KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah dalam Perjanjian Kerja?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah dalam Perjanjian Kerja?

Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah dalam Perjanjian Kerja?
Dr. MICHAEL HANS & Associates Dr. MICHAEL HANS & Associates
Dr. MICHAEL HANS & Associates
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah dalam Perjanjian Kerja?

PERTANYAAN

Apabila perusahaan dan calon karyawan sepakat untuk menahan ijazah karyawan tersebut sebagai jaminan dalam 1 masa PKWT, di mana ijazah tersebut akan dikembalikan pada saat PKWT berakhir, apakah hal ini melanggar hukum? Bila iya, hukum apa yang dilanggar?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, perusahaan dan pekerja memiliki kebebasan dalam membuat perjanjian kerja, apa pun isi dan bentuknya selama perjanjian tersebut memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Sehingga, secara hukum pengaturan penahanan ijazah dalam perjanjian kerja sah-sah saja dilakukan.

    Meski demikian, terdapat beberapa rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh para pihak sebelum menyepakati penahanan ijazah dalam perjanjian kerja. Apa saja itu?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran artikel dengan judul sama, yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 2 Maret 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Ijazah

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu ijazah. Menurut Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 6/2022, ijazah adalah dokumen yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian program studi terakreditasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

    Kemudian, menurut hemat kami praktik penahanan ijazah asli sebagai syarat kerja bukanlah hal yang baru dalam dunia pekerjaan. Dari perspektif perusahaan, penahanan ijazah bertujuan untuk mencegah karyawan mencari pekerjaan lain selama terikat dengan perusahaan, sehingga dalam praktiknya, ijazah merupakan “jaminan” pelaksanaan kontrak kerja oleh karyawan.

    Penahanan ijazah pada umumnya diatur dalam perjanjian kerja, yaitu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[1] Lantas, apa saja jenis perjanjian kerja? Berikut ulasannya.

    PKWT dan PKWTT

    Perjanjian kerja dapat berbentuk:

    1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”)

    PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[2] Dalam pengertian lain, PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.[3]

    1. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”)

    PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.[4]

    Lebih lanjut, menurut Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis wajib memuat:

    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    6. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

    Sepanjang penelusuran kami, hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak mengatur larangan penahanan ijazah sebagai syarat kerja, sehingga perusahaan dan karyawan dapat menyepakati penahanan ijazah selama memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:

    1. kesepakatan kedua belah pihak;
    2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
    3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
    4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dengan demikian, jika perjanjian kerja disepakati kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan), maka ketentuan penahanan ijazah sebagai jaminan dalam perjanjian kerja sah karena perjanjian dilandaskan pada konsensus atau kesepakatan.

    Baca juga: Bagaimana Pembuatan Kontrak yang Benar Secara Hukum?

    Asas Kebebasan Berkontrak dan Iktikad Baik

    Agus Yudha Hernoko dalam buku Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (hal. 22-23) mengutip pemikiran G. W. Paton yang menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantung suatu norma hukum. Hal tersebut dikarenakan asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu hukum, sehingga setiap norma hukum dapat dikembalikan pada asas hukum. Selain itu, asas hukum juga merupakan “alasan” lahirnya suatu norma hukum (ratio legis) dan akan terus melahirkan norma-norma hukum baru (hal.23).

    Kesepakatan mengenai penahanan ijazah muncul atas dasar kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai salah satu asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak.[5]  Sutan Remi Sjahdeini menjelaskan ruang lingkup kebebasan berkontrak mencakup kebebasan para pihak untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, menentukan dengan siapa perjanjian dibuat, menentukan isi, objek dan bentuk perjanjian, serta untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat pilihan (aanvullend).[6]

    Kemudian, iktikad baik (good faith) saat membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, yaitu orang yang beriktikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk, yang dikemudian hari dapat menumbulkan kesulitan.[7]

    Asas kebebasan berkontrak dan iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu:

    Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

    Menurut Subekti, asas kebebasan berkontrak terdapat pada frasa “semua” persetujuan (perjanjian). “Semua” perjanjian memberikan ruang kepada para pihak dalam membuat perjanjian dan perjanjian tersebut akan mengikat para pihak layaknya undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.[8] Dengan demikian, apabila penahanan ijazah telah disepakati dalam suatu perjanjian kerja, maka para pihak wajib memenuhi kesepakatan tersebut dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

    Meskipun telah disepakati, kesepakatan yang dibuat dapat dikatakan cacat jika dibuat dengan adanya paksaan (bedreiging), penipuan (bedrog), kekhilafan (dwaling),[9] dan dalam perkembangannya yaitu penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).[10] Maka, jika perjanjian dibuat berdasarkan hal-hal tersebut, perjanjian dapat dimintakan pembatalan.

    Baca juga: Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi

    Selain itu, penting untuk diketahui walaupun terdapat asas kebebasan berkontrak, suatu perjanjian tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 s.d. Pasal 1337 KUH Perdata.

    Sedangkan mengenai asas iktikad baik, Mariam Darus, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam artikel Profesor FH USU Bedah Definisi Asas “Iktikad Baik” menerangkan bahwa yang dimaksud dengan iktikad baik adalah perjanjian harus dilaksanakan menurut syarat-syarat kewajaran dan kepatutan. Kewajaran berarti dapat dimengerti oleh intelek dan akal sehat dengan budi pekerti. Sedangkan kepatutan adalah yang dapat dirasakan sebagai sopan, patut dan adil.

    Bila dikaitkan dengan perjanjian kerja, berarti isi perjanjian kerja juga tidak boleh bertentangan dengan syarat sah perjanjian serta ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan dan perubahannya, sebab salah satu syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah suatu sebab yang tidak terlarang, yang mana suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang.

    Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah dalam Perjanjian Kerja?

    UU Ketenagakerjaan dan perubahannya memang tidak melarang penahanan ijazah dalam perjanjian kerja, sehingga dimungkinkan bagi para pihak untuk menyepakati hal tersebut. Namun, berdasarkan penelusuran kami terdapat ketentuan yang secara khusus mengatur terkait penahanan ijazah sebagai syarat/jaminan kerja, misalnya yang diatur dalam Angka 2 SE Gubernur Jawa Tengah 560/00/9350. Pada surat edaran tersebut, penahanan ijazah pekerja oleh pengusaha pada prinsipnya tidak diperbolehkan karena tidak memiliki alasan yuridis. Namun, pengecualian dari hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

    1. penahanan ijazah pekerja hanya dimungkinkan bagi pekerja yang mengikuti sekolah/diklat/kursus yang dibiayai oleh perusahaan minimal 3 kali upah minimum kabupaten/kota;
    2. disepakati para pihak;
    3. kesepakatan tidak menghilangkan hak karyawan untuk menggunakan ijazahnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya; dan
    4. penahanan ijazah maksimal dilakukan selama 2 tahun dan ada jaminan keamanan ijazah dari pengusaha, dan apabila perjanjian kerja telah berakhir maka ijazah wajib dikembalikan.

    Dengan demikian menurut hemat kami, perusahaan dan karyawan tetap harus memperhatikan peraturan yang berlaku di daerahnya masing-masing terkait penahanan ijazah. Namun, patut diperhatikan bahwa kesepakatan penahanan ijazah tidak boleh dilakukan atas dasar paksaan, mengingat dalam praktiknya, kedudukan pengusaha dan pekerja tidak setara, di mana pada umumnya kedudukan perusahaan lebih tinggi dari pada pekerja.

    Kemudian, Juanda Pangaribuan, praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat bahwa ketidakimbangan kedudukan tersebut berpotensi mengakibatkan pekerja akhirnya bersedia menerima persyaratan apa pun asal dapat dipekerjakan, salah satunya yaitu menyepakati penahanan ijazah. Padahal, penahanan ijazah tersebut berpotensi merugikan hak karyawan karena perusahaan memegang dokumen berharga milik karyawan yang seharusnya dikuasai secara langsung oleh karyawan yang bersangkutan selaku pemilik. Jika terbukti terdapat unsur pemaksaan, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.

