Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Isolasi Mandiri Mengurangi Jatah Cuti Tahunan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Isolasi Mandiri Mengurangi Jatah Cuti Tahunan?

Apakah Isolasi Mandiri Mengurangi Jatah Cuti Tahunan?
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Isolasi Mandiri Mengurangi Jatah Cuti Tahunan?

PERTANYAAN

Jika karyawan diharuskan isolasi mandiri beberapa hari karena protokol COVID-19 di perusahaan, apakah perusahaan diperbolehkan secara otomatis melakukan pemotongan/pengurangan cuti tahunan sejumlah hari dimana karyawan tersebut tidak masuk kerja (karena isolasi mandiri)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Isolasi mandiri (isoman) sifatnya darurat dan dikategorikan sebagai sakit, bukan cuti. Oleh karena dikategorikan sebagai "sakit", ketidakhadiran pekerja akibat isolasi mandiri tidak bisa memotong hak atas cuti tahunan.

    Jika perusahaan memutuskan untuk memotong hak atas cuti tahunan padahal ketidakhadiran itu dikarenakan harus melakukan isoman, maka dapat timbul perselisihan hak.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Sigar Aji Poerana, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 28 Agustus 2020.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah PHK Karyawan Cuti Melahirkan karena Efisiensi?

    Bolehkah PHK Karyawan Cuti Melahirkan karena Efisiensi?

     

    Hak atas Cuti Tahunan

    Pada prinsipnya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja.[1] Cuti yang wajib diberikan yaitu cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pelaksanaan cuti tahunan ini diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[3]

     

    Kewajiban Isolasi Mandiri

    Pengertian dari isolasi mandiri (isoman) dapat kita simpulkan dari Angka 2 huruf a SE Menkes HK.02.01/MENKES/202/2020, yaitu secara sukarela atau berdasarkan rekomendasi petugas kesehatan, tinggal di rumah dan tidak pergi bekerja, sekolah, atau ke tempat-tempat umum.

    Adapun anjuran yang berkaitan dengan isolasi mandiri terkait tempat kerja dimuat dalam Bagian I Angka 6 SE Menaker M/3/HK.04/III/2020 yang menginstruksikan para gubernur untuk mengupayakan pencegahan penyebaran dan penanganan kasus terkait COVID-19 di lingkungan kerja, yaitu:

    Dalam hal terdapat pekerja/buruh atau pengusaha yang berisiko, diduga atau mengalami sakit akibat COVID-19, maka dilakukan langkah-langkah penanganan sesuai standar kesehatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

    Salah satu standar kesehatan yang patut diperhatikan adalah standar kesehatan berdasarkan Kepmenkes HK.01.07/MENKES/6689/2021.

    Dalam lampiran (hal. 30-31) ditegaskan apabila pekerja mengalami gejala COVID-19, seperti demam, batuk, rasa nyeri/sakit, myalgia, nyeri tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, konjungtivis, sesak napas, mual/muntah, diare, penurunan kesadaran, anosmia (hilangnya kemampuan indra penciuman), ageusia (hilangnya kemampuan indra perasa), dan/atau ruam kulit atau gejala infeksi lainnya, pekerja diperlakukan sebagai kasus suspek COVID-19 sampai terbukti bukan COVID-19, maka:

    1. Pekerja diarahkan bekerja dari rumah dan melakukan isolasi mandiri dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan pada anggota keluarga lain.
    2. Segera mengakses fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut, termasuk melalui telemedicine.

    Sedangkan jika pekerja terkonfirmasi COVID-19, maka (hal. 33-34):

    1. Pekerja terkonfirmasi COVID-19 harus segera melaksanakan isolasi dan diwawancarai untuk mengidentifikasi kontak erat dalam waktu 1x24 jam.
    2. Pekerja terkonfirmasi tanpa gejala dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah atau tempat lain yang memenuhi persyaratan (terdapat ruangan terpisah dan kamar mandi dalam rumah). Jika tidak memungkinkan isolasi mandiri, isolasi dilakukan pada fasilitas isolasi terpusat yang difasilitasi oleh pemerintah/pengelola tempat kerja/swadaya masyarakat lainnya.
    3. Selama masa isoman, pekerja harus dipantau kesehatannya oleh dokter dari puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan di tempat kerja/ fasilitas kesehatan setempat lainnya.
    4. Lama waktu isolasi pada pekerja terkonfirmasi COVID-19 tergantung dari gejala, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Jika tanpa gejala, isolasi dilakukan selama minimal 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi menggunakan NAAT atau RFT-Ag. Apabila selama masa isolasi timbul gejala (ringan), maka isolasi dilakukan hingga 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernafasan.
    2. Jika gejala ringan, isolasi dilakukan selama minimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernafasan.
    3. Jika gejala sedang, isolasi dilakukan di rumah sakit
    4. Jika gejala berat, pekerja harus dirujuk ke rumah sakit, yang mana lama isolasi/perawatan di rumah sakit tergantung kondisi sakitnya.

    Berdasarkan uraian di atas, kami asumsikan bahwa protokol penanganan COVID-19 di perusahaan yang Anda maksud adalah kebijakan perusahaan untuk melaksanakan protokol kesehatan di tempat kerja sebagaimana yang kami terangkan di atas.

     

    Apakah Isolasi Mandiri Termasuk Cuti Tahunan?

    Menurut Togar S. M. Sijabat, yang pada waktu itu Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia, isoman sifatnya darurat dan dikategorikan sebagai sakit, bukan cuti. Oleh karena dikategorikan sebagai "sakit", ketidakhadiran pekerja akibat isolasi mandiri tidak bisa memotong hak atas cuti tahunan.

    Pemikiran ini berangkat dari fakta bahwa perusahaanlah yang berinisiatif mengharuskan isoman, bukan pekerja. Pekerja, jika pun tidak diimbau untuk isolasi mandiri, mungkin akan tetap masuk kerja, artinya ketidakhadirannya bukan atas kemauan pekerja sendiri. Sehingga, isoman ini adalah risiko perusahaan.

    Terlebih, menurutnya, oleh karena ada Orang Tanpa Gejala, maka cakupan istilah “sakit” tidak bisa terbatas pada pekerja yang benar-benar sakit, karena pekerja yang tanpa gejala pun bisa mengancam kesehatan orang lain jika tidak melakukan isolasi mandiri terlebih dahulu.

    Sehingga, jika dikaitkan dengan UU Ketenagakerjaan, ketidakhadiran karena isolasi mandiri harus dimasukkan dalam kategori “sakit” dan tidak boleh memotong hak cuti. Karyawan bisa berdalih bahwa ketidakhadiran karena isolasi mandiri itu atas perintah perusahaan, sehingga risiko atas ketidakhadiran tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan, bukan karyawan.

    Jika perusahaan memutuskan untuk memotong hak atas cuti tahunan padahal ketidakhadiran karyawan karena harus melakukan isoman, maka dapat timbul perselisihan hak, yakni perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[4]

    Dalam hal terjadi perselisihan hak, maka pekerja dapat menempuh langkah-langkah penyelesaian sebagaimana diatur dalam UU 2/2004, yang tahapannya dapat Anda simak di artikel Cara Meminta Gaji yang Dipotong Sepihak oleh Perusahaan.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

        1.  
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19;
    5. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/202/2020 Tahun 2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Coronavirus Disease (COVID-19);
    6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/6689/2021 Tahun 2021 tentang Panduan Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi.

     

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan Togar S. M. Sijabat via WhatsApp pada 27 Agustus 2020, pukul 14.48 WIB.


    [1] Pasal 81 angka 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    Tags

    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!