memiliki rangkaian Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (“P2TL”).
     
    Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) (“Perdir PLN 88/2016”), P2TL adalah:
     
    Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut P2TL adalah rangkaian kegiatan meliputi perencanaan, pemeriksaan, tindakan teknis dan/atau hukum dan penyelesaian yang dilakukan oleh PLN terhadap lnstalasi PLN dan/atau lnstalasi Pemakai Tenaga Listrik dari PLN.
     
    Terdapat 4 golongan pelanggaran pemakaian tenaga listrik, yaitu:[1]
    1. Pelanggaran Golongan I merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya tetapi tidak mempengaruhi pengukuran energi;
    2. Pelanggaran Golongan ll merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi tetapi tidak mempengaruhi batas daya;
    3. Pelanggaran Golongan lll merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi;
    4. Pelanggaran Golongan lV merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh bukan pelanggan yang menggunakan tenaga listrik tanpa alas hak yang sah.
     
    Pelanggan yang melakukan pelanggaran di atas, dikenakan sanksi berupa:[2]
    1. pemutusan sementara;
    2. pembongkaran rampung;
    3. pembayaran tagihan susulan;
    4. pembayaran biaya P2TL lainnya.
     
    Tugas-tugas dari petugas pelaksana lapangan P2TL meliputi:[3]
    1. melakukan pemeriksaan terhadap jaringan tenaga listrik, sambungan tenaga listrik, alat pembatas dan pengukur, dan perlengkapan alat pembatas dan pengukur serta lnstalasi pemakai tenaga listrik dalam rangka menertibkan pemakaian tenaga listrik;
    2. melakukan pemeriksaan atas pemakaian tenaga listrik;
    3. mencatat kejadian-kejadian yang ditemukan pada waktu dilakukan P2TL menurut jenis kejadiannya;
    4. menandatangani berita acara hasil pemeriksaan P2TL dan berita acara lainnya serta membuat laporan mengenai pelaksanaan P2TL;
    5. menyerahkan dokumen dan barang bukti hasil temuan pemeriksaan P2TL kepada petugas administrasi P2TL dengan dibuatkan berita acara serah terima dokumen dan barang bukti P2TL.
     
    Petugas pelaksana lapangan P2TL, berwenang:[4]
    1. melakukan pemutusan sementara atas sambungan tenaga listrik dan/atau alat pembatas dan pengukur pada pelanggan yang harus dikenakan tindakan pemutusan sementara;
    2. melakukan pembongkaran rampung atas sambungan tenaga listrik pada pelanggan dan bukan pelanggan;
    3. melakukan pengambilan barang bukti berupa alat pembatas dan pengukur atau peralatan lainnya.
     
    Dalam hal pelanggan keberatan atas penetapan pengenaan sanksi P2TL, maka pelanggan dapat mengajukan keberatan kepada General Manager Distribusi/Wilayah atau Manajer APJ/Area/Cabang unit PLN yang menerbitkan sanksi dimaksud dengan disertai alasan-alasan dan bukti-bukti.[5]
     
    Sebagai informasi, untuk mengetahui lebih lanjut apa itu P2TL, silakan akses Informasi P2TL pada laman milik PT PLN (Persero).
     
    Berdasarkan uraian di atas, setidaknya, tuduhan pencurian listrik tersebut dapat didasarkan pada rangkaian P2TL.
     
    Namun, penerima sanksi dapat mengajukan keberatan dengan disertai alasan dan bukti yang mendukung.
     
    Selain itu, jika terduga pencurian listrik tersebut akan dijerat sanksi pidana berdasarkan UU Ketenagalistrikan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu melalui persidangan perkara pidana.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    1. Informasi P2TL, diakses pada 11 Agustus 2020, pukul 19.07 WIB;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
     

    [1] Pasal 13 ayat (1) Perdir PLN 88/2016
    [2] Pasal 14 ayat (1) Perdir PLN 88/2016
    [3] Pasal 5 ayat (1) Perdir PLN 88/2016
    [4] Pasal 5 ayat (2) Perdir PLN 88/2016
    [5] Pasal 23 ayat (1) Perdir PLN 88/2016

    Tags

    hukumonline
    pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!