Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sahkah Pilkada Hanya Ada Calon Tunggal?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Sahkah Pilkada Hanya Ada Calon Tunggal?

Sahkah Pilkada Hanya Ada Calon Tunggal?
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sahkah Pilkada Hanya Ada Calon Tunggal?

PERTANYAAN

Di daerah saya kemungkinan Pilkada akan dilangsungkan dengan calon tunggal. Apakah hal tersebut sah dan mempunyai dasar hukum? Dan adakah akibat hukum lainnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pilkada dengan 1 pasangan calon atau yang Anda sebut calon tunggal tetap dapat dilakukan dan sah di mata hukum sepanjang memenuhi kondisi-kondisi tertentu.
     
    Prosedur pemilihannya dilakukan dengan menggunakan surat suara yang memuat 1 kolom berisi gambar pasangan calon dan 1 kolom kosong. Untuk dapat ditetapkan sebagai pasangan terpilih, pasangan calon tunggal itu harus memperoleh lebih dari 50% dari suara yang sah.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Penyebab Adanya Calon Tunggal
    Fenomena Pemilihan Kepala Daerah (“Pilkada”) dengan calon tunggal seperti yang Anda jelaskan bukan merupakan hal yang baru. Sebagaimana yang diulas dalam artikel Ini Penyebab Tingginya Calon Tunggal dalam Pilkada, ada berbagai penyebab mengapa fenomena ini terjadi di berbagai daerah menurut Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhil Ramadhani.
     
    Pertama, partai politik belum memiliki sistem rekrutmen politik yang mapan dan demokratis. Alhasil, pencalonan dalam kandidasi politik, seperti Pilkada, hanya bersifat pragmatis, jangka pendek.
     
    Kedua, ketentuan ambang batas dalam persyaratan pencalonan dalam Pilkada memberikan sumbangsih yang besar sebab angka paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau paling sedikit 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan justru “memenjarakan” partai politik dan mematikan inisiatif dalam melahirkan figur-figur baru untuk maju dalam pencalonan.
     
    Ketiga, tingginya syarat dukungan dalam pencalonan perseorangan. Menurutnya, persoalan tersebut membuat jalur alternatif dalam pencalonan menjadi tidak produktif. Banyak orang yang gagal dan terbebani dengan syarat-syarat yang berat.
     
    Misalnya, dalam Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan, terdapat 31 daerah yang memiliki calon tunggal. Fenomena ini dua kali lipat dari Pilkada 2018 dengan jumlah 16 daerah dengan calon tunggal.
     
    Dasar Hukum Dibolehkannya Calon Tunggal
    Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Begini Dasar Hukum Sengketa Calon Tunggal Pilkada di MK, dasar hukum calon tunggal dalam Pilkada pada awalnya didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XII/2015 yang dalam amar putusannya (hlm. 47 – 50), Mahkamah Konstitusi menegaskan legalitas penetapan 1 pasangan calon kepala daerah.
     
    Pilkada dengan 1 pasangan calon dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat (pemilih) untuk menyatakan “Setuju” atau “Tidak Setuju”. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dimaksud ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih (hal. 44 – 45).
     
    Apabila pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda sampai pemilihan kepala daerah serentak berikutnya (hal. 45).
     
    Putusan tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 54C Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 10/2016”):
     
    1. Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi:
    1. setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat;
    2. terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon;
    3. sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon;
    4. sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; atau
    5. terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon.
    1. Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar.
    2. Pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos.
     
    Berdasarkan pasal di atas, Pilkada dengan 1 pasangan calon, atau yang Anda sebut calon tunggal adalah sah dan mempunyai dasar hukum yang kuat, apabila memenuhi kondisi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 54C UU 10/2016.
     
    Mekanisme pemilihannya dilakukan dengan surat suara dengan 2 kolom: 1 kolom memuat gambar pasangan calon dan 1 lainnya kolom kosong.
     
    Pemilih diberi kebebasan untuk memilih dengan mencoblos kolom bergambar pasangan calon atau kolom kosong.
     
    Ambang Batas untuk Calon Tunggal
    Dalam hal di suatu daerah dilaksanakan Pilkada dengan 1 pasangan calon, maka terpilih dan tidak terpilihnya calon tersebut ditentutkan berdasarkan ketentuan Pasal 54D UU 10/2016 yang menyatakan:
     
    1. KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada Pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah.
    2. Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya.
    3. Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
    4. Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota.
    5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan 1 (satu) pasangan calon diatur dengan Peraturan KPU.
     
    Dengan demikian, pasangan calon tunggal hanya akan ditetapkan sebagai pasangan terpilih apabila memperoleh suara lebih dari 50% dari suara sah. Apabila jumlah minimal suara tersebut tidak terpenuhi, maka Pilkada akan diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai jadwal dalam peraturan perundang-undangan.
     
    Apabila jumlah minimal suara tersebut tidak terpenuhi, pemerintah berwenang untuk menugaskan penjabat kepala daerah.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XII/2015.

    Tags

    politik
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!