    Selain itu, Juanda Pangaribuan juga menjelaskan bahwa dalam hal menyepakati penahanan ijazah karyawan dalam perjanjian kerja, perlu ditarik lebih jauh ke belakang mengenai alasan yang mendasari perusahaan ingin mengatur demikian.

    Jika ketentuan penahanan ijazah itu dibuat sebagai jaminan agar karyawan tersebut tetap memenuhi kewajiban selama bekerja, maka seharusnya di dalam perjanjian kerja juga diatur jaminan bagi perusahaan apabila tidak memenuhi kewajibannya. Hal tersebut mengingat hak dan kewajiban dalam hubungan kerja dimiliki oleh kedua belah pihak dan keduanya memiliki potensi yang sama untuk melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja.

    Lebih lanjut, agar kesepakatan penahanan ijazah memenuhi asas iktikad baik, menurut Juanda Pangaribuan ada beberapa ketentuan yang sebaiknya diatur dalam perjanjian kerja, yaitu:

    1. Perusahaan wajib mengembalikan ijazah saat masa kontrak berakhir. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum karyawan agar dapat menuntut haknya atas ijazah yang ditahan perusahaan.
    2. Bentuk jaminan dari perusahaan jika perusahaan melanggar perjanjian kerja.
    3. Pertanggungjawaban perusahaan jika ijazah mengalami kerusakan atau musnah.

    Selain itu, Juanda Pangaribuan juga memberikan alternatif jaminan bagi perusahaan jika khawatir karyawan yang bersangkutan akan melalaikan kewajibannya selama masa kontrak. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu menahan ijazah melainkan dapat memproses hukum karyawan yang bersangkutan.

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya sah-sah saja bagi perusahaan dan pekerja jika ingin menyepakati penahanan ijazah, selama kesepakatan tersebut tidak dibuat atas dasar paksaan dan memenuhi asas dan syarat sah perjanjian serta akan dikembalikan saat masa kontrak berakhir.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
    5. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar, dan Kesetaraan Ijazah Perguruan Tinggi Negara Lain;
    6. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/00/9350 Tanggal 23 November 2016 tentang Penahanan Ijazah Pekerja oleh Perusahaan.
        1.  

    Referensi:

    1.  Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010;
    2. Fani Martiawan. Paksaan Ekonomi dan Penyalahgunaan Keadaan sebagai Bentuk Cacat Kehendak dalam Perkembangan Hukum Kontrak. Jurnal Yuridika, Vol. 30, No. 2, 2015;
    3. Moch. Isnaeni. Seberkas Diorama Hukum Kontrak. Surabaya: PT Revka Petra Media, 2018;
    4. Subekti. Hukum Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1983;
    5. Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsensus, diakses pada Selasa, 14 November 2023, pukul 12.16 WIB.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Juanda Pangaribuan, praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin, 1 Maret 2021 pukul 15.00 WIB.


    [1] Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

    [2] Pasal 81 angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 56 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan.

    [3] Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”).

    [4] Pasal 1 angka 11 PP 35/2021.

    [5] Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 108.

    [6] Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 111.

    [7] Subekti. Hukum Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1983, hal. 25.

    [8] Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 109-110.

    [9] H. Moch. Isnaeni. Seberkas Diorama Hukum Kontrak. Surabaya: PT Revka Petra Media, 2018, hal. 164.

    [10] Fani Martiawan. Paksaan Ekonomi dan Penyalahgunaan Keadaan sebagai Bentuk Cacat Kehendak dalam Perkembangan Hukum Kontrak. Jurnal Yuridika, Vol. 30, No. 2, 2015, hal. 236.

    Tags

    pkwt
    perjanjian kerja

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!