Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Agar Diskresi Tidak Dikategorikan sebagai Penyalahgunaan Wewenang

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Agar Diskresi Tidak Dikategorikan sebagai Penyalahgunaan Wewenang

Agar Diskresi Tidak Dikategorikan sebagai Penyalahgunaan Wewenang
Guy Rangga Boro, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Agar Diskresi Tidak Dikategorikan sebagai Penyalahgunaan Wewenang

PERTANYAAN

Setelah saya membaca sejumlah referensi, ternyata penyalahgunaaan wewenang oleh pejabat juga bisa dipidana. Lalu bagaimana kalau yang bersangkutan melakukan diskresi? Bukankah kalau ada ancaman pidana pejabat menjadi takut ketika akan melakukan diskresi? Padahal tujuan diskresi sendiri baik.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
     
    Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan syarat dan tujuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
     
    Lalu, apakah adanya ancaman pidana terhadap penyalahgunaan wewenang menghalangi pejabat untuk melakukan diskresi?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima Kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dasar Hukum dan Syarat-Syarat Diskresi
    Pengertian diskresi di atur dalam Pasal 175 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU Administrasi Pemerintahan”), yang menyatakan sebagai berikut:
     
    Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
     
    Karena diskresi dilaksanakan dalam bentuk keputusan dan/atau tindakan, ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU Administrasi Pemerintahan juga berlaku dalam pelaksanaan diskresi, yaitu sebagai berikut:
     
    1. Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
    2. Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan; dan
    2. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
     
    Selain itu, diskresi juga hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan[1] yang berwenang dengan tujuan:[2]
    1. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
    2. mengisi kekosongan hukum;
    3. memberikan kepastian hukum; dan
    4. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
     
    Dalam pelaksanaan diskresi, pejabat pemerintahan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:[3]
    1. sesuai dengan tujuan diskresi;
    2. sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
    3. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
    4. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
    5. dilakukan dengan iktikad baik.
    Keterkaitan antara Diskresi dan Penyalahgunaan Wewenang
    Unsur penyalahgunaan wewenang dalam ranah pidana sebagaimana yang Anda singgung dalam pertanyaan dapat dirujuk salah satunya kepada ketentuan Pasal 3 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 (hal. 116-117) yang mengatur ketentuan sebagai berikut: 
     
    Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
     
    Adapun yang dalam menentukan apakah seorang perjabat telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal di atas, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 2349 K/PID.SUS/2012 (hal. 46) menjelaskan bahwa cara mengukurnya adalah dengan menilai apakah tindakan pejabat tersebut telah menyimpang dari maksud dan tujuan pemberian wewenang tersebut, apabila menyimpang perbuatan tersebut dikualifikasi sebagai penyalahgunaan wewenang (Detournement de Pouvoir).
     
    Kualifikasi penyalahgunaan wewenang tersebut berkaitan erat dan selaras dengan syarat-syarat pelaksanaan diskresi yaitu di antaranya iktikad baik, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan sesuai dengan AUPB yakni asas kepentingan umum[4] dan asas ketidakberpihakan.[5]
     
    Dengan kata lain, jika diskresi telah dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat di atas, hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang berdasarkan kualifikasi dalam putusan Mahkamah Agung yang kami sebutkan sebelumnya, karena diskresi yang dilakukan dengan iktikad baik dan untuk kepentingan umum seharusnya sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian wewenang yang diberikan.
     
    Oleh karenanya, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya pejabat pemerintahan dapat tetap melaksanakan diskresi tanpa dipidana karena menyalahgunakan wewenang asalkan diskresi tersebut dilaksanakan sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Terima kasih.
    Dasar Hukum:
     
    Putusan:
    1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2349 K/PID.SUS/2012;
     

    [1] Pasal 22 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan
    [2] Pasal 22 ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan
    [3] Pasal 175 angka 2 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan
    [4] Pasal 10 ayat (1) huruf g UU Administrasi Pemerintahan
    [5] Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Administrasi Pemerintahan

    Tags

    lembaga pemerintah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!