Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Menuntut Komisi Penjualan yang Tak Kunjung Dibayar

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Langkah Menuntut Komisi Penjualan yang Tak Kunjung Dibayar

Langkah Menuntut Komisi Penjualan yang Tak Kunjung Dibayar
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Menuntut Komisi Penjualan yang Tak Kunjung Dibayar

PERTANYAAN

Saya telah membawa banyak project ke perusahaan dan sesuai dengan ketentuan yang diatur pada memo perusahaan, saya berhak memperoleh marketing fee. Beberapa project berjalan di akhir 2019 dan penyelesaiannya pada 2020, sehingga baru dapat mengajukan marketing fee sekarang. Tetapi perusahaan beralasan bahwa karena sudah lewat tahun dan tidak dicadangkan pada budget 2020, maka marketing fee tidak dapat dibayarkan. Saya sudah membaca aturan di perusahaan saya dan tidak ada ketentuan marketing fee yang lewat tahun tidak bisa dibayarkan. Bagaimana cara agar hak saya dapat dibayarkan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Marketing fee atau komisi penjualan tidak termasuk dalam komponen upah, melainkan merupakan salah satu contoh dari pendapatan non upah yang didapat karyawan dari pemberi kerja.
     
    Jika pemberian marketing fee telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, namun perusahaan tidak menaatinya atau terdapat perbedaan tafsir terhadap aturan tersebut, maka telah timbul perselisihan hak.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Marketing Fee dalam Aturan Ketenagakerjaan
    Sepanjang pemahaman kami, marketing fee yang Anda maksud dapat diartikan sebagai komisi dari hasil penjualan atau keuntungan dari proyek yang dilakukan perusahaan.
     
    Apakah komisi bagian dari upah? Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP 78/2015”), upah terdiri atas komponen:
    1. Upah tanpa tunjangan;
    2. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
    3. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
     
    Ketentuan upah selanjutnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[1]
     
    Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah pokok minimal 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.[2]
     
    Sedangkan jika komponen upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, besarnya upah pokok minimal 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.[3]
     
    Tunjangan tetap yang dimaksud adalah pembayaran kepada karyawan yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau pencapaian prestasi kerja.[4]
     
    Sementara, tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan karyawan, yang diberikan secara tidak tetap untuk karyawan dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti tunjangan transportasi dan/atau tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran.[5]
     
    Dari penjelasan di atas, marketing fee sebagai komisi penjualan bukan merupakan bagian dari komponen upah.
     
    Menurut Juanda Pangaribuan, seorang praktisi hukum hubungan industrial & Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2006 – 2016, komisi yang Anda maksud dapat dikategorikan sebagai pendapatan non upah yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) PP 78/2015.
     
    Pendapatan non upah merupakan penerimaan karyawan dari pemberi kerja dalam bentuk uang untuk pemenuhan kebutuhan keagamaan, memotivasi peningkatan produktivitas, atau peningkatan kesejahteraan karyawan dan keluarganya.[6]
     
    Meski komisi tidak dinyatakan secara eksplisit dalam pasal tersebut, namun menurut beliau, ketentuan Pasal 6 ayat (2) PP 78/2015 hanya memberi contoh, sehingga selain dari yang telah disebutkan, masih dapat dikategorikan sebagai pendapatan non upah, ketika sifat pendapatannya tidak tetap (fix) dan lebih didasarkan pada prestasi.
     
    Langkah Hukum
    Berdasarkan pertanyaan Anda, telah terdapat ketentuan pada perusahaan yang mengatur tentang marketing fee.
     
    Maka, kami sarankan agar Anda memahami kembali peraturan dan/atau perjanjian tertulis terkait, misalnya perjanjian kerja yang mengatur tentang tata cara pemberian marketing fee oleh perusahaan.
     
    Hal ini dikarenakan perjanjian kerja memuat, salah satunya, syarat-syarat kerja, yakni hak dan kewajiban pengusaha dan karyawan yang bersangkutan.[7]
     
    Dalam hal pemberian marketing fee telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, namun perusahaan tidak menaatinya atau terdapat perbedaan tafsir terhadap aturan tersebut, maka telah timbul perselisihan hak.[8]
     
    Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.[9]
     
    Jika perundingan bipartit gagal, selanjutnya perselisihan dicatatkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya perundingan bipartit telah dilakukan, namun gagal, sehingga akan diselesaikan melalui mediasi.[10]
     
    Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[11]
     
    Jadi, kami menyarankan Anda untuk terlebih dahulu melakukan perundingan secara musyawarah dengan perwakilan perusahaan untuk mencapai kesepakatan atas pembayaran hak marketing fee yang seharusnya Anda terima.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara dengan Juanda Pangaribuan, praktisi hukum hubungan industrial & Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2006 – 2016, via WhatsApp pada 21 September 2020, pukul 15.30 WIB.
     

    [1] Pasal 5 ayat (4) PP 78/2015
    [2] Pasal 5 ayat (2) PP 78/2015
    [3] Pasal 5 ayat (3) PP 78/2015
    [4] Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 78/2015
    [5] Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 78/2015
    [6] Penjelasan Pasal 4 ayat (2) huruf b PP 78/2015
    [7] Pasal 54 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    [8] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
    [9] Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PPHI
    [10] Angka 6 Penjelasan Umum dan Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
    [11] Angka 7 Penjelasan Umum dan Pasal 5 UU PPHI

    Tags

    hukumonline
    perselisihan hubungan industrial

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!