Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Penerbitan Surat Keterangan Kematian oleh Kelurahan

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Dasar Hukum Penerbitan Surat Keterangan Kematian oleh Kelurahan

Dasar Hukum Penerbitan Surat Keterangan Kematian oleh Kelurahan
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Penerbitan Surat Keterangan Kematian oleh Kelurahan

PERTANYAAN

Saat ini saya bekerja pada instansi pemerintah Kelurahan yang melayani kebutuhan berbagai administrasi masyarakat, salah satunya Surat Keterangan Kematian. Saya sedang mencari referensi yang valid mengenai aturan terkait pelaporan kematian lebih dari 30 hari bahkan sudah bertahun-tahun. Apabila si pemohon (keluarga almarhum) meminta keterangan kematian dari Kelurahan, dapatkah kelurahan menerbitkannya? Jika dapat, apa syarat-syarat yang harus diperhatikan. Terima kasih atas jawabannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, salah satunya yaitu Akta Kematian. Di sisi lain, setiap kematian wajib dilaporkan paling lambat 30 hari sejak tanggal kematian.
     
    Jika dokumen kematian tersebut baru diurus setelah bertahun-tahun sejak kematian, bagaimana ketentuannya? Bisakah Kelurahan mengeluarkan Surat Keterangan Kematian?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pelaporan Kematian
    Pada dasarnya, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan[1], salah satunya yaitu Akta Kematian yang diperoleh atas laporan kematian kepada instansi pelaksana.[2]
     
    Sebelumnya, Pasal 44 ayat (1) UU Adminduk mengatur bahwa pencatatan kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada instansi pelaksana maksimal 30 hari sejak tanggal kematian.
     
    Namun, ketentuan tersebut diubah oleh Pasal 44 ayat (1) UU 24/2013, sehingga saat ini kewajiban melaporkan kematian berada pada ketua rukun tetangga (“RT”) atau nama lainnya di domisili penduduk kepada instansi pelaksana setempat maksimal 30 hari sejak tanggal kematian.
     
    Pelaporan kematian tersebut dilaksanakan secara berjenjang kepada rukun warga (“RW”) atau nama lain, kelurahan/desa atau nama lain, dan kecamatan atau nama lain.[3]
    Dalam hal ini, yang dimaksud sebagai instansi pelaksana yaitu perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan.[4] Dikutip dari Institusi Penyelenggara Dukcapil di Indonesia, instansi pelaksana di tingkat Kabupaten/Kota adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota (“Dukcapil Kabupaten/Kota”).
     
    Berdasarkan laporan tersebut, pejabat pencatatan sipil mencatat pada register Akta Kematian dan menerbitkan kutipan Akta Kematian[5] yang dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.[6]
     
    Lebih lanjut, Pasal 90 ayat (1) dan (2) UU Adminduk mengatur sanksi administratif bagi penduduk yang melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting, dalam hal ini yakni kematian, berupa denda paling banyak Rp1 juta. Besaran denda tersebut nantinya akan ditetapkan dengan memperhatikan kondisi masyarakat di setiap daerah.[7]
    Surat Keterangan Kematian
    Pencatatan kematian di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan[8]:
    1. surat kematian; dan
    2. Dokumen perjalanan Republik Indonesia bagi WNI bukan penduduk atau dokumen perjalanan bagi orang asing.

    Surat kematian sebagaimana dimaksud di atas yaitu:[9]
    1. surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah atau yang disebut dengan nama lain;
    2. surat keterangan kepolisian bagi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya;
    3. salinan penetapan pengadilan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya;
    4. surat pernyataan kematian dari maskapai penerbangan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
    5. surat keterangan kematian dari perwakilan Republik Indonesia bagi penduduk yang kematiannya di luar Indonesia.
     
