Naskah RUU Cipta Kerja pasca disahkan dikabarkan berubah-ubah jumlah halamannya. Apakah hal ini dibenarkan? Bolehkah setelah disahkan, naskah RUU tidak kunjung diundangkan tapi malah diubah-ubah sewenang-wenang?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perubahan naskah Rancangan Undang-Undang (“RUU”) dimungkinkan, namun hanya sebatas pada teknis dan format penulisan saja, tidak untuk substansi.
Adapun substansi RUU seharusnya telah disepakati dalam rapat pembahasan tingkat II (paripurna). Perubahan teknis dan format RUU tersebut terbatas hanya dalam waktu 7 hari sejak RUU disetujui bersama untuk kemudian diserahkan kepada presiden agar disahkan.
Atas perubahan naskah RUU Cipta Kerja Tahun 2020 (“RUU Cipta Kerja”) yang sudah disahkan, hal yang harus diwaspadai publik sesungguhnya bukan pada perubahan berapa jumlah halaman RUU Cipta Kerja, melainkan potensi adanya pasal siluman yang dapat merugikan kepentingan umum.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perubahan Naskah Rancangan Undang-Undang (“RUU”) yang Disahkan
Menyambung pertanyaan Anda terkait persoalan proses pembentukan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020 (“RUU Cipta Kerja”), kami akan menyoroti perihal inkonsistensi jumlah halaman naskah RUU tersebut pasca disetujui oleh DPR bersama dengan pemerintah dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020 lalu.
Setidak-tidaknya dikutip dari berita Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?, naskah RUU Cipta Kerja telah mengalami perubahan yakni dari versi 1028 halaman, 905 halaman, 1052 halaman, 1035 halaman, 812 halaman (hal.5), dan terakhir diberitakan berubah menjadi 1187 halaman (hal. 1).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Adapun tenggang waktu 7 hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan RUU ke Lembaran Resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.[1]
Naskah asli itu diketik dengan jenis huruf Bookman Okistyle ukuran huruf 12 dan di atas kertas F4.[3] Kemudian permohonan itu diperiksa oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan meliputi:[4]
pemeriksaan kelengkapan dokumen;
pemeriksaan kesesuaian antara naskah asli dengan soft copy naskah asli; dan
pemeriksaan naskah asli dan soft copy askah asli sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
Batasan Perubahan Naskah RUU yang Disahkan
Menjawab pertanyaan Anda, perlu digarisbawahi penyuntingan atau perubahan naskah RUU hanya terbatas pada teknis dan format penulisan saja. Namun untuk mengubah substansinaskah RUU yang telah disetujui bersama, hal ini seharusnya tidak boleh dilakukan, bahkan di saat rapat paripurna tingkat II sekalipun.
Substansi suatu RUU harusnya sudah selesaidi pembahasan tingkat I yakni substansi RUU dibahas oleh panitia kerja yang dapat membentuk tim perumus, tim kecil dan tim sinkronisasi.[5]
Hasil di pembahasan tingkat I kemudian dibawa ke pembahasan tingkat II (paripurna) dengan agenda persetujuan bersama atas substansi RUU.[6]
Hal yang harus diwaspadai sebenarnya bukan berapa banyak perubahan jumlah halaman naskah RUU Cipta Kerja, melainkan ada atau tidaknya perubahan substansi baik itu penambahan dan/atau penghapusan pasal dan/ayat dalam RUU Cipta Kerja.
Praktik demikian adalah gambaran buruk legislasi kita karena dapat digolongkan praktik korupsi legislasi dalam bentuk pasal siluman (baik yang muncul atau dihapus saat akan diundangkan).[7]
Seperti yang sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun 2009, ayat yang mengatur mengenai tembakau hilang dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah disahkan dalam sidang Paripurna DPR bersama pemerintah. Ayat dalam Pasal 113 yang mengatur pengamanan zat adiktif tersebut, raib sebelum UU ditandatangani oleh presiden dan dicatat dalam lembaran negara di sekretariat negara.[8]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Fahmi Ramadhan Firdaus. Pencegahan Korupsi Legislasi Melalui Penguatan Partisipasi Publik dalam Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia.Jurnal Legislasi Indonesia Vol (17) No. 3 - September 2020.
[1] Penjelasan Pasal 72 ayat (2) jo. Pasal 73 ayat (1) dan (4) serta Pasal 85 UU 12/2011
[7] Fahmi Ramadhan Firdaus. Pencegahan Korupsi Legislasi Melalui Penguatan Partisipasi Publik dalam Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia.Jurnal Legislasi Indonesia Vol (17) No. 3 - September 2020, hal. 282-293
[8] Fahmi Ramadhan Firdaus. Pencegahan Korupsi Legislasi Melalui Penguatan Partisipasi Publik dalam Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia.Jurnal Legislasi Indonesia Vol (17) No. 3 - September 2020, hal. 282-293