Belakangan ini, DPR mengesahkan UU baru yang mendapat ragam reaksi penolakan di kalangan masyarakat. Meskipun sudah disahkan, hingga saat ini naskah asli UU tersebut belum bisa diakses dan juga belum ada nomornya. Saya dengar katanya kita bisa gugat UU tersebut ke MK. Apakah benar? Kemudian, bagaimana caranya untuk menggugat UU tersebut ketika UU-nya belum ada nomornya dan kita belum tahu isinya? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Suatu undang-undang (“UU”) yang sudah disahkan baru dapat berlaku dan mengikat secara umumsetelah diundangkan, yaitu ditempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan mendapatkan penomoran.
Terhadap UU yang belum diundangkan, belum dapat dilakukan upaya hukum karena UU tersebut belum mengikat secara hukumdanbelum berdampak pada kerugian konstitusional.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
UU Baru Disahkan, Langsung Berlaku?
Secara ringkas mengenai proses pembentukan UU hingga disahkannya dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dapat Anda simak dalam Proses Pembentukan Undang-Undang.
Setelah DPR dan Presiden menyetujui naskah rancangan undang-undang (“RUU”), Presiden akan mengesahkan RUU tersebut menjadi UU dengan membubuhkan tanda tangan selambat-lambatnya 30 hari sejak RUU disetujui.[1] Dalam hal RUU tidak ditandatangani Presiden dalam jangka waktu tersebut, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengundangan adalah penempatan peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
UU sebagaimana yang Anda tanyakan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[3] UU mulai berlaku pada tanggal dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam UU tersebut.[4]
Hal itu dikarenakan menurut Andi Yuliani dalam jurnal Daya Ikat Pengundangan Peraturan Perundang-undangan, pengundangan merupakan bentuk pengakuan negara terhadap kedaulatan rakyat itu sendiri (hal. 433).
Marida Farida dalam bukunya Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya menjelaskan 3 variasi pengundangan, yaitu (hal. 158 - 160):
Berlaku pada tanggal diundangkan;
Berlaku beberapa waktu setelah diundangkan;
Berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal yang tertentu.
Yang dimaksud dengan “kegiatan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan” antara lain penelitian kembali naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan, penyiapan penomoran pada naskah Peraturan Perundang-undangan, dan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan format dalam rangka penerbitan Peraturan Perundang-undangan dalam bentuk Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Lembaran Daerah, atau Tambahan Lembaran Daerah baik melalui media elektronik maupun media cetak.
Adapun penyiapan penomoran pada UU termasuk pada tahap pengundangan yang dilaksanakan dalam rangka penyiapan naskah UU yang akan diundangkan.[5]
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UU yang belum ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan belum diberikan penomoran berstatus belum diundangkan, sehingga UU yang hanya baru disahkan itu belum dapat berlaku dan mengikat secara umum.
Upaya Hukum terhadap UU yang Belum Diundangkan
Terhadap UU yang dianggap merugikan, pemohon secara perorangan, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik/privat, atau lembaga negara dapat mengajukan permohonan Pengujian UU (“PUU”) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 kepada Mahkamah Konstitusi.[6]
Charles Simabura, Peneliti dari Pusat Studi Konsitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas turut menegaskan terhadap UU yang belum diundangkan, belum dapat dilakukan upaya hukum karena UU tersebut belum mengikat secara hukum dan belum berdampak pada kerugian konstitusional.
UU baru dapat digugat melalui Mahkamah Konstitusi jika UU telah diundangkan, telah dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia serta telah dipublikasikan melalui Berita Negara, dengan maksud masyarakat dianggap sudah mengetahui keberlakuan hukum tersebut. Konsekensinya jika terjadi pelanggaran, masyarakat tidak boleh mengatakan tidak mengetahui telah ada aturan yang melarang.
Sebagai informasi tambahan, uji materiil UU yang baru disahkan namun belum diundangkan juga pernah dilakukan terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang saat itu baru disahkan namun belum bernomor atau belum diundangkan. Soal ini, dalam artikel Kemungkinan Nasib Uji Materi RUU KPK, Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan sebuah permohonan pengujian UU jika belum memiliki nomor UU, seperti disampaikan Hakim Konstitusi (MK) dalam sidang pemeriksaan pendahuluan bahwa pengujian RUU KPK belum ada objeknya. Fajar menjelaskan bahwa biasanya praktik di MK, meski belum ada nomor UU-nya, tetapi saat pemeriksaan pendahuluan sudah ada nomor UU-nya, maka sidang bisa berlanjut tahap berikutnya. Tapi, jika sudah memasuki sidang perbaikan permohonan nomor UU-nya belum juga keluar, maka bisa jadi persidangan tidak dilanjutkan karena objeknya tidak ada (putusannya bisa tidak dapat diterima).
Jadi menurut hemat kami, belum ada upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap UU yang belum diundangkan. Apabila Anda tetap ingin mengajukan permohonan PUU tersebut ke Mahkamah Konstitusi, Anda harus menunggu hingga UU tersebut diundangkan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Kami telah melakukan wawancara dengan Peneliti dari Pusat Studi Konsitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura via telepon pada 11 Oktober 2020, pukul 16.00 WIB.