KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Menyerahkan Pengasuhan Anak kepada Bibi

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukumnya Menyerahkan Pengasuhan Anak kepada Bibi

Hukumnya Menyerahkan Pengasuhan Anak kepada Bibi
Negarawati Ester Benedicta Sihombing, S.H. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Menyerahkan Pengasuhan Anak kepada Bibi

PERTANYAAN

Jadi saya pernah menikah siri tahun 2014, lalu punya anak di tahun 2015 awal. Karena saat itu pernikahan dilakukan karena ‘terpaksa’ (hamil duluan), saya belum banyak tahu soal apapun tentang mengurus akte dan lain-lain, ditambah orang tua dari mantan suami saya yang agak ruwet, surat kelahiran anak saya dihilangkan dan tidak mau bertanggung jawab atas hal tersebut. Akhirnya sampai anak saya umur 6 tahun saat ini, ia belum punya akte, dan karena saya single parent, saya menitipkan anak saya ke tante saya. Jika saya ingin memberikan hak asuh anak saya ke tante saya, apa yang harus saya lakukan? Sejujurnya saya tidak tahu menahu soal itu, apalagi bapak saya sudah menikah dengan istri barunya dan tidak mengurusi saya lagi. Jadi, saya bingung harus bagaimana. Mohon solusinya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pengasuhan anak di luar panti sosial oleh lembaga asuhan anak dilaksanakan oleh salah satunya keluarga sedarah dalam garis menyimpang, antara lain kakak dan adik, paman/bibi dan keponakan, atau saudara sepupu. Dalam hal ini, pengasuhan anak tersebut harus mendapatkan izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari hasil asesmen pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial, dan dilakukan dengan pendampingan dari lembaga asuhan anak.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Anak merupakan anugerah yang tuhan berikan kepada manusia untuk melanjutkan keturunannya, yang membutuhkan kasih sayang, perawatan, serta didikan dan pengasuhan dari orang tua. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
     
    Dalam kasus ini, Anda telah berpisah dengan mantan suami, di mana perkawinan yang dahulu dilakukan oleh Anda dengan mantan suami hanya sah secara agama namun tidak dilanjutkan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku melalui proses pencatatan perkawinan pada pihak yang berwenang. Perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut tidak jarang menimbulkan suatu permasalahan hukum di kemudian hari khususnya dalam kepengurusan administrasi kependudukan seperti dokumen-dokumen yang berhubungan dengan keluarga, akta perkawinan, akta kelahiran sang anak dan sebagainya.
     
    Adapun terkait dengan posisi Anda yang berstatus single parent dan mempunyai anak berumur 6 tahun, yang karena alasan tertentu ingin Anda berikan hak asuh atas anak tersebut kepada kepada tante/bibi Anda, hal tersebut berkaitan dengan aturan pengasuhan anak oleh keluarga sedarah.   
     
    Pengasuhan oleh keluarga diperbolehkan menurut ketentuan hukum, namun terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan pengasuhan anak yang telah di tetapkan oleh undang-undang. Pengertian pengasuhan anak sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak (“Permensos 1/2020”) yakni:
     
    Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak.
     
    Kami mengasumsikan bahwa tante/bibi yang Anda maksud merupakan tante/bibi kandung. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak (“PP 44/2017”) pengasuhan anak di luar panti sosial oleh lembaga asuhan anak dilaksanakan oleh salah satunya keluarga sedarah dalam garis menyimpang, antara lain kakak dan adik, paman/bibi dan keponakan, atau saudara sepupu.[1] Dalam hal ini, pengasuhan anak tersebut harus mendapatkan izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari hasil asesmen pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial,[2] dan dilakukan dengan pendampingan dari lembaga asuhan anak.[3]
     
    Pengasuhan tersebut wajib dilaporkan kepada lembaga asuhan anak yang ditunjuk, dan keluarga sedarah tersebut berkewajiban untuk mencatatkan identitas anak pada dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan setempat.[4]
     
    Namun, sebaiknya Anda terlebih dahulu mengurus akta kelahiran anak Anda sebagai salah satu bentuk terpenuhinya hak identitas anak. Disarikan dari artikel Akta Kelahiran untuk Anak Hasil Kawin Siri, anak yang lahir dari perkawinan siri merupakan anak luar kawin karena perkawinan secara siri tidak diakui oleh negara. Akan tetapi, tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin adalah sama saja dengan cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya.
     
    Baca juga: Bagaimana Jika Terlambat Mengurus Akta Kelahiran Anak?
     
    Perlu diingat, pemberian hak asuh anak kepada keluarga sedarah sebagaimana yang kami jelaskan di atas tidak merubah status anak sebagai anak sah dari orang tuanya. Oleh karenanya, keluarga sedarah yang melakukan pengasuhan anak tidak boleh membatasi atau menjauhkan anak dari orang tuanya, dan berkewajiban serta bertanggung jawab memelihara, mendidik dan melindungi anak sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
     

    [1] Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b PP 44/2017
    [2] Pasal 7 ayat (2) PP 44/2017
    [3] Pasal 8 ayat (1) PP 44/2017
    [4] Pasal 9 ayat (2) dan (4) PP 44/2017

    Tags

    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!