    Instansi pelaksana atau pejabat yang diberi kewenangan, sesuai tanggung jawabnya, wajib menerbitkan Surat Keterangan Kematian maksimal 3 hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.[10]
     
    Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada dasarnya Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan oleh Kelurahan setempat merupakan salah satu dokumen yang dapat dilampirkan sebagai surat kematian yang merupakan syarat pencatatan kematian.
    Perlu diperhatikan bahwa Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan hanya dapat diterbitkan untuk kematian yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia,[11] keberadaan jenazahnya diketahui[12] dan jelas identitasnya.[13]
     
    Permohonan Pencatatan Kematian Bila Melebihi Batas Waktu
    Poin 2 Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor 472.12/932/DUKCAPIL tentang Penerbitan Akta Kematian untuk Kematian yang Sudah Lama Terjadi menyatakan bahwa terhadap pelaporan pencatatan kematian yang sudah lama terjadi, pencatatan kematiannya dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kebenaran data kematian tersebut.
     
    Sepanjang penelusuran kami, tiap pengadilan negeri (“PN”) mengatur syarat yang berbeda dalam hal permohonan pelaporan pencatatan kematian. Sebagai contoh, di PN Mentok, Kabupaten Bangka Barat, dikutip dari Persyaratan Mengajukan Permohonan Akta Kematian di Pengadilan Negeri Mentok terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi pihak keluarga (pemohon), yaitu:
    1. Surat Permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan setempat;
    2. Fotokopi KTP (alm) dan Pemohon;
    3. Fotokopi Kartu Keluarga;
    4. Fotokopi Akta Kelahiran (alm);
    5. Fotokopi Akta Perkawinan (alm);
    6. Fotokopi Surat Kuasa dari pihak keluarga (Ahli Waris);
    7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian (alm) dari Rumah Sakit atau Kelurahan;
    8. Fotokopi Surat Pengantar dari Kelurahan setempat.
     
    Masih dari sumber yang sama, pemohon juga wajib menghadirkan 2 saksi yang mengetahui peristiwa kematian tersebut untuk didengar keterangannya. Setelah Majelis Hakim memeriksa semua bukti dan saksi, Majelis Hakim akan mengabulkan permohonan Akta Kematian tersebut dalam bentuk penetapan, yang nantinya akan menjadi salah satu bukti untuk pembuatan dan penerbitan Akta Kematian di Dukcapil.
     
    Dengan demikian, sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas, meskipun telah melebihi jangka waktu 30 hari, pemohon masih dapat mengajukan permohonan pencatatan kematian dan penerbitan Akta Kematian di Dukcapil yang dilaksanakan melalui penetapan pengadilan. Hal tersebut mengingat bahwa setiap penduduk berhak atas dokumen kependudukan, salah satunya yakni Akta Kematian. Adapun keterlambatan tersebut tidak menghalangi pemohon mendapatkan haknya, tetapi ia wajib membayar denda.
     
    Dalam hal ini, dikarenakan Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan merupakan salah satu dokumen prasyarat pengajuan penetapan pengadilan tersebut, maka menurut hemat kami Kelurahan dapat menerbitkan Surat Keterangan Kematian selama kematian tersebut memenuhi persyaratan yang telah kami paparkan di atas.
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
     
    Referensi:
    1. Institusi Penyelenggara Dukcapil di Indonesia, diakses pada Selasa, 2 Maret 2021 pukul 13.00 WIB;
    2. Persyaratan Mengajukan Permohonan Akta Kematian di Pengadilan Negeri Mentok, diakses pada Selasa, 2 Maret 2021 pukul 14.00 WIB.
     

    [1] Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”)
    [2] Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”)
    [3] Penjelasan Pasal 44 ayat (1) UU 24/2013
    [4] Pasal 1 angka 7 UU 24/2013
    [5] Pasal 44 ayat (2) UU 24/2013
    [6] Pasal 44 ayat (3) UU 24/2013
    [7] Penjelasan Pasal 90 ayat (3) UU Adminduk
    [8] Pasal 45 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”)
    [9] Pasal 45 ayat (2) Perpres 96/2018
    [10] Pasal 69 ayat (1) huruf i UU Adminduk
    [11] Pasal 44 UU 24/2013 dan Pasal 45 ayat (2) huruf e dan d Perpres 96/2018
    [12] Pasal 44 ayat (4) UU 24/2013 dan Pasal 45 ayat (2) huruf c dan d Perpres 96/2018
    [13] Pasal 44 ayat (5) UU 24/2013 dan Pasal 45 ayat (2) huruf b Perpres 96/2018

    Tags

    hukumonline
    lembaga pemerintah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!