Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Bank Memblokir Simpanan Nasabah karena Kredit ‘Macet’?

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Bolehkah Bank Memblokir Simpanan Nasabah karena Kredit ‘Macet’?

Bolehkah Bank Memblokir Simpanan Nasabah karena Kredit ‘Macet’?
Dr. Henny Marlyna, S.H., M.H., M.L.I.LKBH-PPS FH UI
LKBH-PPS FH UI
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Bank Memblokir Simpanan Nasabah karena Kredit ‘Macet’?

PERTANYAAN

Saya adalah nasabah salah satu bank plat merah, saya mau tanya apa boleh secara hukum jika bank tersebut memblokir atau menahan saldo saya karena terkait masalah pembayaran kartu kredit yang macet. Di mana sebelumnya dari bank tersebut tidak ada konfirmasi atau menghubungi saya sebelumnya, langsung menahan tanpa ada pemberitahuan. Mohon penjelasannya mengenai dasar hukum seperti ini. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Bank tidak boleh memblokir atau menahan rekening tabungan nasabah pemegang kartu kredit terkait permasalahan pembayaran kartu kredit meskipun tindakan tersebut didasarkan klaim adanya persetujuan pemegang kartu kredit sebagaimana yang terdapat dalam “Syarat dan Ketentuan” atau “Perjanjian Pemegang Kartu.” Hal ini dikarenakan klausul tersebut menunjukkan adanya iktikad tidak baik dari bank karena bertentangan dengan keadilan dan kepatutan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan:
     
    Pemblokiran Simpanan di Bank
    Peraturan mengenai pemblokiran simpanan di bank, salah satunya terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) yang menyebutkan bahwa:

    Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
     
    Berdasarkan peraturan tersebut, pemblokiran simpanan di bank dapat dilakukan hanya apabila nasabah penyimpan telah melakukan tindak pidana dan telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa.
     
    Oleh karena itu, apabila didasarkan pada ketentuan tersebut, kewenangan pemblokiran dan penahanan rekening tabungan nasabah oleh bank tidak dapat dilakukan dengan alasan permasalahan pembayaran kartu kredit nasabah terkait.
     
    Baca juga: Siapa Saja yang Berwenang Memblokir Rekening Nasabah?
     
    Pemblokiran dengan Alasan Pembayaran Kartu Kredit yang Bermasalah
    Seorang pemegang kartu kredit mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran penggunaan kartu kreditnya, sesuai dengan definisi kartu kredit yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu ( “PBI 14/2/2012”) yang berbunyi:
     
    Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
     
    Dalam hal penerbit kartu kredit adalah bank, sangat dimungkinkan pemegang kartu kredit juga merupakan nasabah dari bank yang sama. Untuk penerbitan kartu kredit, konsumen akan diminta untuk mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh penerbit, yang kemudian ditandatangani oleh pemegang kartu.[1]
     
    Terkait tindakan bank yang melakukan pemblokiran atau penahanan rekening simpanan nasabahnya akibat pembayaran kartu kredit yang bermasalah, hal ini pada umumnya didasarkan pada ketentuan dalam “Syarat dan Ketentuan” atau “Perjanjian Pemegang Kartu”, yang biasanya sudah disiapkan oleh bank. Dengan menggunakan kartu kredit tersebut, maka pemegang kartu kredit dianggap menerima dan terikat pada seluruh syarat dan ketentuan dalam “Syarat dan Ketentuan” atau “Perjanjian Pemegang Kartu” tersebut.
     
    Pada praktiknya, dalam beberapa “Syarat dan Ketentuan” atau “Perjanjian Pemegang Kartu” terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa jika pemegang kartu tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya, pemegang kartu kredit setuju bahwa bank berhak untuk memblokir, menahan, atau mencairkan dana yang ditempatkan dalam rekening koran/tabungan/deposito berjangka milik pemegang kartu kredit guna menyelesaikan kewajiban pemegang kartu kredit.
     
