Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Jika Dokter Salah Diagnosis dalam Pengobatan

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Langkah Hukum Jika Dokter Salah Diagnosis dalam Pengobatan

Langkah Hukum Jika Dokter Salah Diagnosis dalam Pengobatan
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Jika Dokter Salah Diagnosis dalam Pengobatan

PERTANYAAN

Karena situasi saat ini tidak memungkinkan untuk berobat ke rumah sakit, saya berkonsultasi online dengan dokter melalui layanan aplikasi kesehatan. Jadi dokter hanya mendengarkan keluhan saya tanpa memeriksa langsung, lalu memberikan resep obat. Anehnya, saya tidak sembuh-sembuh dan ternyata dokter salah diagnosis. Kalau terjadi kasus dokter salah diagnosis, siapa yang harus bertanggung jawab? Dokter atau layanan aplikasi kesehatan? Atau kedua-duanya? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam melakukan penegakan diagnosis, dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta untuk beberapa penyakit membutuhkan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan di laboratorium.

    Pelayanan konsultasi dengan dokter jarak jauh melalui teknologi informasi dan komunikasi disebut telemedicine. Lantas apabila dokter salah diagnosis melalui layanan konsultasi daring, siapa pihak yang bertanggung jawab?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Salah Diagnosis via Platform Kesehatan, Tanggung Jawab Siapa? yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 26 Oktober 2020.

    KLINIK TERKAIT

    Sahkah Donor Sperma di Indonesia?

    Sahkah Donor Sperma di Indonesia?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami tegaskan bahwa kasus dokter salah diagnosis yang Anda alami terjadi dalam lingkup telemedicine.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dalam melakukan diagnosis, dokter melakukan anamnesis yaitu mendengarkan keluhan pasien atau keluarga pasien dan pemeriksaan fisik, serta untuk beberapa penyakit membutuhkan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan di laboratorium.[1]

    Terkait hal tersebut, saat proses pemeriksaan dilakukan secara daring, dokter tidak dapat melakukan pemeriksaan fisik secara langsung.

     

    Seputar Telemedicine

    Layanan pemeriksaan daring dikenal dengan sebutan telemedicine. Adapun definisi telemedicine adalah pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.[2]

    Dalam melakukan telemedicine, dokter dan dokter gigi dilarang untuk melakukan hal-hal berikut.[3]

    1. Melakukan telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui fasilitas pelayanan kesehatan (“fasyankes”).
    2. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate information) kepada pasien atau keluarganya.
    3. Melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya.
    4. Meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan.
    5. Melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran.
    6. Melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi.
    7. Menarik biaya di luar tarif yang sudah ditetapkan oleh fasyankes.
    8. Memberikan surat keterangan sehat.

    Sebagai informasi tambahan, di sisi lain, ketentuan telemedicine juga diatur dalam Permenkes 20/2019.

     

    Penegakan Diagnosis Dokter melalui Platform Kesehatan Digital

    Sejalan dengan artikel Aturan tentang Konsultasi Dokter Jarak Jauh (Telemedicine), kami mengasumsikan platform digital layanan konsultasi daring dengan dokter yang Anda maksud bukanlah penyelenggara pelayanan kesehatan. Adapun aplikasi pelayanan telemedicine yang dikembangkan mandiri harus teregistrasi di Kementerian Kesehatan.[4]

    Menurut Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)., selaku Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia, tidak semua penyakit dapat didiagnosis hanya dengan melakukan anamnesis, sehingga proses penegakan diagnosis dokter melalui platform kesehatan digital bisa dikatakan belum sempurna.

    Perlu dicatat, konsultasi daring dengan dokter melalui platform kesehatan digital seharusnya hanya dapat dilakukan untuk tindakan preventif (pencegahan), bukan kuratif (mengobati).

    Beliau kemudian menjelaskan bahwa beberapa penyakit dapat dilakukan penegakan diagnosis tanpa pemeriksaan fisik, salah satunya yaitu penyakit demam.

    Sebagai contoh, jika pengguna mengalami demam, dokter dapat meminta pengguna untuk mengukur suhu tubuhnya secara mandiri. Kemudian, hasilnya ditunjukkan kepada dokter via pesan gambar atau panggilan video.

    Nantinya, dokter akan memberikan rekomendasi obat penurun demam. Apabila demam berlanjut, dokter akan merekomendasikan pengguna untuk menemui dokter secara langsung ke fasyankes terdekat.

