Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ragam Kebijakan Insentif dan Relaksasi Pajak Selama Pandemi

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Ragam Kebijakan Insentif dan Relaksasi Pajak Selama Pandemi

Ragam Kebijakan Insentif dan Relaksasi Pajak Selama Pandemi
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ragam Kebijakan Insentif dan Relaksasi Pajak Selama Pandemi

PERTANYAAN

Selama pandemi berlangsung, adakah kebijakan pemerintah terkait pemberian insentif pajak? Jika ada, apa sajakah kebijakan itu? Apa syaratnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Ya, untuk membantu wajib pajak yang terkena dampak wabah COVID-19, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan berbagai kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan. Apa saja kebijakan tersebut dan bagaimana bunyi ketentuannya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 12 November 2020, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 5 Februari 2021.

    Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan beberapa kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena dampak wabah COVID-19.

    KLINIK TERKAIT

    Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kemudahannya

    Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kemudahannya

    Adapun insentif pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemi COVID-19 berlangsung antara lain:

    1. Insentif Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 21

    PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah untuk masa pajak Januari 2021 sampai Juni 2021[1] dan kini telah diperpanjang sampai dengan Desember 2021.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Insentif ini hanya berlaku untuk pegawai dengan kriteria tertentu, di antaranya yaitu memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.[3]

    1. Insentif PPh Pasal 22 Impor

    Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor pada wajib pajak yang:[4]

    1. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam Lampiran PMK 82/2021;
    2. telah ditetapkan sebagai Perusahaan Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor (“KITE”); atau
    3. telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat atau izin pengusaha kawasan berikat atau izin pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat (“PDKB”) pada saat pengeluaran barang dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

    Adapun pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor tersebut berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2021,[5] dan telah diperpanjang hingga 31 Desember 2021.[6] Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan berlaku sejak tanggal surat tersebut diterbitkan.[7] Untuk memperoleh surat keterangan tersebut, wajib pajak mengajukan permohonan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.[8]

    Apabila sudah mendapatkan pembebasan, wajib pajak harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan setiap bulan menggunakan formulir yang tersedia paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.[9]

    1. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

    Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemberian pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya tertuang, yang diberikan untuk masa pajak dari Januari 2021 sampai Juni 2021,[10] dan telah diperpanjang hingga Desember 2021.[11]

    Wajib pajak yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini harus menyampaikan laporan realisasi setiap bulan menggunakan formulir yang tersedia paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.[12]

    1. Insentif Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”)

    Pengusaha Kena Pajak (“PKP”) dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah, yang diberikan untuk masa pajak dari Januari 2021 sampai Juni 2021,[13] dan diperpanjang sampai dengan masa pajak Desember 2021.[14]

    PKP yang memenuhi kriteria dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah dengan ketentuan:[15]

    1. PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah;
    2. Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah; dan
    3. PKP memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sesuai dengan lampiran yang tercantum dalam Lampiran PMK 82/2021, fasilitas KITE atau izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB yang diberikan kepada PKP masih berlaku pada saat penyampaian surat pemberitahuan lebih bayar restitusi.

    Selain itu, PKP harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar rupiah,[16] yang meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN termasuk pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disampaikan paling lama akhir bulan setelah masa pajak pemberian insentif berakhir.[17]

     Kemudian, pemerintah juga menetapkan beberapa relaksasi di antaranya:

    1. Penurunan Tarif PPh Badan

    Pemerintah turut menurunkan tarif umum PPh Badan menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021.[18] Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan.[19]

    Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021.

    1. Perpanjangan Waktu dalam Administrasi Perpajakan
      1. Jangka waktu pengajuan keberatan oleh wajib pajak sebagaimana dalam Pasal 2 angka 6 UU 7/2021 yang mengubah Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”) diperpanjang paling lama 6 bulan.[20]
      2. Jangka waktu penerbitan surat ketetapan pajak sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dalam Pasal 113 angka 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 17B ayat (1) UU KUP diperpanjang paling lama 6 bulan.[21]
      3. Jangka waktu pemberian keputusan atas keberatan sebagaimana dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”) diperpanjang paling lama 6 bulan.[22]
      4. Jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UU 28/2007, diperpanjang paling lama 6 bulan.[23]
      5. Jangka waktu pengembalian kelebihan bayar pajak sebagaimana dalam Pasal 113 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 11 ayat (2) UU KUP, diperpanjang paling lama 1 bulan.[24]
    1. Pemberian Fasilitas Kepabeanan

    Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan perubahannya.

    1. Pajak atas Transaksi Elektronik

    Pemerintah akan memungut PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PMSE”).[25]

    Selain PPN, pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia.[26]

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ketiga kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), kedua kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan ketiga kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.04/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
    6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, kedua kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;
    7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpanjangan Jangka Waktu Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

    [1] Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (“PMK 82/2021”)

    [2] Pasal 18 ayat (3) PMK 82/2021

    [3] Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) huruf b dan c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (“PMK 9/2021”)

    [4] Pasal 10 ayat (3) PMK 9/2021

    [5] Pasal 18 ayat (2) PMK 82/2021

    [6] Pasal 18 ayat (4) PMK 82/2021

    [7] Pasal 10 ayat (7) huruf a dan ayat (8) PMK 9/2021

    [8] Pasal 10 ayat (6) PMK 9/2021

    [9] Pasal 10 ayat (9) dan (10) PMK 9/2021

    [10] Pasal 12 ayat (1) PMK 9/2021 dan Pasal 18 ayat (1) PMK 82/2021

    [11] Pasal 18 ayat (3) PMK 82/2021

    [12] Pasal 14 PMK 9/2021

    [13] Pasal 15 ayat (1) PMK 9/2021 dan Pasal 18 ayat (1) PMK 82/2021

    [14] Pasal 18 ayat (3) PMK 82/2021

    [15] Pasal 15 ayat (12) dan (13) PMK 9/2021

    [16] Pasal 15 ayat (4) PMK 9/2021

    [17] Pasal 15 ayat (9) PMK 9/2021

    [18] Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (“Perpu 1/2020”) jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU 7/2021”)

    [19] Pasal 5 ayat (2) Perpu 1/2020

    [20] Huruf E angka 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpanjangan Jangka Waktu Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (“SE Dirjen Pajak SE-22/PJ/2020”)

    [21] Huruf E angka 4 huruf c SE Dirjen Pajak SE-22/PJ/2020

    [22] Huruf E angka 5 huruf c SE Dirjen Pajak SE-22/PJ/2020

    [23] Huruf E angka 6 huruf g SE Dirjen Pajak SE-22/PJ/2020

    [24] Huruf E angka 3 huruf c SE Dirjen Pajak SE-22/PJ/2020

    [25] Pasal 6 ayat (1) huruf a Perpu 1/2020

    [26] Pasal 6 ayat (1) huruf b Perpu 1/2020

    Tags

    covid-19
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!