    Atas dasar adanya klausula tersebut, maka bank kemudian melakukan tindakan pemblokiran atau penahanan dana yang ada pada rekening tabungan nasabahnya yang juga merupakan pemegang kartu kredit yang diterbitkan bank yang sama, apabila terjadi permasalahan tekait pembayaran kartu kredit. Kemungkinan klausula tersebut dibuat untuk mengurangi risiko bank dalam hal pemegang kartu kredit tidak melaksanakan kewajiban untuk melakukan pembayaran penggunaan kartu kreditnya.
     
    Klausula di atas disebut sebagai klausula baku karena ditentukan secara sepihak oleh bank selalu pelaku usaha. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”), pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
    1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
    2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
    3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
    4. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
    5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
    6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
    7. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
    8. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
     
    Khusus untuk sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan aturan khusus mengenai perjanjian baku sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (“POJK 1/2013”) yang diatur dalam Pasal 22 ayat (3) sebagai berikut:
     
    Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang:
    1. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen;
    2. menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk dan/atau layanan yang dibeli;
    3. menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
    4. mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen, bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan;
    5. memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan;
    6. menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya; dan/atau
    7. menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen secara angsuran.
     
    Jika dikaitkan dengan pengaturan mengenai batasan isi dari klausula baku yang dilarang berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU 8/1999 maupun Pasal 22 ayat (3) POJK 1/2013, maka klausula bahwa “pemegang kartu kredit setuju bahwa bank berhak untuk memblokir atau menahan dana yang ditempatkan dalam rekening koran/tabungan/deposito berjangka milik pemegang kartu kredit guna menyelesaikan kewajiban pemegang kartu kredit” bukan merupakan klausula baku yang dilarang.
     
    Klausula tersebut tidak mengurangi kegunaan produk atau layanan kartu kredit atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek perjanjian produk dan layanan kartu kredit. Dalam hal ini yang dikurangi adalah harta kekayaan konsumen lainnya yaitu rekening koran/tabungan/deposito berjangka miliknya, yang berbeda dengan objek jual beli yang diatur dalam perjanjian penggunaan kartu kredit.
     
    Namun demikian, isi klausula tersebut menunjukkan adanya iktikad tidak baik dari pelaku usaha. Hal ini dikarenakan rekening tabungan/deposito pemegang kartu bukan merupakan jaminan atas pembayaran kartu kreditnya dan merupakan sesuatu yang terpisah dari objek perjanjiannya, yaitu perjanjian penggunaan kartu kredit. Klausula tersebut juga dinilai tidak adil dikarenakan tidak berlaku untuk semua konsumen pengguna kartu kredit, melainkan hanya dapat diterapkan pada konsumen tertentu yaitu pemegang kartu kredit yang juga merupakan nasabah bank yang sama dengan penerbit kartu kredit.
     
    Sesuai dengan Pasal 7 UU 8/1999, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Iktikad baik ini juga seharusnya tercermin dalam perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha, sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Lebih lanjut, Pasal 21 POJK 1/2013 mengatur bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen.
     
    Menurut Ridwan Khairandy dalam Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak (hal. 384) hakim dapat mengurangi atau bahkan meniadakan suatu kewajiban kontraktual apabila suatu perjanjian sangat bertentangan dengan keadilan atau kepatutan (tidak ada iktikad baik).
     
    Dengan demikian, bank tidak boleh memblokir atau menahan rekening tabungan terkait permasalahan pembayaran kartu kredit meskipun tindakan tersebut didasarkan klaim adanya persetujuan pemegang kartu kredit sebagaimana yang terdapat dalam “Syarat dan Ketentuan” atau “Perjanjian Pemegang Kartu”. Berdasarkan aturan-aturan yang telah kami jelaskan di atas, klausula tersebut menunjukkan adanya iktikad tidak baik dari bank karena bertentangan dengan keadilan dan kepatutan. Sehingga, klausula tersebut dapat dimintakan untuk dinyatakan batal demi hukum ke pengadilan.
     
    Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    Ridwan Khairandy. Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana: 2003.
     

    [1] Pasal 14 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (“PBI 11/11/2009”)

    Tags

    perbankan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!