    Selain itu, penyakit kulit seperti panu dan kudis juga dapat dilakukan penegakan diagnosis tanpa harus melakukan pemeriksaan fisik secara langsung.

    Dokter dapat meminta pengguna memotret bagian kulit yang gatal dan menanyakan ciri-ciri keluhan yang dialami. Hal ini dikarenakan penyakit-penyakit seperti di atas adalah penyakit yang bersifat umum.

    Sedangkan penyakit yang tidak dapat diperiksa melalui platform kesehatan digital, misalnya penyakit dalam seperti penyakit jantung yang butuh pemeriksaan fisik lebih lanjut.

     

    Kasus Dokter Salah Diagnosis dalam Platform Kesehatan Digital

    Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab masing-masing pihak dalam platform kesehatan digital, Anda dapat membaca syarat dan ketentuan dari platform kesehatan digital yang digunakan.

    Sebagai contoh, misalnya pada Halodoc, dalam Pasal 1 poin m Syarat dan Ketentuan Pengguna Halodoc menegaskan Halodoc bukan merupakan penyelenggara pelayanan kesehatan dan tidak menyediakan layanan kesehatan.

    Masih dari sumber yang sama, Halodoc menyatakan tidak bertanggung jawab atas setiap tindakan, kecerobohan, kelalaian, dan/atau kelengahan penyedia layanan, sehingga platform Halodoc hanya merupakan sarana teknologi layanan informasi dan komunikasi daring antara pengguna dan penyedia layanan.

    Dengan kata lain, pengguna perlu membaca dan memahami syarat dan ketentuan platform kesehatan digital sebelum memanfaatkan fitur di dalamnya.

    Dian Mauli dalam jurnal Tanggung Jawab Hukum Dokter terhadap Kesalahan Diagnosis Penyakit Kepada Pasien menjelaskan, jika diduga ada kesalahan diagnosis dokter, perlu diperhatikan apakah dokter itu telah bekerja sesuai aturan atau tidak (hal. 47).

    Jika dokter bertindak tidak sesuai dengan standar disiplin kedokteran, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan diagnosis, maka ia dapat dinyatakan telah melanggar disiplin kedokteran.

    Bersumber dari jurnal yang sama, tenaga kesehatan hanya bertanggung jawab atas upaya yang dilakukan (Inspaning Verbinntenis) dan tidak menjamin hasil akhir (Resultalte Verbinntenis) (hal. 47).

    Terkait hal ini, Prijo Sidipratomo juga menerangkan bahwa standar disiplin kedokteran mengacu pada standar yang disusun oleh Konsil Kedokteran Indonesia sebagai lembaga resmi yang ditunjuk oleh UU 29/2004.

    Jadi, yang dibuktikan adalah kesesuaian tindakan dokter, bukan hasil yang didapatkan akibat tindakan yang diupayakan dokter.

     

    Langkah Hukum Jika Dokter Salah Diagnosis

    Atas kasus dokter salah diagnosis yang dialami, ada beberapa langkah hukum yang dapat diambil. Misalnya jika menimbulkan kerugian, dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum.

    Namun, kami sarankan Anda terlebih dahulu dapat mengadukan ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur Pasal 66 UU 29/2004 yang menerangkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

    Di sisi lain, dokter juga bisa dikenai pidana menurut Pasal 79 huruf c UU 29/2004 jo. Putusan MK Nomor 4/PUU-V/2007 dengan pidana denda paling banyak Rp50 juta, apabila dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

    Demikian jawaban dari kami terkait kasus dokter salah diagnosis sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
    2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer;
    3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
    4. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia.

     

    Referensi:

    1. Dian Mauli. Tanggung Jawab Hukum Dokter terhadap Kesalahan Diagnosis Penyakit Kepada Pasien, Jurnal Cepalo Volume 2, Nomor 1, 2018;
    2. Syarat dan Ketentuan Pengguna Halodoc, yang diakses pada 8 September 2022, pukul 13.00 WIB.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)., selaku Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia, via telepon pada 1 April 2020.


    [1] Poin e Bab II Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, hal. 7 jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    [2] Pasal 1 angka 4 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia (“Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia 74/2020”)

    [3] Pasal 9 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia 74/2020

    [4] Pasal 12 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan

    Tags

    dokter
    kesehatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!